Singaraja | Tradisi megebeg-gebegan masih digelar oleh warga Desa Tukad Mungga, Kecamatan Buleleng, Bali. Seperti yang masih dilakukan pada tradisi Pengerupukan, Selasa (8/3) petang hari.
Ribuan warga desa setiap tahunnya selalu memadati areal perempatan d esa di depan Kantor Desa Tukad Mungga. Tradisi Megebeg-gebegan merupakan tradisi merebut sarana caru berupa “bayang-bayang” dari anak sapi (godel). Yang menjadi pemenang adalah mereka yang mampu merebut kepala dari “bayang-bayang” tersebut.
Yang merebut kepala sapi ini seluruh warga desa. Karena itulah, terkadang jalan raya dipadati oleh warga yang berlarian untuk berebut sarana caru ini.
Tradisi ini sudah ada sejak lama, sejak desa Tukad Mungga didirikan oleh leluhur mereka. Tidak ada rasa dendam saat terjadi perebutan sarana caru ini.
Salah satu warga setempat, Yoga Aryawan mengakui tradisi wajib digelar desa adat dan warga secara tidak langsung mengikutinya setiap tahun.
“Hampir seluruh warga mengikuti ritual ini karena sudah menjadi tradisi. Bagi saya tradisi ini sangat sakral dan juga untuk mempererat tali persaudaran antar warga desa,” ujar Yoga. Yoga juga ikut dalam tradisi megebeg-gebegan ini, namun dia tidak mendapatkan sarana caru kepala sapi tersebut.
Menurtut tradisi setempat, sarana hewan sapi yang digunakan haruslah sapi betina dan tidak dalam keadaan catat fisik. Selama ini, warga desa Tukad Mungga tidak pernah tidak menggelar tradisi ini karena warga setempat tidak berani melanggar warisan yang diturunkan oleh leluhur mereka. |NP|