Anggota DPRD Buleleng kahwatir dana pinjaman PEN justru menganggu anggaran lain seperti hibah Bansos yang difasilitasi anggota DPRD Buleleng |FOTO : Rika Mahardika|
Singaraja, koranbuleleng.com| Rencana Pemkab Buleleng untuk melakukan peminjaman dana melalui Program Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) masih pro dan kontra. Pembahasan secara serius terus dilakukan di gedung DPRD Buleleng, bahkan terjadi silang pendapat di internal DPRD Buleleng, yakni dari anggota Fraksi Partai Golkar dan Fraksi PDI Perjuangan.
Beberapa anggota DPRD Buleleng khawatir jika Pemkab Buleleng meminjam dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional), justru akan mengancam kehilangan anggaran hibah bansos yang difasilitasi anggota DPRD Buleleng. Kegelisahan dari sejumlah anggota dewan, Apakah hibah bansos masih ada hingga 10 tahun mendatang mengingat Pemkab Buleleng harus mencicil pinjaman itu sebesar Rp66 miliar setiap tahunnya ?
Badan Anggaran DPRD Buleleng kembali melakukan pembahasan terhadap Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) tahun 2021 dengan Tim Anggaran pemerintah daerah (TAPD). Rapat tersebut dipimpin Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna berlangsung di ruang gabungan komisi Senin, 2 November 2020.
Dalam rapattersbeut, perbedaan pendapat antar anggota DPRD Buleleng dari fraksi berbeda terjadi. Silang pendapat itu terjadi antara Fraksi PDI Perjuangan dengan Fraksi Golkar DPRD Buleleng.
Ketua Fraksi Golkar yang juga anggota Badan Anggaran Nyoman Gede Wandira Adi yang meminta kepastian apakah jika dalam waktu 10 tahun mendatang, Anggota DPRD Kabupaten Buleleng masih akan mendapatkan jatah hibah bansos. Menurut perkiraan Andira, dengan nilai pinjaman sebesar Rp571 Miliar, Pemerintah kabupaten Buleleng dalam setiap tahunnya harus mengembalikan dana tersebut sebesar Rp66 miliar.
Sementara jika merujuk pada kondisi keuangan APBD Buleleng tahun 2020, sempat ada rasionalisasi anggaran pada seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) hingga sebesar Rp57 Miliar, dampaknya hampir semua OPD lumpuh karena tidak bisa melaksanakan program kegiatan. “Apakah pengembalian ini tidak sama kondisinya saat merasionalisasi anggaran. Kemarin saja kita sudah lumpuh, tahun mendatang tidak kah terjadi hal yang sama,” tanya Wandira.
Wandira Adi mengaku mewakili keresahan Anggota DPRD Buleleng lintas fraksi yang khawatir jika dalam 10 tahun mendatang, Anggota DPRD Kabupaten Buleleng tidak bisa melaksanakan program,-program kerja yang difasilitasi melalui kegiatan reses. “Pada 10 tahun mendatang, memfasilitasi hibah bansos masih memungkinkan atau tidak,” ujarnya lagi.
Senada disampaikan Anggota Badan Anggaran lainnya Ketut Dody Tisna Adi. Dalam penyampaiannya, Ia mengaku kecewa karena dalam rapat sebelumnya tidak disampaikan kajian dari masing-masing OPD yang akan menjalankan program pembangunan memanfaatkan Pinjaman PEN Daerah.
Karena dari pengamatannya, program yang disusun justru belum ada unsur pemerataan. Ia mencontohkan terkait dengan rehab Puskesmas, yang hanya akan menyasar dua puskesmas saja. Padahal menurutnya, ada banyak puskesmas yang perlu menjalani rehabilitasi salah satunya yang berlokasi di Buleleng Timur. “Contoh gedung puskesmas, di timur (buleleng Timur, red) juga ada yang perlu dibantu. Kemudian RS Giri Emas, hasil dari infrastruktur lebih bagus di RS Giri Emas akan menambahkan PAD kita,” sebutnya.
Pernyataan berbeda justru disampaikan Ketua Fraksi PDI Perjuangan Ketut Ngurah Arya. Menurutnya, rencana Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana untuk mencari pinjaman daerah melalui program PEN patut diacungi jempol. Apalagi daerah yang mendapatkan pinjaman tidak dikenakan suku bunga karena telah disubsidi Pemerintah Pusat.
Walaupun program padat karya yang akan dilaksanakan dengan memanfaatkan dana PEN sifatnya tidak merata pada seluruh wilayah di Buleleng, seharusnya Anggota DPRD Kabupaten Buleleng bisa melihat tingkat urgensinya. “Karena prinsip sebuah keadilan merata, karena adil tidak harus merata. Kita jangan berpikir ke depan dulu apakah nanti dapat bansos ketika dana ini turun dan harus mengembalikan. Dan semua yang sifatnya yang akan datang sulit kita rencanakan,” kata Ngurah Arya.
Ia pun mengajak seluruh Anggota DPRD Buleleng untuk berpikir positif, jika program PEN ini bisa direalisasikan akan membawa dampak secara menyeluruh kepada masyarakat termasuk DPRD Buleleng. Apalagi jika pembangunan yang dilakukan mampu meningkatkan PAD Buleleng, tentu implikasinya akan berdampak pula pada hibah bansos yang difasilitasi DPRD Buleleng.
“Ini dibicarakan untuk kepentingan pribadi katakanlah pribadi karena kita orang politik ketika membawa hibah bansos besar, jelas berimplikasi besar kepada masyarakat. Tapi belum tentu juga kepada seluruh masyarakat Buleleng merasakan. Paling konstituen kita saja yang dapat,” tegas Ngurah Arya.
Pernyataan tersebut pun kemudian disanggah oleh Wandira. Ia yang juga duduk di Komisi III DPRD Buleleng pun mengakui jika Anggota DPRD Buleleng duduk mewakili Partai Politik. Namun perlu disadari, jika tujuan Parpol pun jelas untuk mensejahterakan masyarakat.
“Sedikit berseberangan berbahasa bukan berarti benci, ini perlu disadari, bukan berarti kami asal nolak. Kalau ada pandangan yang berbeda, ada dua sikap yang harus diambil. Muaranya adalah mensejahterakan masyarakat Buleleng,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua TAPD sekaligus Sekda Buleleng Gede Suyasa kembali menjelaskan jika program PEN daerah ini adalah kesempatan untuk pemulihan ekonomi di tengah terjadinya pandemic COVID 19. Ia pun menegaskan jika pengembalian dana PEN tidak akan berpengaruh terhadap program hibah bansos yang difasilitasi DPRD Buleleng.
Sepanjang regulasinya ada dalam nomenklatur, saya rasa tidak masalah soal hibah bansos. Sasarannya tidak terkait antara hibah bansos dengan PEN. Menurut regulasi ini tidak ada pengaruhnya. Berapa keputusannya besaran bansos, keputusan politik urusannya bapak dengan pak bupati,” singkatnya. |RM|