Diskusi Akhir Tahun Komunitas Jurnalis Buleleng tahun 2020 dengan tema Bandara Buleleng Kebarat-Kebirit |FOTO : Yoga Sariada|
Singaraja, koranbuleleng.com| Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana mengatakan rencana pembangunan bandara baru di Buleleng harus bersih dari persoalan hukum. Menurutnya, Bandar Udara (Bandara) Bali Utara tidak mungkin di bangun dengan memanfaatkan aset tanah duen pura Desa Adat Kubutambahan, karena saat ini sedang terjadi persoalan hukum.
Hal itu ditegaskannya saat menghadiri Diskusi Akhir Tahun Komunitas Jurnalis Buleleng (KJB) tahun 2020 yang mengangkat tema “Bandara Buleleng Kebarat-Kebirit di Angkringan Radio Guntur Senin, 28 Desember 2020.
Dalam diskusi tersebut, Agus Suradnyana mengatakan jika Pembangunan Bandara baru di Buleleng yang sudah masuk dalam Proyek Strategis Nasional itu bukan hanya untuk kepentingan Buleleng saja. Namun untuk memenuhi pertumbuhan wisatawan ke Bali, karena kondisi Bandara Ngurah Rai sudah tidak mungkin dilakukan perluasan.
Bupati dari Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar ini dengan tegas mengatakan bahwa tidak mungkin bandara akan di bangun di Kecamatan Kubutambahan, karena tanah duen pura Desa Adat Kubutambahan sedang dikontrakkan kepada PT. Pinang Propertindo.
Hanya saja, belakangan diketahui jika PT. Pinang Propertindo menjaminkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) tersebut untuk peminjaman uang sebesar Rp1,4 Triliun.
“Dan 64 hektar sudah masuk kurasi lelang, karena PT Pinang Propertindo dinyatakan pailit, sedang dilelang sekarang. Saya pastikan tidak mungkin di Kubutambahan. Yang jelas saya katakan Tidak mungkin dibangun bandaranya disana, dan omongan saya bisa dipertanggung jawabkan,” tegas Agus Suradnyana.
Kondisi tersebut pun sangat disesalkan. Padahal sebelumnya lanjut Agus Suradnyana, Pemerintah baik di tingkat Provinsi Bali dan Kabupaten Buleleng sudah berniat untuk membantu Desa Adat Kubutambahan mendapatkan kembali hak atas tanah duen pura tersebut. Pemerintah sudah menyampaikan agar Prajuru Desa Adat Kubutambahan untuk menuntut PT. Pinang Propertindo tidak melakukan kewajibannya atau wanprestasi di atas tanah tersebut.
“Kalaupun dalam proses bandara tidak memungkinkan disana, yang terpenting aset tersebut kembali ke desa adat dulu, sehingga untuk hal-hal yang lain bisa dibangun disana tidak hanya bandara saja, kalau itu memungkinkan,” ujarnya.
Sementara itu, Penghulu Desa Adat Kubutambahan Jro Pasek Ketut Warkadea mengaku tidak tahu menahu terkait dengan kredit yang diajukan PT Pinang Propertindo kepada Bank. Karena sepengetahuannya, yang dijaminkan itu adalah SHGB (sertifikat hak guna bangunan) bukan SHM (sertifikat hak milik). Terkait dengan adanya informasi rencana penyitaan, Warkadea menyebut jika hal itu tidak akan merugikan Desa Adat Kubutambahan.
“Kalau menyangkut penyitaan, saya kita SHGB yang disita tidak ada, kubun sampi gen ada ditu. Tidak ada dirugikan, Cuma waktu karena SHGB itu berlaku 30 tahun. Jadi waktunya itu yang disita 30 tahun nanti. Tidak ada membahayakan lahan, kalau dia memasang di lahan itu, saya cabut karena tidak ada bangunan,” ujarnya.
Terkait dengan usulan melakukan tuntutan karena melakukan wanprestasi, Warkadea mengatakan perlu dilakukan pengecekan ke BPN. Karena untuk menyatakan lahan itu ditelantarkan perlu penegasan berupa surat dari BPN. Staf Ahli Bupati Buleleng ini juga mengaku mengetahui alasan PT. Pinang tidak melakukan pembangunan sampai dengan saat ini.
“Karena alasan dari PT Pinang kenapa tidak ada aktivitas, karena itu sudah di blok oleh RTRW dipakai bandara, bagaimana membangun. Karena setelah mengajukan IMB untuk membangun itu ditolak, karena kawasan sudah diplot kawasan itu jadi bandara. Itulah alasan tidak ada aktivitas,” katanya.
Disisi lain, santer berkembang jika Pembangunan Bandara Bali Utara akan di bangun di Desa Sumberkelampok, Kecamatan Gerokgak. Menyikapi wacana tersebut, Perbekel Desa Sumberkelampok, Wayan Sawitrayasa mengaku jika rencana pembangunan bandara tersebut masih simpang siur. Pasalnya, sampai dengan saat ini belum ada kejelasan dan kepastian terkait dengan penetapan lokasi.
Apalagi saat ini, masyarakat setempat masih berkonsentrasi untuk menyelesaikan permasalahan agraria yang sudah berlangsung selama puluhan tahun. Pun demikian, pada dasarnya, Ia mengaku akan mendukung apapun yang menjadi keputusan Pemerintah nantinya.
“Terkait dengan rencana pembangunan bandara kami dukung sepenuhnya. Dengan adanya kunjungan menteri ATR/BPN Pak Sofyan Djalil dua hari yang lalu, sudah disampaikan langsung kepada menteri masalahnya. Kesiapannya agar konflik agraria segera diselesaikan. Sehingga status tanah jelas. Apalagi memang tidak ada status tanah yang disertifikatkan. Masyarakat harus diajak komunikasi,” tegasnya. |RM|