Pada tahun-tahun awal ketika masyarakat mulai sadar bahwa plastik mengancam lingkungan, solusi untuk memilah sampah terdengar sangat indah dan menjanjikan. Siapapun bisa melakukannya. Namun ketika sampah plastik dan organik dibuang ke TPA, kembali bercampur.
Sistem pemilahan sampah belum bekerja dari hulu hingga hilir. Lantas masyarakat menilai bahwa tindakan tersebut sia-sia. Berbagai edukasi dan gerakan memilah sampah yang menjadi inti dari rubbish management tidak dipercaya lagi oleh masyarakat. Dapat dibayangkan, kebiasaan memilah sampah pun ditinggalkan. Masyarakat kembali membuang sampah ke TPA dalam keadaan bercampur.
Gerakan-gerakan persampahan memang sangat anti dengan plastik. Namun demikian, berbagai kelebihan dan kepraktisan plastik tidak bisa dimungkiri. Masyarakat semakin bergantung. Namun gerakan ini hanya fokus pada tahap memilah semata. Pertanyaan, setelah sampah plastik terpisah dan terkumpul dalam satu karung, untuk apa, dibawa kemana? Para aktivis gerakan tidak sanggup memberi penjelasan. Ketika masa itu, pusat-pusat pengolahan sampah plastik belum ada.
Perkembangan selanjutnya, sampah plastik, besi, botol kaca, kawat, kabel, aluminium, kuningan, seng, dll. semakin bernilai ekonomi. Ujung tombaknya adalah para pemulung atau tukang rongsokan yang berkeliling membeli atau menukar sampah plastik, besi, aluminum, kuningan, dll, hingga ke desa-desa. Hasil membeli berbagai sampah yang dapat didaur ulang kemudian dijual di pengepul rongsokan di kota.
Nilai ekonomi sampah daur ulang telah membuka peluang kerja. Para pengumpul rombengan tetap eksis sebagai tanda bahwa sampah daur ulang selalu tersedia dan tetap diproduksi oleh masyarakat. Sementara itu, di kota semakin banyak juragan rongsokan yang siap membeli hasil memulung rombengan daur ulang.
Di Kota Singaraja misalnya, di daerah Kayu Buntil dan Jalan Merak, setidaknya terdapat empat lokasi dan satu lagi berada tepat di Desa Pemaron, di Jalan Raya Singaraja-Seririt, di sebelah timur PLTGU.
Di sentra-sentra pengepul sampah tersebut menunjukkan bahwa ada hal yang berbeda dari pandangan masyarakat. Sementara ini dikira sentra-sentra pengepul rombengan itu hanya untuk tukang rongsokan atau para pemulung yang berkeliling pelosok kota dan desa-desa. Ternyata tidak. Sentra pengepul rongsokan itu kini secara terbuka membeli sampah daur ulang dari siapapun, termasuk masyarakat, dalam jumlah seberapapun.
Hal itu ternyata sebuah solusi permasalahan pemilahan sampah berskala rumah tangga, yang sebelumnya tidak ada tindak lanjut. Artinya, dengan hadirnya perusahan-perusahan yang bergerak dalam bidang jual beli dan pengiriman sampah daur ulang ke pabrik, yang berada di Jawa Timur; merupakan solusi bersama dalam mengatasi sampah plastik. Sampah plastik tidak tidak dibiarkan bersampur. Pemilahan sampah plastik dari sampah organik sudah dilakukan di rumah tangga. Setiap anggota keluarga dibiasakan memilah sampah.
Sampah plastik ditampung di suatu wadah, misalnya karung atau kampil. Jumlahnya pasti bertambah karena plastik sudah merupakan kebutuhan di setiap keluarga. Ketika jumlahnya sudah memadai, dibawa ke sentra pemulung sampah daur ulang terdekat atau di langganan. Dari sini akan diperoleh sejumlah uang. Mungkin jumlahnya tidak banyak namun ini harus dilihat sebagai konvensasi atau tanggung jawab moral setiap orang terhadap sampahnya sendiri dan tidak ikut mencemari lingkungan.
Dalam kondisi ini memang ada perbedaan antara memilah sampah dengan tanggung jawab ekologis yang terjadi di rumah, tangga dilakukan oleh seluruh anggota keluarga yang telah teredukasi; dengan kerja para pemulung atau tukang rombengan. Tukang rombengan bekerja untuk menyambung hidup dan mendapat keuntungan ekonomi, sebagai pilihan pekerjaan yang menjanjikan.
Pemilahan sampah plastik di rumah tangga adalah tanggung jawab setiap anggota keluarga sehingga sampah plastik yang dihasilkan dapat ditangani dengan tepat. Hal ini lebih sebagai kesadaran dan tanggung jawab moral kebersihan lingkungan. Hal ini juga sebagai sinergi masyarakat dengan lembaga sampah dan jejaring kerjanya. Sampah plastik tidak bisa diatasi seorang diri. Setiap anggota rumah tangga yang membangun suatu masyarakat dapat berperan dan bersinergi dengan berbagai pihak.
Dengan adanya perusahan-perusahan yang membeli sampah plastik untuk dikumpulkan dalam skala yang lebih besar yang kemudian dikirim ke pabrik daur ulang sampah maka dapat dilihat sebagai mitra setiap individu dalam mengatasi persoalan plastik. Jadi bagi setiap individu, perlu mengembangkan paradigm baru.
Dalam menghadapi plastik setiap individu harus mengembangkan pemikiran bersinergi dengan pihak lain. Dalam hal ini dapat bersinergi dengan pemulung atau tukang rombengan. Sampah plastik dan sampah daur ulang lainnya dikumpulkan di rumah dan secara berkala diserahkan kepada pemulung langganan. Boleh diberi secara Cuma-cuma sebagai donasi sosial. Bisa pula dijual sehingga diperoleh penghasilan dari sampah.
Pola pikir lain yang perlu dibangun di kalangan masyarakat adalah, plastik merupakan tanggung jawab semua orang. Sehingga ketika menjadi sampah tidak boleh lepas tanggung jawab. Memang sampai saat ini setiap individu berpikir pintas terhadap sampah plastik. Asal sampah itu tidak lagi ada di rumahnya maka tidak lagi menjadi persoalannya. Pola pikIr ini harus diubah sehingga sampah plastik dimanapun adalah tanggung jawab bersama. Agar lebih realistik, setiap dari anggota masyarakat harus secara ketat bertanggung jawab pada sampahnya sendiri.
Hadirnya perusahan pengepul sampah plastik atau rongsokan daur ulang itu, seperti yang sedemikian marak di Kota Singaraja, dapat dimanfaatkan oleh setiap individu. Sampah-sampah plastik yang dihasilkan dikumpulkan dan secara terartur, ketika mencapai jumlah tertentu, dijual di sentra pengepul sampah dan rongsokan daur ulang.
Kesadaran lain dan apresiasi yang diberi kepada para pemulung atau tukang rongsokan adalah kerja sehari-harinya yang turut serta dengan nyata menangani persoalan plastik. Demikian juga lihat saja gudang-gudang tempat mengumpulkan aneka sampah daur ulang dan rongsokan. Bisa dibayangkan, jika mereka tidak ada, berapa TPA lagi yang harus disediakan.
Dan di TPA itu, masih tersedia sederetan persoalan ikutan, seperti pencemaran udara. Maka harus malu kiranya dengan aksi-aksi musiman membersihkan pantai atau tempat-tempat umum. Lebih baik yang dilakukan adalah aksi nyata berkelanjutan skala rumahan dengan memilah plastik dan sampah daur ulang lainnya yang selanjutnya dijual kepada pengepul. Inilah solsui nyata plastik!(*)
Pewarta/Penulis : Dr.Wayan Artika, Akademisi Undiksha yang saat ini sedang menjalani program Magang sebagai Redaktur.