Singaraja, koranbuleleng.com | Kejaksaan Negeri Buleleng menegaskan proses hukum dugaan penyelewengan dana di LPD Anturan dan status tersangka dari Ketua LPD Anturan tidak bisa dijadikan alasan lembaga tersebut tidak bisa beroperasional.
Walaupun ada nasabah yang meminta aparat hukum untuk menghentikan penyidikan kasus tersebut, Kejari Buleleng tetap akan melanjutkan kasus itu.
Menurut Kasi Intel Kejari Buleleng, Anak Agung Jayalantara, saat ini status tersangka Ketua LPD Anturan Nyoman Arta Wirawan bukan menjadi alasan untuk tidak bisa menjalankan lembaga LPD. Proses penyidikan yang sudah berjalan bukan menjadi alasan untuk para nasabah tidak mendapat haknya. Jika memang ada niat baik dari pengurus LPD, uang tersebut bisa saja dikembalikan.
“Kita bantah itu, bahwa proses penyidikan tidak akan menghalangi mereka untuk bekerja. Karena kan tidak semua aset yang disita. Hanya yang berpotensi yang beralih ke pihak lain. Silahkan aset yang ada untuk diputar. Jadi Jangan berlindung dengan penetapan tersangka. Lagian yang bersangkutan tidak ditahan,” ungkap Jayalantara, Rabu 5 Januari 2021.
Jayalantara menyebut surat pernyataan yang dibuat tersangka dengan komitmen akan bertanggung jawab penuh dengan uang nasabah, juga tidak akan mencabut status hukum sebagai tersangka. Hal tersebut tidak dapat digunakan sebagai bahan untuk menghentikan proses hukum. Penetapan tersangka dilakukan lantaran penyidik menemukan adanya indikasi dari tersangka melakukan tindak pidana dugaan korupsi.
Jayalantara mengimbau nasabah LPD Anturan bisa memahami bahwa yang bertanggung jawab dengan uang milik nasabah bukanlah perorangan, melainkan lembaganya. Jika sewaktu-waktu tersangka ditahan, lembaga LPD seharusnya tetap bekerja dengan pengurus yang baru, sehingga uang-uang milik nasabah dapat dikembalikan.
“Waktu yang lalu ada laporan, kalau ada beberapa orang yang ingin mengembalikan kredit di LPD tersebut, namun tidak bisa, karena LPD Anturan tidak beroperasi. Seharusnya ini kan bisa,” imbuhnya.
Pihaknya menegaskan surat pernyataan yang dibuat tersebut bisa saja dicabut kapan saja. Karena surat pernyataan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat serta tidak memiliki kekuatan pembuktian.
” Jika suatu saat orang yang menandatangani surat pernyataan itu menyangkal kebenaran dari isi surat itu, maka surat pernyataan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Jangan tertipu dengan adanya materai dalam surat pernyataan itu,” imbuhnya.
Sejauh ini penyidik Kejari Buleleng telah memanggil 45 saksi untuk diperiksa dalam kasus dugaan korupsidi LPD Anturan. Namun saksi yang memenuhi panggilan penyidik itu hanya 22 orang. Pada awal 2022 ini, kejaksaan akan melakukan pemanggilan kedua kepada saksi yang tidak memenuhi panggilan penyidik tersebut.
Selain itu, penyidik juga hingga saat ini masih berkoordinasi dengan pihak Inspektorat Buleleng terkait penghitungan kerugian uang negara akibat kasus dugaan korupsi tersebut. Kalau saja dari hasilnya mentok, tidak menutup kemungkinan penyidik akan mengambil tindakan lain berupa mencari auditor independen yang lain.
Berita sebelumnya, Nyoman Arta Wirawan ditetapkan sebagai tersangka sejak 22 November 2021 lalu. Tersangka disangkakan dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 8 dan Pasal 9 UU Nomor 13 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penetapan Arta Wirawan sebagai tersangka, berdasarkan bukti-bukti yang ada termasuk juga keterangan beberapa orang saksi saat proses penyelidikan. Selain itu, terdapat selisih dana LPD antara modal dan simpanan masyarakat serta total asset sebesar Rp 137 miliar lebih yang terindikasi adalah kerugian negara. |ET|