Singaraja, koranbuleleng.com | Penjabat (Pj) Bupati, Ketut Lihadnyana berambisi terus menekan angka inflasi dibawah 4,63 persen. Syaratnya, semua instansi pemerintahan harus berkolaborasi dan bekerja keras.
Pj Bupati Buleleng, Ketut Lihadnyana mengungkapkan itu saat memimpin rapat koordinasi (rakor) dengan seluruh pimpinan SKPD lingkup Pemkab Buleleng di Kantor Bupati Buleleng, Selasa 10 Januari 2023.
Langkah-langkah yang sudah dilakukan dalam pengendalian inflasi sudah sangat akan terus dilanjutkan. Namun, ada beberapa hal yang harus ditingkatkan kembali. Seperti ketersediaan komoditas strategis yang menyebabkan inflasi khususnya cabai.
Budi daya cabai bisa direncanakan mulai dari masa tanam dan juga memaksimalkan gerakan menanam (gema) cabai. “Bisa lebih rendah dari 4,63 persen kemarin. Kita akan genjot khususnya tentang komoditas cabai. Kerjasama antar perangkat daerah juga sangat penting,” jelas Lihadnyana yang saat ini masih aktif sebagai Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Provinsi Bali ini.
Lihadnyana menyebut angka inflasi idealnya adalah tiga plus minus satu persen. Artinya, angka inflasi maksimal empat persen. Besaran tersebut juga merupakan target nasional terkait inflasi. Pada saat ini, tingkat inflasi nasional mencapai lima persen. Sedangkan Buleleng telah berhasil di bawah lima persen.
Inflasi ini disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. Salah satunya kebijakan kenaikan harga BBM. “Maka kita sudah dianggap baik. Ada pula yang merupakan hasil dari intervensi pemerintah daerah seperti produk pangan, beras , cabai, bawang putih, tomat, bawang merah. Itu kan bisa kita mengintervensi,” sebut Lihadnyana.
Inovasi dan Kolaborasi
Dalam rakor awal tahun itu, Ketut Lihadnyana juga menegaskan agar SKPD menunjukkan inovasi dan kolaborasi atar instansi dalam melaksanakan program pembangunan di Buleleng.
Inovasi dan kolaborasi itu sebagai jawaban dari oemerintah yang harus bekerja menyesuaikan tuntutan jaman dan masyarakat.
Menurutnya, memasuki era digital, perubahan harus dilakukan pada setiap SKPD. Masing-masing SKPD tidak bisa bekerja sendiri. Kolaborasi penting dilakukan untuk memaksimalkan pembangunan. “Sesuai dengan isi Permenpan RB. Kenapa ada banyak SKPD? Karena satu dengan yang lainnya berkaitan dan harus bekerjasama,” jelas dia.
Lihadnyana mencontohkan dalam penanganan kasus Rabies. Dinas Pertanian (distan) dan Dinas Kesehatan (Dinkes) harus berkolaborasi secara teknis untuk menangani rabies sesuai protokol kesehatan. Distan juga harus berkoordinasi dan berkolaborasi dengan Dinas Kebudayaan (Disbud) untuk menunjang upaya-upaya penanganan dengan melibatkan intervensi desa adat. Dari situ, kata Lihadnyana penanganan suatu masalah dalam pembangunan tidak cukup memperhatikan aspek teknis semata. “Perlu kita mempertimbangkan aspek sosial. Karena kekuatan sosial itu akan memberikan kecepatan dalam penyelesaian sebuah kasus,” ujar Lihadnyana.
Dia memandang permasalahan yang dihadapi pemerintah saat ini sangat kompleks sehingga dibutuhkan inovasi, Utamanya pola dan tata kerja. Pada era disrupsi ini, orang-orang tidak lagi berpikir proses, tapi sudah menuju langsung pada hasil. “Itulah era disrupsi. Menghancurkan sebuah tatanan-tatanan dari semua konsep konvensional dengan konsep digital,” katanya. |NP|