Singaraja, koranbuleleng.com | Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng meminta agar pelaku usaha ternak memperhatikan kebersihan kandang babi dan dibantu dari petugas terkait menyemprotkan disinfektan. Selain itu, memberikan asupan vitamin yang harus rutin vaksinasi langsung ke hewan ternak.
Kasus kematian ratusan ternak babi mati di salah satu perusahaan swasta di Desa Bila, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng harus menjadi perhatian semua pihak agar menjaga kebersihan kendang ternak.
Sebelumnya, dari sekitar 1.500 ekor babi yang ada di perusahaan itu, yang mati sekitar 400-an ekor. Sebanyak 250-an ekor babi mati dari periode bulan Januari hingga Februari. Kemudian disusul 150-an ekor babi yang mati sepanjang bulan Maret 2023.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng I Made Sumiarta mengatakan, para pengusaha ternak diharapkan untuk mengambil langkah Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE).
Artinya, pengusaha ternak babi baik dalam skala besar atau kecil agar selalu berkoordinasi dengan Distan Buleleng atau pada masing-masing Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) di setiap kecamatan.
“Jika terjadi hal seperti ini lagi dapat di komunikasikan lebih lanjut sehingga tidak sampai terjadi kematian dalam skala besar” kata Sumiarta.
Sebelum kejadian kematian ternak babi, dari pihak perusahaan mengaku sempat membeli bibit babi dari luar daerah Buleleng. Setelah dipelihara, babi-babi itu tersebut mengalami proses adaptasi seperti halnya pengenalan pakan dan kondisi kandang. Dalam proses situ, ternyata babi tersebut mengalami diare, dan tidak nafsu makan sehingga mengalami kematian.
Kematian babi milik perusahaan PT ABS tersebut terjadi secara bertahap mulai dari Bulan Januari hingga April. Dari empat bulan itu, total ada kematian 400-an ekor babi dari total 1300 ekor babi yang dimiliki perusahaan tersebut. Sementara, sisa babi telah di jual karena kondisinya dinyatakan masih layak untuk dikonsumsi
“Kematian babi itu diindikasikan dengan virus Hog Kolera atau dikenal dengan Classical Swine Fever (CSF)”. Sekarang di kandang sudah tidak ada babi yang dipelihara karena dari pihak perusahaan masih takut terjadi seperti kejadian bulan kemarin,” jelas Sumiarta.
Hingga saat ini, sesuai dengan monitoring rutin yang dilakukan Distan Buleleng belum ada laporan kematian lagi dari peternak babi baik skala besar dan skala kecil.
“Ternak babi Bali yang merupakan sektor andalan dalam penjualan keluar daerah. Jangan hanya karena penyakit ini menjadikan pengiriman dalam daerah atau keluar bisa terhambat,” ungkapnya.
Kepala Pelaksana PT ABS, Made Suyasa pun membantah informasi mengenai jumlah babi yang mati di perusahaannya mencapai ribuan ekor. Jumlah tersebut menurutnya jika dihitung total babi yang ada di Kubutambahan.
“Bukan di kandang kami saja, mungkin di peternak tradisional juga. Takutnya ini jadi preseden buruk untuk peternak di bawah,” ujar Suyasa.
Penyebab kematian babi tersebut, berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan dokter hewan perusahaan disebabkan karena virus HC (Hog Colera) serta perubahan cuaca.
Bangkai babi yang mati tersebut langsung dikremasi sesuai dengan prosedur dari Dinas Peternakan. Tujuannya untuk mematikan virus yang ada di bangkai babi. Lokasi pembakaran bangkai, di tempat khusus yang masih satu area dengan lokasi kandang.
Saat ini kandang dikosongkan sementara hingga dua bulan ke depan. Pihak perusahaan juga enggan menyebutkan nominal kerugian perushaan yang ditimbulkan akibat kematian babi-babi tersebut. |ET|