Singaraja, koranbuleleng.com | Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng mulai mengeksekusi putusan perkara korupsi Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Adat Anturan dengan terpidana mantan Ketua LPD Nyoman Arta Wirawan. Jaksa telah menyita uang tunai Rp 661 juta serta sejumlah aset LPD dalam proses penyidikan sebelumnya.
Atas kondisi itu, pengurus LPD Anturan yang baru pun meminta agar aset-aset yang telah disita agar bisa dikembalikan ke kas LPD.
Penjabat Sementara (Pjs) Ketua LPD Anturan, Ketut Darmita mengatakan, LPD Anturan saat ini sudah beroperasi kembali dengan pengurus baru yang dibentuk. Pengurus mulai memungut kredit macet ke nasabah dan mengumpulkan data deposito serta nilai kredit yang beredar di masyarakat.
“Sudah mulai berjalan. Kami dengan pengurus baru sudah melakukan verifikasi dan rekap ke lapangan” kata Darmita, Selasa 12 Desember 2023.
Dia menambahakan, pengembalian aset yang telah disita kejaksaan nantinya akan bisa membantu memulihkan keuangan LPD, termasuk membayar uang para deposan.
“Kami masih koordinasi terus, terkait petunjuk dan apa yang kami lakukan selanjutnya,” imbuhnya
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Buleleng, Bambang Suparyanto menyampaikan, dalam kasus ini putusan banding Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar terhadap Arta Wirawan memvonis penjara 12 tahun dan denda sebesar Rp 800 juta subsider 1 tahun 4 bulan penjara, serta uang pengganti sebesar Rp 151 miliar subsider 3 tahun. Arta Wirawan sempat mengajukan kasasi putusan itu ke Mahkamah Agung namun ditolak.
Dengan demikian putusan perkara korupsi LPD Anturan itu telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Dia menyebut, eksekusi uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 151 miliar dilakukan bertahap. Jaksa masih menginventarisasi sejumlah barang bukti yang dikumpulkan saat tahap penyidikan, yakni berupa uang tunai Rp 661.269.556, ratusan serifikat hak milik (SHM) tanah atas nama terpidana Arta Wirawan, dan satu unit mobil.
Adapun uang tunai sejumlah Rp 661 juta yang disita jaksa juga didapatkan saat proses penyidikan berlangsung.
“Sesuai ketentuan, kami harus memulihkan kerugian negara 151 miliar itu yang dikenakan pada terpidana. Dalam penyidikan kami menyita 661 juta, uang itu menjadi salah satu bagian pengurangan yang Rp151 miliar,” jelasnya.
Bambang menambahakan, tidak ada batas waktu untuk jaksa melakukan eksekusi uang pengganti. Jika terpidana tidak mampu membayar uang pengganti, jaksa dapat melakukan penyitaan harta benda terpidana untuk dilelang menutupi uang pengganti sebagai kerugian negara.
“Saat ini jaksa masih fokus menghitung nilai akumulasi pada SHM yang disita. Jaksa juga akan melacak aset-aset lain di luar yang telah disita. Sehingga mana yang nantin di kembalikan mana yang masuk ke kas negara bisa ditentukan”pungkasnya.(*)