Singaraja, koranbuleleng.com| Di usia ke-81 tahun, Made Tawa berhasil menyelesaikan studinya di Program Studi Ilmu Komunikasi Hindu, STAH Negeri Mpu Kuturan. Wisudawan tertua ini menuntaskan kuliahnya dalam waktu lima tahun dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,35 dan meraih predikat memuaskan.
Made Tawa, seorang pensiunan pegawai Telkom Denpasar, memantapkan hatinya untuk kembali ke bangku kuliah meski usianya tidak lagi muda. Keputusannya ini didukung penuh oleh istri tercinta, Ni Ketut Winasih, serta anak dan menantunya. Semangat besar Made Tawa tidak surut meskipun ia harus menghadapi berbagai keterbatasan fisik.
Di sela-sela kesibukannya, Made Tawa berhasil menyusun skripsi berjudul “Analisis Dampak Pelatihan Customer Service dengan Pendekatan Jendela Johari terhadap Kualitas Komunikasi Interpersonal dan Kepuasan Pelanggan di PT Telkom”. Karya ilmiah ini mengkaji dampak pelatihan customer service terhadap kualitas komunikasi interpersonal dan kepuasan pelanggan dengan pendekatan Jendela Johari, sebuah model psikologi yang sering digunakan dalam komunikasi.
Prestasi Made Tawa tidak hanya menjadi kebanggaan bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi keluarga besarnya. Ia adalah ayah dari 10 anak, kakek dari 40 cucu, dan bahkan sudah memiliki seorang cicit. Dengan latar belakang keluarga yang besar, pencapaian akademis ini semakin bermakna.
“Kuliah di usia lanjut memberikan tantangan tersendiri, namun saya yakin bahwa belajar tidak mengenal usia. Dukungan dari keluarga menjadi motivasi terbesar saya untuk menyelesaikan pendidikan ini,” ujar Made Tawa dengan penuh semangat.
Pria asal Kelurahan Penarukan, Kecamatan/Kabupaten Buleleng ini memutuskan untuk melanjutkan pendidikan S1-nya pada tahun 2019 lalu. Dalam perjalanan menjelang akhir pendidikan dia sempat terserang stroke ringan. Bahkan saat ujian proposal, dia dipapah anaknya dan dosen pembimbingnya masuk ke ruang ujian.
“Kenapa saya masih semangat untuk kulah, saya ingin memberi contoh pada anak saya. Dan memang mereka semuanya sudah menuntaskan kuliahnya, bahkan ada juga yang sudah S2,” kata Tawa.
Setelah mendapat gelar S.I.Kom, Tawa berencana akan melanjutkan kuliah S2. Dia berencana akan mengambil jurusan yang mempelajari banyak teologi Hindu. Hal ini disebutnya untuk memperdalam lagi ilmu agama di usia sepuh.
“Saya sudah berjanji pada diri sendiri, kalau Tuhan memberi izin saya umur panjang, saya akan lanjut ke S2,” tutur Tawa.
Kedatangannya ke Gedung Kesenian Gde Manik untuk mengikuti proses Wisuda pada Kamis 30 Mei 2024 ditemani putra keduanya Made Guna Setiawan. Ia menuturkan bahwasanya menuntaskan kuliah S1 merupakan keinginan dari Ayahnya sendiri, dan mendapat dukungan penuh dari keluarga.
“Memang dari bapak yang mau kuliah, dan kami hanya bisa mendukung mencarikan bahan kuliah dan juga mengantarkan ke kampus. Karena memang bapak tidak kami ijinkan mengendari kendaraan. Kalau soal rencana lanjut ke S2 kami mendukung saja, mudah-mudahan bapak bisa sehat untuk mewujudkannya,” singkat Guna Setiawan.
Ketua STAH Negeri Mpu Kuturan, Prof. Dr. I Gede Suwindia, M.A, mengungkapkan rasa bangganya terhadap pencapaian Made Tawa. “Beliau adalah inspirasi bagi kita semua bahwa semangat belajar tidak mengenal batasan usia. Pencapaian ini menunjukkan bahwa dengan tekad yang kuat, segala sesuatu bisa diraih,” ujar Suwindia.
Kisah Made Tawa menjadi inspirasi bagi banyak orang, membuktikan bahwa semangat untuk belajar dan berprestasi tidak pernah pudar oleh usia. Wisuda kali ini menjadi momen bersejarah bagi STAH Negeri Mpu Kuturan, dengan Made Tawa sebagai simbol dari dedikasi dan ketekunan dalam meraih ilmu pengetahuan. (*)
Pewarta : Putu Rika Mahardika