Singaraja, koranbuleleng.com| Isu pembangunan bandara baru di Buleleng, masih jadi pemantik yang seksi di setiap perhelatan politik, termasuk Pilkada Buleleng 2024. Di sosial media, isu ini ramai berseliweran dan penuh perbedaan pandangan. Di tengah riuh Pilkada Buleleng, sejumlah bakal calon kepala daerah juga sudah memasang baliho dengan tema pembangunan bandara Buleleng.
Isu yang lagi hits inipun muncul dan jadi perdebatan dalam Diskusi Politik Pilkada Buleleng yang digelar oleh Komunitas Jurnalis Buleleng (KJB), Kamis 27 Juni 2024.
Seorang peserta diskusi, Gusti Putu Agus Putrajaya mengkritisi isu bandara yang dilempar sejumlah kandidat baik melalui baliho maupun sosialmedia. Dia mengatakan, bandara ini hanya gimmick selama ini,tidak menjadi prioritas nyata. Isu ini sudah muncul sejak 2007 sampai 2024, bandara itu hanya wacana belaka. “Saya ingin tahu jika ada bandara, apakah yakin Buleleng maju?, apa ada bandara bisa prioritaskan masyarakat Buleleng kerja di sana?, apakah dengan bandara bisa meningkatkan ekonomi penduduk seluruhnya?.” Tanya dia dalam diskusi.
Dalam kesempatan diskusi itu, Ketua Bapilu Partai Demokrat Bali Dewa Nyoman Sukrawan yang juga bakal calon Bupati Buleleng ini punya pandangan menarik tentang bandara baru. Menurutnya, pembangunan bandara baru di Bali Utara harus memenuhi tiga aspek. Yakni, Pemerintah, Investor dan Masyarakat.
Kewenangan pembangunan bandara di Buleleng, apalagi bertaraf internasional menjadi kewenangan Pemerintah pusatatas rujukan dari Pemerintah daerah. Yang kedua,kata Sukrawan harus ada Investor, dan ketiga masyarakat. Percuma berkoar-koar berencana membangun bandara jika tidak ada Investor. Dan yang terakhir tentu harus ada persetujuan pula dari masyarakat.
“Siapa yang mau berinvestasi karena ini bandara komersil, tidak bandara wajib yang dibangun oleh pemerintah. Karena komersil ini uangnya semua dari investor, semua investor pasti menghitung untung ruginya,” ujarnya.
Sejauh ini, kata Sukrawan isu bandara ini terlalu berlarut-larut dan hanya sekedarmenjadi wacana. Pria yang pernah menjadi Ketua DPRD Buleleng ini mengaku sudah melihat tandatangan pejabat di daerah yang menyetujui rencana pembangunan bandar aitu, namun sampai saat ini, bandar aitu tidak terwujud. “Saya sudah pernah lihat tanda tangan PJ Bupati Buleleng Pak Gunaja, tekenan Agus Suradnyana juga sudah, Mangku Pastika, semua mendukung adanya bandara. Sing masi mragatang lud (tidak juga menyelesaikan apapun)” terang Sukrawan.
Sukrawan pun meminta agar semua pihak memahami kondisi yang ada dan tidak menjadikan pembangunan bandara baru menjadi komoditas politik semata. “Berharap pasti berharap, tapi jangan jadikan prioritas membangun, Masih ada yang lebih penting dari bandara,” katanya.
Namun sebelum diwujudkan, perlu adanya kesiapan isfrakrutktur dan sumber daya manusia (SMD) yang bisa mendukung keberadaan bandara di Bali Utara. Sehingga, dia meminta para bakal calon tidak menawarkan pembangunan bandara menjadi konsumsi politik. “Bagaimana dengan jalan, bagaimana kesiapan SDM kita, itu dulu. Selain itu, pembangunan ini juga tidak bisa disiapkan dalam waktu 2 bulan, ini juga butuh anggaran. Kalau itu sudah ada investor lebih nyaman untuk investasi. Jangan jadikan konsumsi politik untuk mempengaruhi masyarakat. Karena sangat riskan,” ucapnya.
Ditempat yang sama, Tokoh Masyarakat Buleleng, Made Suyasa, juga akang bicara terkait keberadaan kandidat bakal calon Bupati – Wakil Bupati yang menawarkan pembangunan bandara baru itu. Menurutnya, isu tersebut telah dikumandangkan sejak beberapa tahun lalu dan hanya menjadi janji manis. Saat sudah terpilih, hingga kini pembangunan bandara baru itu belum terwujud.
“Kalau urusan bandara itu linier ke atas. Itu Pusat yang punya kewenangan. Lokasinya entah dimana hingga kini belum masyarakat ketahui. Kebanyakan dari calon – calon yang maju di Pilkada hanya omong-omong saja,” katanya.
Disisi lain, Politisi Partai Golkar, Nyoman Sugawa Korry mengatakan isu bandara ini muncul karena linier dengan kebutuhan bandara di Bali. Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai di kabupaten Badung sudah tidak bisa lai dikembangkan karena jalur yang sudah sangat tinggi. Kedatangan wisatawan yang tinggi di Bali menjadi salah satu pemicu kemacetan sehingga harus ada alternatif lain yakni membangun bandara barudi daerahlain di Bali. “Ekonomi Bali ini tergantung dari Pariwisata, dan latar belakang kondisi Bandara di Bali selatan yang sudah sesak itu muncul rencana untuk pembangunan bandara di Bali utara,” kata Sugawa Korry.
Sementara, Kadek Doni Riana berjanji akan mengawal pembangunan bandara di Buleleng jika dipercaya menjadi kepala daerah. “Intinya bahwa bandara ini sebuah kebutuhan dan kita sebagai pemimpin kedepan mengawal bagaimana bandara terealisasi,” ujar Doni Riana.
Sementara, dr.Putra Sedana justru pesimis bandara bisa diwujudkan. Dia mengatakan isu Bandara ini sudah muncul sejak 10 tahun silam, bahkan sudah dimasukkan dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). “Namun dicoret lagi. Kemudian yang terakhir saya dapat informasi dari Dirjen Perhubungan udara, ada 34 bandara internasional yang diturunkan kelasnya jadi bandara domestik. Sedangkan sekarang kita mau bangun bandara internasional. Bandara itu diturunkan statusnya, karena kebanyakan orang Indonesia keluar negeri.” terang dia. (*)