Singaraja, korabuleleng.com| Desa Pangkungparuk, di Kecamatan Seririt, Buleleng, masih saja mengalami krisis air bersih. Krisis air bersih di desa ini terjadi pada puncak kemarau seperti saat ini dan sudah terjadi bertahun-tahun. Desa tersebut pun, kini harus disuplai air bersih oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Buleleng.
Kepala Pelaksana BPBD Buleleng, Putu Ariadi Pribadi mengatakan, penyuplaian air bersih ke desa tersebut, sudah dilalukan sejak beberapa hari terakhir. Pihak desa disebut memohon, agar BPBD bisa menyuplai air bersih hingga Selasa, 27 Agustus 2024.
Namun, tak menutup kemungkinan penyuplaian air bersih disebut akan dilalukan melebihi tanggal tersebut. Mengingat, puncak kemarau akan terjadi pada bulan Agustus-September 2024. Setiap harinya, melakukan penyuplaian air dengan menggunakan tiga tangki dengan kapasitas 15-20 liter.
“Air yang kita suplai itu langsung di simpan di reservoar dan tandon-tandon besar. Sementara dari permohonan desa sampai tanggal 27 Agustus, kalau memang dibutuhkan kita lanjutkan,” ujarnya, Kamis, 22 Agustus 2024.
Ariadi menyebut, krisis air di Desa Pangkungparuk, terjadi akibat sumber mata air yang mengecil akibat musim kemarau. Dari 28 desa yang berpotensi mengalami kekeringan, baru desa tersebut yang melakukan permohonan air bersih.
“Tahun 2024 baru Desa Pangkung paruk saja (suplai air bersih). Dari perkiraan BMKG puncak kemarau Agustus-September. Tapi musim kemarau saat ini basah, artinya masih sempat ada hujan. Berbeda dengan tahun 2023,” kata dia.
Terpisah, Perbekel Pangkungparuk Ni Nyoman Sekarini mengatakan, krisis air bersih di desanya setempat sudah terjadi sejak bulan Juli 2024. Krisis air itu, dirasakan oleh 700 kepala keluarga (KK) di tiga banjar, yakni Banja Laba Amerta, Laba Nangga, dan Banjar Dinas Pangkungparuk.
Meski telah dibantu penyuplaian air oleh BPBD Buleleng. Namun, warga masih harus bergiliran untuk menerima air. Saat ini, air yang disuplai oleh pemerintah itu hanya bisa digunakan untuk memasak dan mandi.
“Suplai sudah dari Juli, tiap hari tiga tangki. Sudah terpenuhi, tapi bergilir 2 hari sekali dapat giliran. Masih di cukup-cukupkan, untuk mandi dan masak saja. Kalau nyiram sudah tidak,” kata dia.
Sekarini menyebut, krisis air bersih ini memang sering terjadi di desanya, terutama saat musim kemarau. Selain sumber air yang mengecil, kurangnya tempat penampungan air (reservoar) juga menjadi penyebab krisis air bersih.
Di desa setempat, saat ini disebut hanya ada dua reservoar. Penampungan air itu, digunakan oleh tujuh dusun dengan total 2.334 KK. Pemerintah desa pun, berencana akan membangun reservoar dan sumur bor untuk mengatasi krisis air di desa setempat.
“Untuk di tahun 2025, saya akan usulkan di programnya di RPJMDes, untuk penambahan penampungan, biar di sana dibuatkan sumur bor menggunakan dana desa. Biar tidak setiap tahun ini aja (krisis air) masalahnya,” ucapnya. (*)
Pewarta: Kadek Yoga Sariada