Bali dikenal sebagai pulau yang sarat dengan tradisi dan budaya. Salah satu kawasan yang menjadi cerminan keaslian tradisi Bali adalah desa-desa Bali Aga. Di antaranya, Tenganan Pegringsingan dan Tenganan Dauh Tukad, dua desa yang memiliki warisan budaya unik namun jarang dibicarakan dalam satu nafas. Walaupun keduanya berasal dari akar yang sama sebagai desa Bali Aga, keunikan masing-masing membuat mereka menarik untuk disimak.
Tenganan Pegringsingan dikenal karena bangunannya yang sepenuhnya tradisional. Seluruh rumah di desa ini mempertahankan bentuk dan struktur kuno, tanpa genteng modern atau dinding beton. “Kami menjaga aturan adat dan tata ruang ini sejak zaman leluhur,” ujar I Wayan Sudarma, seorang tetua adat Tenganan Pegringsingan.

Tata letaknya pun sangat teratur, dengan setiap lokasi memiliki fungsi khusus. Ada area tersendiri untuk aktivitas sosial, upacara adat, dan bahkan kandang hewan. Kejelasan aturan dan keteraturan ini menjadi daya tarik utama Tenganan Pegringsingan sebagai desa wisata.
Di sisi lain, Tenganan Dauh Tukad menunjukkan sedikit adaptasi modernitas. Beberapa rumah di desa ini telah menggunakan genteng dan tembok, meskipun tetap menjaga nuansa tradisional. Tata letaknya lebih menyatu, di mana rumah penduduk, kebun buah lokal Bali, dan kandang hewan seperti kerbau berada dalam satu lokasi. “Kami tidak terlalu kaku soal bangunan, tapi tradisi tetap yang utama,” jelas I Komang Darsana, seorang warga Dauh Tukad. Bahkan, kerbau sering berkeliaran bebas, menciptakan suasana yang lebih alami dan menyatu dengan lingkungan.
Kedua desa memiliki tradisi perang pandan atau mekare-kare, sebuah ritual adat yang menjadi simbol keberanian dan penghormatan. Namun, Tenganan Pegringsingan lebih dikenal luas karena tradisi ini sering dijadikan atraksi wisata.
Sebagai desa yang lebih sering dikunjungi, suasana di Tenganan Pegringsingan terasa lebih hidup dengan kehadiran para wisatawan. Sebaliknya, Tenganan Dauh Tukad menawarkan pengalaman yang lebih intim dan tenang. Tradisi yang sama dilestarikan dengan semangat yang tidak kalah besar, tetapi tanpa gemerlap wisatawan. “Kami ingin tradisi ini tetap menjadi bagian dari kehidupan, bukan sekadar tontonan,” ungkap I Ketut Suryana, seorang perajin di Dauh Tukad.

Di desa ini, pengunjung akan merasa lebih dekat dengan alam, terutama karena pintu masuk desa langsung menyajikan pemandian alami yang menyegarkan. Ini adalah salah satu aspek unik yang membuat Tenganan Dauh Tukad terasa lebih murni dan menyatu dengan lingkungan.
Kedua desa ini memiliki kesamaan dalam suasana: asri dan tenang. Penduduknya hidup dalam harmoni dengan alam, dan udara segar terasa di setiap sudut desa. Namun, jumlah pengunjung di Tenganan Pegringsingan yang lebih banyak membuatnya terasa lebih hidup, sementara Tenganan Dauh Tukad lebih cocok bagi mereka yang mencari kedamaian dan keindahan yang belum banyak tersentuh. “Mungkin Dauh Tukad kurang dikenal, tapi justru itulah yang membuatnya istimewa,” kata seorang wisatawan, Made Lestari, saat mengunjungi desa tersebut.
Meskipun Tenganan Pegringsingan sudah lama dikenal wisatawan, Tenganan Dauh Tukad memiliki potensi besar untuk menarik perhatian. Tradisi, pemandangan alam, dan suasana yang lebih bersahaja menjadikannya destinasi yang ideal bagi mereka yang ingin menikmati sisi Bali yang berbeda. Perpaduan antara tradisionalitas dan alam yang menyatu adalah daya tarik utama yang patut diperkenalkan kepada dunia.
Tenganan Pegringsingan dan Tenganan Dauh Tukad adalah dua permata Bali Aga yang mencerminkan keberagaman dalam tradisi dan cara hidup. Keduanya menyuguhkan keunikan masing-masing tanpa kehilangan esensi budaya Bali Aga. Dalam memilih untuk mengunjungi salah satunya, pengunjung sebenarnya tidak sedang membandingkan, melainkan menjelajahi dua sisi keindahan Bali yang berbeda namun tetap harmonis. (*)
Penulis : Ni Luh Putu Verunia Kamalini
Tulisan ini disiarkan untuk kepentingan tugas-tugas kemahasiswan dari dari Program studi Pendidikan bahasa dan Sastra Indonesia, Unidksha. Newsroom kami terbuka untuk menerima tulisan dari mahasiswa perguruan tinggi dalambentuk opini, reportase,maupun esai untuk kepentingan pembelajaran jurnalistik dan pemajuan literasi.