Singaraja, koranbuleleng.com | Museum Buleleng kembali memperkaya koleksinya dengan tiga benda bersejarah yang diterima dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Denpasar. Ketiga artefak ini kini menjadi bagian dari warisan budaya yang tersimpan rapi di Museum Buleleng, Jalan Veteran, Kelurahan Paket Agung, Kabupaten Buleleng.
Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng, Nyoman Wisandika, mengungkapkan bahwa ketiga spesimen arkeologi ini ditemukan di dua desa, yakni Desa Pangkungparuk, Kecamatan Seririt, dan Desa Pacung, Kecamatan Tejakula. Koleksi baru tersebut terdiri dari satu priuk dan paso yang berasal dari Desa Pangkungparuk serta lima kantong paket manik-manik yang ditemukan di Desa Pacung.

“Kemarin sudah diserahterimakan dari BRIN di Denpasar. Ada tiga spesimen arkeologi dari Buleleng, Desa Pangkungparuk ada dua, satu priuk dan paso. Kemudian dari Desa Pacung, berupa manik-manik lima kantong,” ujar Wisandika, Minggu, 9 Maret 2025.
Meskipun waktu pasti penemuan dan periode asal benda-benda ini belum dapat dipastikan, Wisandika menegaskan bahwa tugas utama pihaknya adalah menerima dan merawat benda-benda bersejarah tersebut. “Itu penelitian dari Balar (Balai Arkeologi), bukan dari kita. Sekarang disimpan, dirawat, dan ditempatkan di Museum Buleleng dalam kotak kaca,” tambahnya.
Menjunjung tinggi kearifan lokal, benda-benda ini terlebih dahulu menjalani prosesi upacara sebelum ditempatkan di museum. Upacara ini merupakan bentuk penghormatan terhadap nilai sejarah dan spiritualitas yang melekat pada benda-benda tersebut. “Kalau barang arkeologi, waktu pertama kita upacarai karena benda bernilai. Kita tidak boleh sembarangan, ini mau kita upacarai juga,” ungkap Wisandika.
Dengan adanya tambahan koleksi ini, Museum Buleleng semakin mengukuhkan perannya sebagai penjaga warisan sejarah Bali Utara. Masyarakat dan pengunjung kini memiliki kesempatan lebih luas untuk mengenal peninggalan leluhur yang mencerminkan kejayaan peradaban masa lampau.


Sejarah dan Koleksi Museum Buleleng
Museum Buleleng diresmikan pada 21 Desember 2001 oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata saat itu, I Gede Ardika. Namun, museum ini mulai beroperasi penuh pada 30 Maret 2002, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Kota Singaraja ke-398. Pendirian museum ini merupakan hasil gagasan dari budayawan dan seniman yang tergabung dalam Yayasan Pelestarian Warisan Budaya Bali Utara.
Museum Buleleng menyimpan berbagai koleksi benda purbakala dan warisan budaya yang mencerminkan sejarah serta kearifan lokal Buleleng. Beberapa koleksi utamanya meliputi:
- Benda Purbakala: Museum ini memiliki koleksi sarkofagus, patung, dan senjata tradisional yang berasal dari masa lampau, memberikan gambaran tentang kehidupan dan kepercayaan masyarakat Buleleng pada masa itu.
- Warisan Kerajaan Buleleng: Terdapat barang-barang pribadi dan keluarga milik Raja Buleleng, Ki Gusti Anglurah Panji Sakti, serta sumbangan dari generasi penerusnya, yang menampilkan kejayaan dan sejarah kerajaan tersebut.
- Benda Kesenian: Museum ini juga mengoleksi berbagai benda kesenian seperti lukisan, kain tradisional, kerajinan emas dan perak, yang mencerminkan kekayaan budaya dan seni masyarakat Bali Utara.
- Alat Kehidupan Sehari-hari: Koleksi alat pertanian dan peralatan nelayan tradisional memberikan wawasan tentang kehidupan sehari-hari masyarakat Buleleng di masa lalu.
- Naskah Lontar dan Buku Kuno: Museum Buleleng juga menyimpan berbagai naskah lontar dan buku tua yang memuat beragam ilmu pengetahuan, mulai dari ajaran spiritual, pengobatan tradisional, hingga sejarah kerajaan di Bali.
Gedong Kirtya: Pusat Pelestarian Naskah Lontar di Buleleng
Selain Museum Buleleng, Singaraja juga memiliki Gedong Kirtya, yang merupakan satu-satunya museum lontar di dunia. Gedong Kirtya didirikan pada 2 Juni 1928 sebagai hasil kolaborasi antara beberapa tokoh penting. Gagasan awal pendirian perpustakaan lontar ini diprakarsai oleh Dr. H.N. van der Tuuk, seorang ahli bahasa dan sejarawan Belanda yang memiliki minat mendalam terhadap budaya dan sastra Bali. Setelah kepergiannya, inisiatif ini dilanjutkan oleh L.J.J. Caron, seorang Residen Bali dan Lombok pada masa itu, yang berperan signifikan dalam pembangunan Gedong Kirtya. Selain itu, peran serta tokoh lokal seperti Raja Buleleng saat itu, I Gusti Putu Djelantik, juga sangat penting dalam pendirian museum ini.
Pada awalnya, lembaga ini bernama “Kirtya Liefrinck Van der Tuuk” sebagai penghormatan kepada F.A. Liefrinck dan Dr. H.N. van der Tuuk atas kontribusi mereka dalam penelitian budaya Bali. Sejak berdiri, Gedong Kirtya telah menjadi pusat dokumentasi dan pelestarian literasi klasik Bali, menarik perhatian para peneliti dan akademisi dari berbagai belahan dunia.

Gedong Kirtya menyimpan ribuan koleksi lontar yang ditulis dalam berbagai aksara, seperti aksara Bali, Jawa Kuno, dan Sanskerta. Lontar-lontar ini memuat berbagai aspek kehidupan, mulai dari hukum adat, seni, budaya, hingga pengobatan tradisional. Selain lontar, Gedong Kirtya juga memiliki koleksi buku-buku kuno yang mencerminkan perjalanan intelektual masyarakat Bali sejak zaman kerajaan hingga masa kolonial.
Gedong Kirtya di Singaraja, Bali, telah lama menjadi pusat penelitian bagi akademisi dari berbagai belahan dunia. Perpustakaan ini menyimpan ribuan naskah lontar dan buku-buku kuno yang memuat pengetahuan berharga tentang budaya dan sejarah Bali. Koleksi ini menarik minat peneliti internasional yang ingin mempelajari warisan intelektual Bali.
Beberapa perguruan tinggi internasional telah mengunjungi Gedong Kirtya untuk keperluan akademik. Sebagai pusat literasi klasik, Gedong Kirtya berperan penting dalam pelestarian warisan intelektual Bali. Pengunjung dapat melihat langsung proses pembuatan dan pelestarian lontar serta membaca terjemahan isi lontar yang telah dikonservasi.
Pada 3 Maret 2025, Gedong Kirtya menerima kunjungan dari Dr. Shashi Bala, seorang akademisi terkemuka dari India. Kunjungan ini bertujuan untuk meneliti koleksi naskah lontar dan membangun kerja sama akademis dalam bidang pelestarian warisan intelektual. Dr. Shashi Bala menunjukkan ketertarikan mendalam terhadap upaya pelestarian dan digitalisasi naskah-naskah tersebut serta berdiskusi dengan staf Gedong Kirtya mengenai kemungkinan kolaborasi penelitian antara Indonesia dan India.
Misalnya, pada 27 Februari 2025, sebanyak 215 wisatawan asing dari kapal pesiar MV Anthem of The Seas mengunjungi museum ini, menunjukkan minat global terhadap koleksi yang dimiliki.
Beragam Latar Belakang Pengunjung Museum Buleleng
Museum Buleleng tidak hanya menjadi tujuan wisata bagi pelancong domestik dan mancanegara, tetapi juga menarik minat dari berbagai kalangan. Para akademisi, sejarawan, arkeolog, dan mahasiswa kerap datang untuk melakukan penelitian terhadap koleksi yang ada. Selain itu, museum ini sering dikunjungi oleh pelajar sekolah yang ingin memperdalam pemahaman mereka tentang sejarah dan budaya Buleleng.

Pemerhati budaya, seniman, serta budayawan juga menjadikan Museum Buleleng sebagai sumber inspirasi dalam upaya pelestarian warisan leluhur. Selain itu, masyarakat adat dan tokoh spiritual kerap datang untuk melakukan ritual atau sekadar menghormati benda-benda pusaka yang tersimpan di museum.
Dengan koleksi yang kaya dan beragam, baik Museum Buleleng maupun Gedong Kirtya tidak hanya menjadi tempat penyimpanan artefak bersejarah, tetapi juga pusat edukasi dan pelestarian budaya bagi generasi mendatang. (*)
Pewarta :Kadek Yoga Sariada