Singaraja, koranbuleleng.com | Bupati Buleleng, dr. I Nyoman Sutjidra bersama Wakil Bupati Gede Supriatna, dengan penuh semangat memimpin panen jagung varietas Arumba di bawah cuaca yang cerah pada Sabtu pagi, 15 Maret 2025. Turut hadir dalam kegiatan ini, Kapolres Buleleng, AKBP Ida Bagus Widwan Sutadi, yang ikut serta dalam panen perdana ini.
Jagung Arumba mulai dibudidayakan di Buleleng, khususnya di lahan terpadu Kelurahan Banyuasri yang dikelola oleh Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng. Varietas ini dikenal sebagai jagung ketan karena teksturnya yang pulen saat direbus.

Jagung Arumba yang ditanam di lahan ini tampak tumbuh subur. Saat panen, tingginya mencapai kurang lebih 160 sentimeter dengan panjang tongkol jagung sudah mencapai 18 sentimeter. Masa panennya pun lebih singkat dibanding varietas lain, hanya memerlukan 60 hari sejak tanam hingga panen.
Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng menanam jagung Arumba di lahan seluas 1 hektare, namun panen kali ini baru dilakukan di area seluas 40 are. Sebelum proses panen dimulai, beberapa pejabat tampak menikmati jagung rebus hasil panen perdana.



Kepala Dinas Pertanian Buleleng, Gede Melandrat, menjelaskan bahwa jagung Arumba sebelumnya telah sukses dikembangkan oleh petani di Kecamatan Gerokgak. Faktor utama keberhasilannya adalah karena tanaman ini tidak membutuhkan banyak air untuk tumbuh.
“Selain rasa, waktu panen hanya 2 bulan atau 60 hari. Jadi tentu produksi bisa mencapai 5 kali tanam dalam setahun. Ini sangat efisien dibandingkan varietas lain yang membutuhkan waktu lebih lama, bahkan jagung lokal bisa sampai 6 bulan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Melandrat menambahkan bahwa jagung Arumba memiliki kualitas unggul dan pasar yang terbuka lebar. Bahkan, petani di Buleleng rutin mengirim hasil panen jagung Arumba ke Madura, membuktikan permintaan yang tinggi terhadap varietas ini.

Dinas Pertanian Buleleng mulai menanam jagung Arumba pada 15 Januari 2025. Selain unggul dalam kualitas, perkebunan jagung ini juga memungkinkan sistem tumpang sari, yakni penanaman cabai di sela-sela tanaman jagung. Dengan strategi ini, ketersediaan cabai di Buleleng dapat tetap stabil dan mengurangi potensi inflasi akibat ketergantungan terhadap satu jenis komoditas.
“Jangan sampai karena kita terlalu fokus pada gabah dan jagung, terjadi inflasi pada tanaman lain. Kita tumpangsarikan dengan cabai,” tambah Melandrat.
Produksi jagung di Buleleng pada tahun 2024 tercatat mencapai lebih dari 35 ribu ton. Untuk meningkatkan nilai jual, dinas akan membuat kemasan lebih menarik, mengingat jagung ini dipanen dalam kondisi muda.
“Karena ini produk jagung muda, kemasannya kita buat lebih menarik. Kita gunakan kertas agar jagung bertahan lama. Harganya pun terjangkau, tiga biji seharga Rp5.000, tidak pakai kiloan,” kata Melandrat.



Buleleng Menuju Kemandirian Pangan
Bupati Buleleng, dr. I Nyoman Sutjidra, berharap panen ini dapat mendorong petani untuk semakin giat menanam jagung sebagai bagian dari program ketahanan pangan nasional dan kemandirian pangan di Buleleng.
“Ini termasuk salah satu program kita di bidang pangan. Bagaimana kemandirian pangan kita lakukan, dengan memanfaatkan lahan-lahan kritis di Buleleng. Selain padi, juga jagung ini,” ujarnya.
Ke depan, lahan pertanian ini akan dikembangkan menjadi kawasan pertanian terintegrasi. Lokasi ini tidak hanya menjadi sentra pertanian, tetapi juga sebagai sarana edukasi bagi petani dan subak di Buleleng. Selain itu, di area ini juga akan dikembangkan sektor perikanan, mengingat lokasinya yang berdekatan dengan Tukad Banyumala.
“Jadi lahan pertanian terintegrasi. Perikanan masuk, perkebunan, pertanian. Di sini ada sungai yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan bidang perikanan, seperti budidaya ikan dan rekreasi lomba mancing. Kita manfaatkan seoptimal mungkin,” kata Sutjidra. (*)
Pewarta : Kadek Yoga Sariada