Dramatis! Warga Buleleng Korban TPPO di Myanmar Akhirnya Pulang, Ungkap Siksaan Mengerikan

Singaraja,koranbuleleng.com | Kadek Agus Ariawan, 37 tahun, akhirnya bisa berkumpul kembali dengan keluarganya di Kelurahan Liligundi, Kecamatan/Kabupaten Buleleng. Ia berhasil dipulangkan setelah menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar.

Raut kebahagiaan terpancar dari wajah keluarganya saat menyambut kepulangannya. Meski demikian, trauma mendalam masih membekas di benak Agus Ariawan. Dengan suara bergetar, ia mengisahkan pengalaman pahit yang dialaminya di Myanmar.

Perjalanan Menuju Perangkap

- Advertisement -

Agus Ariawan berangkat dari Bali bersama Nengah Sunaria, 35 tahun, warga Desa Jinengdalem, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, pada 5 Agustus 2024. Mereka bertemu dengan lima orang lainnya di Jakarta sebelum terbang ke Thailand. Dari sana, mereka menempuh perjalanan darat menuju perbatasan Myanmar.

Sejak di Thailand, Agus Ariawan sudah merasa ada yang tidak beres. Perjalanan yang seharusnya hanya tiga jam malah berlangsung hingga lima jam. Kecurigaan semakin menguat ketika kendaraan yang mereka tumpangi justru mengarah ke perbatasan Myanmar.

“Saya melihat paspor saya dicap oleh petugas Imigrasi. Saya sempat bertanya, tapi mereka tidak memahami bahasa Inggris,” ungkapnya.

Sesampainya di perbatasan, mereka diangkut menggunakan sampan untuk menyeberangi sungai. Di sepanjang perjalanan, mereka melihat pasukan bersenjata menjaga portal perbatasan.

- Advertisement -

“Saya melihat ada portal—dijaga petugas bersenjata. Tidak bisa melawan, tidak bisa berkutik. Ikuti sampai portal ketiga penjagaan, naik mobil. Hanya bisa pasrah, dijadikan budak atau tentara. Mau tidak mau ikuti arus,” ujarnya saat ditemui di rumahnya, Minggu, 22 Maret 2025.

Diperbudak dan Disiksa

Setibanya di perusahaan, Agus Ariawan sempat menolak bekerja selama seminggu. Namun, ia langsung menerima ancaman pembunuhan dan siksaan brutal. Akhirnya, ia terpaksa bekerja setelah dibujuk oleh teman-temannya.

Di tempat yang disebut KK Park, ia dipaksa menjadi scammer yang menipu korban dari berbagai negara, seperti Iran, Turki, hingga Rusia. Jika tidak mencapai target, hukuman sadis menanti—disekap, dipukuli, disetrum, hingga dicambuk.

“Kami bekerja hingga 16 jam sehari, dari jam 4 sore sampai jam 8 atau 10 pagi. Tanpa gaji, hanya diberi makan secukupnya untuk bertahan hidup,” ujarnya.

Di lokasi itu, ada sekitar 50 Warga Negara Indonesia (WNI) yang dipaksa bekerja. Beberapa di antaranya mengalami gangguan jiwa karena tekanan dan siksaan yang luar biasa. Bahkan, ada yang mencoba bunuh diri.

Pelarian yang Menegangkan

Setelah berbulan-bulan mengalami penyiksaan, Agus Ariawan dan Nengah Sunaria akhirnya nekat melarikan diri pada 16 Februari 2025. Namun, pelarian mereka tidak mudah. Mereka sempat tertangkap oleh petugas keamanan perusahaan dan ditodong senapan AK-47.

“Saat itu kami sempat tertangkap petugas keamanan perusahaan. Diancam dibawa masuk dan ditodong senapan AK-47. Beruntung ada tentara DKBA (Demokratik Buddha Karen), kelompok pemberontak,” ujarnya.

Tentara DKBA membantu mereka melarikan diri dan membawa mereka ke kamp rehabilitasi di wilayah konflik Myanmar. Setelah menjalani perawatan selama tiga minggu, mereka dipindahkan ke penampungan kedua pada 1 Maret 2025 dan bertemu dengan petugas Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon.

Setelah proses verifikasi, Agus Ariawan dan ratusan korban TPPO lainnya dievakuasi dari wilayah konflik Myawaddy, Myanmar ke perbatasan Thailand. Mereka menempuh perjalanan darat selama sembilan jam hingga tiba di Bandara Don Mueang, Bangkok. Dari sana, mereka diterbangkan ke Jakarta pada 19 Maret 2025.

Di Jakarta, Agus Ariawan menjalani pemeriksaan oleh Interpol dan Bareskrim Polri selama tiga hari sebelum akhirnya dipulangkan ke Bali pada 21 Maret 2025.

Meski sudah berkumpul dengan keluarga, trauma akibat penyiksaan masih menghantuinya. Suara listrik atau bentakan keras sering kali membangkitkan kembali ingatan buruknya.

Atas kejadian ini, ia mengingatkan masyarakat agar tidak mudah percaya pada tawaran pekerjaan di luar negeri melalui media sosial atau agen tidak resmi. Ia juga berharap agar pelaku penyalur kerja ilegal ini segera ditangkap.

“Pekerjaannya ternyata tidak sesuai dan justru dieksploitasi dengan nyawa sebagai taruhannya. Saya harap penyalurnya segera bisa ditangkap, agar jera,” tegasnya. (*)

Pewarta :Kadek Yoga Sariada

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts