Singaraja,koranbuleleng.com | Puncak malam apresiasi seni dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-421 Kota Singaraja ditutup semarak oleh penampilan memukau dua Sekaa Gong legendaris di RTH Taman Bung Karno, Selasa 8 April. Sekaa Gong Eka Wakya dari Banjar Paketan dan Sekaa Gong Giri Kusuma dari Desa Bontihing berhasil menyulut decak kagum penonton dengan sajian tabuh dan tari klasik bernilai budaya tinggi.
Sekretaris Sekaa Gong Eka Wakya, Gede Arya Septiawan, menyampaikan bahwa mereka menampilkan dua karya unggulan: Tabuh Kreasi Dwikora dan Tari Gelatik. Keduanya bukan sekadar pertunjukan seni, tetapi juga media pewarisan sejarah dan nilai-nilai luhur.

“Tabuh ini menggambarkan semangat perjuangan rakyat Indonesia pada masa Dwikora. Diciptakan kembali oleh Mayor (Purn) TNI AD I Gusti Agung Made Kertha pada 1964, karya ini dulu dipentaskan di Istana Tampaksiring,” jelas Gede Arya.

Sementara Tari Gelatik yang diciptakan pada tahun 1987, menjadi bentuk kampanye pelestarian lingkungan. Tari ini mengangkat isu kelangkaan burung gelatik akibat eksploitasi berlebihan. “Lewat tarian ini, kami mengajak masyarakat untuk mencintai alam dan menjaga satwa,” tambahnya.
Gede Arya pun mengapresiasi perhatian pemerintah terhadap seniman lokal. Ia menyebut Gong Kebyar Paketan yang telah eksis sejak 1906, masih tetap semangat berkarya. “Kami senang bisa menunjukkan keahlian kami, meski usia tak lagi muda. Semangat para seniman senior tetap menyala,” ujarnya penuh kebanggaan.
Dari sisi timur Buleleng, Sekaa Gong Giri Kusuma turut mempersembahkan dua karya khas Bontihing: Tari Kekelik dan Tabuh Pudak Sumekar. Putu Sudiarsa, koordinator sekaa, menyebut karya ini lahir dari inspirasi alam dan filosofi mendalam.

“Tabuh Pudak Sumekar diciptakan oleh Made Keranca tahun 1966. Tumbuhan pandan, bunga pudak, suara burung, dan air pemandian di sekitar Pura Beji menjadi sumber inspirasinya,” terangnya.

Tari Kekelik sendiri menggambarkan perjuangan burung-burung kecil melawan seekor burung besar yang angkuh. “Filosofinya, kalau kita bersatu, apapun bisa kita lewati. Ini selaras dengan misi kami bahwa kebersamaan adalah kekuatan,” ucap Putu Sudiarsa.
Ia pun mengucapkan terima kasih atas fasilitas dan ruang berekspresi yang diberikan pemerintah. “Kami masyarakat kecil sangat bersyukur bisa tampil dan didengar,” ungkapnya.
Malam terakhir HUT Kota Singaraja ini juga semakin meriah dengan kolaborasi Bondres Buleleng dari Rare Kual, Nong-Nong Kling, hingga Dwi Mekar. Penampilan mereka sukses menghadirkan gelak tawa dan edukasi dalam balutan budaya lokal yang kental. Puncak penutupan seremonial ulangtahun Singaraja ditandai dengan pesta kembang api.
Tak hanya itu, panggung seni di RTH Taman Bung Karno turut diguncang penampilan musik energik dari Janu Band dan Lolot. Kehadiran mereka membangkitkan semangat kebersamaan warga dan menutup malam seni dengan rasa bangga sebagai bagian dari Singaraja. (*)
Pewarta : I Putu Nova Anita Putra