Singaraja, koranbuleleng.com | Suasana sakral dan penuh semangat menyelimuti kawasan Pura Subak Desa Adat Sangsit Dangin Yeh, Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan, Minggu, 13 April 2025 pagi. Ratusan warga krama adat berkumpul sejak fajar untuk mempersiapkan Sarad Agung, simbol suci berbentuk garuda atau paksi, sebagai bagian dari rangkaian upacara Ngusaba Bukakak.
Di tengah kesibukan, tampak krama merakit bambu, mempersiapkan daun enau, dan menyusun berbagai perlengkapan upacara. Hanya krama Pasek Badulu yang diperkenankan merakit Sarad Agung ini. Tradisi ini dilakukan dengan penuh kekhidmatan setelah sebelumnya memohon ijin spiritual melalui upacara piuning kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Di balik keindahan bentuknya, Sarad Agung menyimpan makna spiritual yang mendalam. Bagian dalamnya diisi berbagai sarana upacara, termasuk seekor babi bertaring yang telah dipanggang, dengan ketentuan bagian dada harus matang dan punggung dibiarkan mentah sebagai simbol keseimbangan alam.
Selesainya pembuatan Sarad ditandai dengan kedatangan ratusan krama berpakaian adat putih dan kemben merah, bersiap untuk mengusung Sarad Agung dalam prosesi melancaran ke pura-pura yang telah ditentukan. Sementara itu, para pemuda setempat mengenakan busana khas putih dengan kemben kuning, khusus untuk mengusung Sarad Alit. Menariknya, wajah para pemuda dan pemudi dipoles warna-warni, menjadi pemandangan yang memikat dan penuh semangat di tengah suasana religius.
Sebelum melancaran dimulai, para pengusung terlebih dahulu menjalani ritual mejaya-jaya di Pura Pancoran Emas dan Pura Gunung Sekar. Mereka memohon kekuatan lahir dan batin dalam menjalani prosesi ini. “Kalau sudah mejaya-jaya tidak boleh mandi dan cuci muka. Nanti kekuatannya bisa hilang,” ujar Ketua Panitia Ngusaba Bukakak, Wayan Sunarsa.
Sekitar pukul 12.50 Wita, usai melakukan persembahyangan di Pura Gunung Sekar yang berada sekitar 100 meter lebih tinggi dari Pura Subak, puluhan warga terlihat berlari turun gunung dengan semangat membara. Mereka kembali ke Pura Subak untuk mengusung Sarad Agung, simbol linggih Dewa Wisnu, menuju tempat melancaran.

Tahun ini, lokasi yang dituju adalah Pura Kaja Desa Adat Sangsit Dauh Yeh, berjarak sekitar dua kilometer. Lokasi melancaran ini bukan ditentukan sembarangan, melainkan hasil dari proses nunas petunjuk kepada Ida Batara Mutering Jagad Sesuhunan di Pura Gunung Sekar.
“Dulu melancaran bisa sampai ke Pura Bale Agung, ke Pengastulan, Labuan Aji, ke Menyali juga pernah. Lokasi yang dikunjungi memang tidak bisa diatur, itu berdasarkan nunas petunjuk kemana memargi Bukakaknya,” kata Sunarsa.
Dalam inti tradisi Ngusaba Bukakak, krama desa adat memohon tirta suci yang nantinya dipercikkan ke sawah, kebun, dan pekarangan rumah. Tujuannya adalah memohon keberkahan, kesuburan tanah, dan hasil pertanian yang melimpah. Tradisi ini dilaksanakan dua tahun sekali, tepat pada Purwaning Sasih Kedasa.
Namun, berdasarkan hasil paruman desa, pelaksanaan Ngusaba Bukakak ke depan akan dikembalikan ke konsep awal: Purnama Dista, dengan sistem pembiayaan gabungan dari krama Subak dan krama Gede.
“Dulu pelaksanaan bukakak tabrakan dengan Pemilu, makanya dimajukan ke Purnama Kedasa. Sekarang akan dikembalikan ke Purnama Dista,” ucap Sunarsa.(*)
Pewarta: Kadek Yoga Sariada