- Kemiskinan dan tekanan kurikulum jadi penyebab gangguan belajar, 363 siswa belum mampu membaca lancar
Singaraja, koranbuleleng.com -Masalah kemiskinan di Buleleng kini menjadi sorotan serius Ketua DPRD Buleleng, Ketut Ngurah Arya. Ia menilai kondisi ekonomi yang sulit menjadi penyebab utama gangguan belajar, terutama dalam kemampuan membaca di tingkat SMP. Pemerintah pun didesak segera mengambil langkah konkret.
Menurut Ngurah Arya, tekanan ekonomi membuat siswa kesulitan fokus dalam belajar. Tidak sedikit dari mereka harus membantu orang tua untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Di sisi lain, jumlah siswa yang besar dalam satu kelas membuat anak-anak yang mengalami gangguan belajar kerap terabaikan.

“Apalagi ditekan oleh kurikulum harus meluluskan anak-anak, tidak ada lagi yang tidak naik kelas. Sehingga dilepas saja, tanpa berpikir akibatnya seperti ini,” ungkapnya saat ditemui pada Senin, 14 April 2025.
Ia menekankan pentingnya guru tidak hanya terpaku pada kurikulum, melainkan lebih menekankan pembelajaran dasar seperti membaca, menulis, dan menghitung. Dengan kemampuan membaca yang kuat, siswa diyakini bisa menggali pengetahuan lebih luas secara mandiri.
“Ketika anak-anak tidak mampu serap pelajaran lain, kenapa harus dipaksakan dengan target itu. Cukup berikan pelajaran membaca, ketika sudah bisa baca siswa akan temukan dunianya sendiri,” tegasnya.
Ngurah Arya juga mendorong adanya pembelajaran tambahan bagi siswa yang mengalami gangguan belajar. Menurutnya, Dana BOS seharusnya bisa dimanfaatkan untuk menggelar program les tambahan atau pendampingan khusus di luar jam pelajaran.

“Sepanjang untuk regulasi pendidikan tidak masalah menggunakan dana BOS. Tinggal kesiapan tenaga pendidik dan sekolah untuk mendampingi anak-anak seperti itu,” ujarnya.
Data terbaru dari Disdikpora Buleleng menunjukkan ada 363 siswa SMP dari kelas VII hingga IX yang mengalami gangguan membaca. Rinciannya, 155 siswa tergolong Tidak Bisa Membaca (TMB) dan 208 siswa Tidak Lancar Membaca (TLM).
Plt. Kepala Disdikpora Buleleng, Putu Ariadi Pribadi mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan kepala sekolah agar memberikan pembelajaran tambahan membaca dan menulis secara intensif.
“Kita komunikasi dengan kepsek bagaimana melakukan pendampingan, diberi pembelajaran lebih intens untuk belajar membaca, menulis. Mereka ada di sekolah, tapi belum bisa baca,” jelas Ariadi.
Gangguan belajar ini, menurut Ariadi, banyak disebabkan karena rendahnya motivasi belajar dan persoalan dalam keluarga, seperti kondisi rumah tangga yang tidak harmonis. Dampak pembelajaran daring selama pandemi Covid-19 juga turut berkontribusi.
“Kalau disleksia persentasenya rendah. Lebih banyak dari motivasi belajar rendah, dan broken home,” katanya.
Mengenai penggunaan Dana BOS, Ariadi menyebutkan hal itu memungkinkan dilakukan dengan menggandeng pihak ketiga, namun saat ini pihaknya akan lebih dulu mengoptimalkan tenaga guru.
“Kita dorong dulu dengan guru, kita koordinasi. Kalau guru sudah penuh waktunya, kita coba cari jalan keluar dengan pihak ketiga,” ucapnya. (*)
Pewarta : Kadek Yoga Sariada