Supriatna Dorong Penanganan Serius Siswa SMP di Buleleng dengan Kemampuan Baca Rendah

Singaraja, koranbuleleng.com – Wakil Bupati Buleleng Gede Supriatna menaruh perhatian serius terhadap temuan rendahnya kemampuan membaca di kalangan siswa SMP. Ia mendorong Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga bersama Dewan Pendidikan untuk bersinergi segera menangani permasalahan tersebut secara komprehensif.

Langkah cepat diambil setelah Dewan Pendidikan melaporkan adanya siswa SMP yang belum bisa atau belum lancar membaca dan menulis. Bertempat di ruang kerja Wakil Bupati pada Senin (14/4), Dinas Pendidikan memaparkan hasil analisis data terkini kepada Wabup Supriatna.

- Advertisement -

Plt. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Buleleng, Putu Ariadi Pribadi, menyebutkan dari total 34.062 siswa SMP di Buleleng, tercatat 155 siswa masuk kategori Tidak Bisa Membaca (TBM) dan 208 siswa kategori Tidak Lancar Membaca (TLM). Total 363 siswa ini mencerminkan angka 0,011 persen dari keseluruhan siswa, namun tetap menjadi perhatian serius.

Ariadi menjelaskan bahwa penyebab rendahnya kemampuan membaca ini sangat kompleks. Selain faktor internal seperti kurangnya motivasi, pembelajaran tidak tuntas, disleksia, dan disabilitas, terdapat juga pengaruh dari lingkungan dan pengalaman traumatis siswa. “Misalnya siswa memiliki trauma masa kecil akibat kekerasan rumah tangga, perceraian, atau kehilangan anggota keluarga. Atau korban perundungan,” ungkapnya.

Faktor eksternal lain turut memperburuk kondisi ini. Di antaranya efek panjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) saat pandemi, kesenjangan literasi dari jenjang sekolah dasar, hingga kekeliruan pemahaman terhadap kurikulum merdeka. Tekanan sosial dan ketakutan guru terhadap ancaman hukum juga menjadi hambatan dalam pembelajaran yang optimal.

Ketua Dewan Pendidikan Buleleng, I Made Sedana, melihat fenomena ini sebagai cerminan dari rendahnya budaya literasi. Ia menilai perlu dilakukan pemetaan kebutuhan siswa secara lebih rinci. “Apakah siswa ini berkebutuhan khusus atau tidak. Selain itu, pola mengajar guru juga perlu dievaluasi, apakah administrasi menyita waktu sehingga abai pada pengajaran,” katanya.

- Advertisement -

Sebagai tindak lanjut, Wabup Supriatna meminta adanya waktu khusus di sekolah untuk menangani siswa yang belum bisa atau belum lancar membaca. Ia juga mendorong pembentukan tim relawan yang bisa menggandeng perguruan tinggi dalam pendampingan.

Tak hanya itu, Wabup Supriatna mengusulkan pembatasan penggunaan telepon pintar di lingkungan sekolah. Hal ini menyusul temuan siswa yang tidak bisa menulis manual tetapi mahir mengetik di ponsel atau aktif di media sosial. “Kita tidak menampik adanya teknologi, namun ini dilakukan agar anak bisa berkonsentrasi dalam menempuh pendidikan,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa dukungan orang tua memiliki peran krusial dalam proses pendidikan. “Pendidikan tidak bisa hanya diserahkan kepada guru di sekolah. Orang tua juga harus mendampingi agar anak tumbuh lebih baik dalam pendidikan, moral, dan lainnya,” tegas Supriatna. (*)

Pewarta : Kadek Yoga Sariada

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts