Singaraja, koranbuleleng.com| Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng menyatakan dukungan penuh atas masuknya pembangunan Bandara Bali Utara ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Kebijakan ini ditegaskan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 yang baru saja diterbitkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Bupati Buleleng, dr. I Nyoman Sutjidra, menyampaikan bahwa Pemkab Buleleng siap mengikuti arahan pemerintah pusat, seraya menunggu petunjuk teknis lanjutan. “Itu kebijakan dari pusat pasti kita selalu dukung. Tinggal saat ini penentuan lokasi saja, kita akan ikuti,” ujar Sutjidra, Minggu, 27 April 2025.

Sutjidra juga menekankan pentingnya koordinasi erat dengan Pemerintah Provinsi Bali, khususnya dalam penentuan lokasi pembangunan bandara baru tersebut. “Kita minta agar selalu diajak berkoordinasi, terutama dengan Pemerintah Provinsi Bali. Termasuk penentuan lokasinya,” ucapnya.
Akademisi STAHN Mpu Kuturan Singaraja, I Putu Mardika, turut angkat bicara mengenai rencana pembangunan infrastruktur besar ini. Menurutnya, proyek tersebut harus dikaji dari berbagai aspek, termasuk ekonomi, pariwisata, dan budaya, sebelum direalisasikan.
Mardika mengingatkan bahwa riset panjang sangat diperlukan untuk memahami aspirasi masyarakat lokal terkait proyek ini. Ia menilai bahwa keberadaan bandara baru nantinya dapat mengurangi ketimpangan ekonomi antarwilayah.
“Dengan hadirnya infrastruktur besar ini, peluang investasi akan meningkat, membuka lapangan kerja baru di berbagai bidang seperti konstruksi, jasa transportasi, perhotelan, dan perdagangan,” kata dia.

Mardika juga menyoroti perlunya perencanaan matang agar pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak hanya menguntungkan pemodal besar, tetapi juga memberdayakan masyarakat lokal melalui penguatan sektor ekonomi berbasis komunitas.
Dari sisi pariwisata, Mardika menilai bahwa pembangunan bandara ini akan mempercepat akses wisatawan ke kawasan Bali Utara, yang selama ini masih tertinggal dibandingkan Bali Selatan. Destinasi wisata seperti Lovina, Air Sanih, Munduk, hingga Tamblingan dinilai berpotensi mengalami lonjakan kunjungan wisatawan.
“Perlu diperhatikan jika tidak diatur dengan prinsip keberlanjutan (sustainable tourism development), ada risiko terjadinya degradasi lingkungan dan homogenisasi budaya lokal akibat arus wisata massal yang berorientasi profit jangka pendek,” ujar Mardika.
Ia mengingatkan, model pariwisata berbasis ekowisata dan budaya yang kini berkembang di Buleleng bisa menghadapi tekanan komersialisasi akibat pembangunan masif ini.
Risiko Pergeseran Budaya Akibat Globalisasi
Mardika juga menggarisbawahi risiko sosial budaya yang bisa timbul seiring hadirnya bandara baru di Bali Utara. Menurutnya, globalisasi yang menyusup lewat infrastruktur ini berpotensi mempercepat perubahan gaya hidup, melemahkan kearifan lokal, hingga menggoyahkan struktur sosial tradisional.
“Oleh karena itu, sangat penting disusun kebijakan perlindungan budaya lokal yang berbasis partisipasi masyarakat, agar transformasi yang terjadi tetap menjaga identitas dan harmoni sosial yang telah lama menjadi kekuatan masyarakat Bali Utara,” kata dia.(*)
Pewarta: Kadek Yoga Sariada