Singaraja, koranbuleleng.com | Putu Septiana Wardana, 31 tahun, akhirnya tiba di kampung halaman di Banjar Dinas Babakan, Desa Sambangan, Kecamatan Sukasada, Buleleng. Septiana dipulangkan bersama sepuluh Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Bali lainnya yang menjadi korban penipuan penyalur tenaga kerja hingga sempat terkatung-katung di Turki. Ia tiba di Buleleng pada Minggu, 11 April 2022 sekitar pukul 03:00 Wita dini hari.
Septiana mengaku, dipulangkan bersama PMI lainnya, dari Turki pada Jumat, 8 April 2022 dini hari waktu setempat. Dari Turki menempuh penerbangan 12 jam, hingga sampai di Jakarta, pada hari Sabtu siang. Setelah sampai di Jakarta, ia bersama PMI lainnya diinapkan di Jakarta selama satu hari, untuk menyelesaikan proses administrasi. Septiana bersama kesepuluh rekannya akhirnya dipulangkan ke Bali pada Minggu pukul 13.00 Wita.
Setibanya di Bali, 11 PMI yang seluruhnya berasal dari Buleleng ini, dijemput oleh Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Denpasar, Dinas Sosial Provinsi Bali, dan Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Bali. Mereka kemudian menjalani pemeriksaan di Polda Bali terkait kasus dugaan penipuan oleh agen penyalur tenaga kerja. Selama pemeriksaan, mereka ikut didampingi kuasa hukum.
Septiana meyebut, dimintai keterangan oleh penyidik Polda Bali terkait proses perekrutan yang dilakukan agen hingga keberangkatannya ke Turki. Dia direkrut oleh seorang agen berinisial Komang PR. Konon, Komang PR merupakan anak buah Anak Agung KRS, yang diduga menjadi otak dari kasus dugaan penipuan ini dan kini berada di Turki. Setelah menjalani pemeriksaan hampir lima jam akhirnya 11 PMI itu di pulangkan ke Buleleng.
“Kami menyerahkan dokumen-dokumen seperti paspor, tiket, kwitansi bukti pembayaran, video, dan melengkapi BAP (berita acara pemeriksaan). Waktu masih di Turki, kita juga sudah dimintai keterangan lewat zoom,” ujarnya saat ditemui dirumahnya.
Selain itu kata Septiana, seharusnya ia dan 10 rekannya dijanjikan dipulangkan lebih awal pada 29 Maret 2022. Namun, pihak agen yang akan menalangi kepulangan para PMI tersebut, tidak punya cukup dana.
“Awalnya ada komitmen dari Anak Agung KRS (agen) karena berangkat dengan visa holiday, agen yang membelikan tiket untuk pulang. Tapi ternyata agen ngasih info tanggal 27 Maret, kepada konsulat hanya punya uang 20 ribu Tele atau sekitar 20 juta,” ucapnya.
Septiana menuturkan, pertama mengenal agen tersebut dari temannya bernama Deva, yang mengenal perantara agen yakni, Komang PR. Setelah bertemu beberapa kali dengan Komang PR, akhirnya ia yakin untuk berangkat menjadi PMI di Turki, karena diyakinkan oleh Komang PR. Yang meyakinkan dengan adiknya sudah terlebih dahulu menjadi PMI di Turki.
Namun, Septiana juga tidak percaya begitu saja. Ia lalu mencari kontak telepon adik dari Komang PR. Untuk memastikan kebenaran omongan dari Komang PR. Setelah dikonfirmasi adik dari Komang PR, membenarkan bahwa memang benar bekerja menjadi PMI di Turki. Selain itu, ia memutuskan berangkat mejadi PMI ke Turki untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.
“Kenal dari agen sama Komang PR, lewat teman. Teman bilang Komang PR, sering mengirim kandidat ke Turku dengan harga Rp 25 Juta. Saya yakin karena adiknya katanya sudah kerja turki dgn gaji 10 juta. Karena bukti fisik itu, saya jadi yakin,” kata dia.
Kata Septiana, sebenarnya ia sudah mengetahui akan diberangkatkan dengan menggunakan visa holiday. Ia pun sepat menanyakan hal itu kepada Komang PR, kenapa keberangkatan menggunakan visa holiday. Komang PR, lantas meyakinkannya sempainya di Turki akan dibuatkan visa kerja dan ijin tinggal.
Namun, Septiana tak mendapatkan apa yang dijanjikan oleh agen setibanya di Turki. Dia malah terkatung-katung tanpa kejelasan pekerjaan, bersama puluhan pekerja migran lainnya. Bahkan, mereka ditempatkan oleh agen di losmen yang kondisinya jauh dari kata layak. Mereka juga tak diizinkan meninggalkan losmen sebelum mendapat pekerjaan.
“Tiba di sana saya menganggur sampai 19 hari. Kami desak agen untuk segera memberi pekerjaan. Oleh agen kami disuruh karantina dahulu dan dijanjikan diberikan uang 100 tele (mata uang Turki) perhari. Sempat dikasih 200 tele, sisanya katanya akan dikasih belakangan. Namun ternyata tidak dikasih,” tuturnya.
Mendapat perlakuan itu, Septiana pun mendesak agen memberikan pekerjaan yang layak kepadanya. Setelah di desak agen itu pun lantas memberikan Septiana pekerjaan sebagai petugas kebersihan di sebuah restoran. Padahal, dia mengajukan pekerjaan sebagai kitchen steward. Septiana sempat bekerja di tempat tersebut selama enam hari. Belakangan dia mengundurkan diri karena diperlakukan tidak manusiawi.
“Diperlakukan kasar dan tidak digaji. Padahal saya kerja 6 jam perhari selama 6 hari,”kata dia.
Setelah mengundurkan diri itu, Septiana kembali menganggur sekitar 14 hari. Dia kemudian diperkerjakan di sebuah pabrik masker. Di sana dia hanya mampu bertahan selama satu hari karena waktu kerja yang cukup lama dan makin melenceng dari harapannya. Ia dipekerjakan selama 12 jam dalam sehari, tanpa diberi makan. Selain itu saat bekerja di pabrik tersebut ia mendapat mess dengan satu ruangan diisi 25 orang.
“Saya bekerja 12 jam sehari dan tidak dapat makan. Diberi mess dengan kapasitas satu ruangan 25 orang,”ucapnya.
Septiana mengaku sempat dihalangi oleh agen saat hendak kembali ke losmen. Dalam perjalanan balik itu, salah satu temannya merekam kejadian mereka terkatung-katung di jalan hingga videonya viral di media sosial.
“Kami tidak diizinkan balik ke losmen oleh agen. Kami disuruh di pabrik agar agen mau membuatkan izin tinggal. Kami juga diancam bakal dilaporkan polisi karena dibilang kabur dan tidak memiliki dokumen,”ujarnya.
Dengan kejadian itu, akhirnya Septiana bersama para PMI lantas melaporkan kejadian yang menimpanya tersebut ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Istanbul. Tak lama pihak KJRI langsung turun mengecek lokasi losmen yang dihuni sekitar 25 orang tersebut. Kata Septiana, KJRI menganggap tempat tersebut tidak layak sehingga para PMI diungsikan ke apartemen penampungan yang disediakan KJRI.
Setelah kejadian itu, Septiana sempat mendapat pekerjaan sesuai yang dicari yakni kitchen steward dengan upah sekitar 4 ribu tele. Pihak KJRI kemudian menawarkan memulangkan Septiana bersama PMI lainnya setelah pihak agen tidak sanggup memulangkan mereka. Dengan tawaran KJRI itu, ia pun memilih pulang ke kampung halaman.
“Memilih balik karena tidak memiliki visa kerja. Kalaupun nantinya dibuatkan izin tinggal, itu bukan untuk bekerja,” katanya.
Selain itu, ia dan 10 PMI lainnya tidak ingin hidup dengan ketakutan karena tidak memiliki dokumen ke imigrasian. Visa holiday yang mereka andalkan selama ini telah habis masa berlakunya. “Kami kayak kucing-kucingan, bahkan saat bekerja karena khawatir tiba-tiba ada pemeriksaan petugas,” katanya.
Dengan kondisi itu, Septiana dan 10 PMI lainnya akhirnya memutuskan menerima tawaran KJRI untuk dipulangkan ke kampung halaman. Namun, setelah kejadian itu ia tidak kapok untuk bekerja keluar negeri. Septiana menyebut, akan lebih selektif lagi untuk memilih agen. Agar peristiwa yang sama tidak terulang lagi.
“Kalau berangkat lagi, mungkin tidak memilih Turki lagi. Mungkin memilih negara lain seperti Jepang atau Australia. Kami juga kalau akan berangkat lagi, akan diarahkan memilih agen yang legal,” tutupnya.|YS|