Singaraja,koranbuleleng.com| Ratusan mahasiswa yang menamakan diri Aliansi Mahasiswa Bali Utara (AMBARA), menggelar unjuk rasa di Gedung DPRD Buleleng, Jumat, 23 Agustus 2024 pagi. Aksi itu disebut, dilakukan sebagai langkah mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) agar tetap digunakan sebagai syarat di Pilkada 2024.
Aksi ujuk rasa itu dimulai dari depan air mancur Taman Kota Singaraja. Kemudian massa bergerak ke depan tugu Singa Ambara Raja. Para mahasiswa meneriakan orasi-orasi terkait penolakan revisi Undang-Undang Pilkada dan tetap mengawal keputusan MK.
Setelah menyampaikan orasinya, massa kemudian bergerak ke Gedung DPRD Buleleng. Disana massa dari kalangan mahasiswa tersebut kembali menyampaikan orasi dan tuntutan mereka kepada dewan Buleleng.
Koordinator Aksi Zena Sinatri mengatakan, meski DPR RI telah mengumumkan pembatalan pengesahan revisi Undang-Undang Pilkada tersebut. Mahasiswa disebut akan terus melakukan mengawalan keputusan MK soal ambang batas pencalonan Pilkada dan syarat usia calon kepada daerah hingga putusan tersebut diterapkan.
Adapun, masa memberikan lima point tuntutan kepada DPRD Buleleng. Yakni, mahasiswa meminta pemerintah agar penegakan demokrasi yang substantif dan tegak lurus secara konstitutif, mengawal putusan Mahkamah Konstitusi no 60/PUU-XXII/2024, mendesak pengesahan RUU Perampasan Aset, dan menegakkan supremasi sipil dengan mencegah multifungsi ABRI. Kumidan dalam tuntutan terakhirnya, mahasiswa menuntut DPRD Kabupaten untuk menyampaikan tuntutan ini kepada DPR-RI dengan tempo yang secepatnya.
“Meskipun sekarang DPR RI memberikan statement membatalkan, kami menginginkan bahwa keputusan MK kita kawal sampai benar-benar nanti sampai tanggal 27 November,a yang digunakan keputusan MK. Karena bisa saja saat tengah malam diubah, bisa saja pemerintah membuat Perpu untuk itu kita tidak tahu. Kita tetap kawal hal tersebut, karena keputusan MK adalah keputusan yang mengikat,” ujarnya.
Dalam orasi-orasi yang disampaikan mahasiswa itu, juga memberikan sindiran kepada Presiden RI Joko Widodo dan lembaga DPR RI. Hal ini, lantaran mahasiswa menganggap keputusan yang dikeluarkan pemerintah seringkali hanya memihak memberikan manfaat kepada orang-orang tertentu.
“Banyak yang kita lalui, peristiwa-peristiwa yang terjadi scara tidak langsung memberikan manfaat kepada orang-orang tertentu. Kita ingin, hal-hal yg tidak etis itu disampaikan di suatu forum yang merupakan mahasiswa yang sampaikan,” kata Sinatri.
Mahasiswa pun memberikan ultimatum kepada DPRD Buleleng, apabila tuntutan mereka tersebut tidak mendapat tindak lanjut. Para mahasiswa disebut akan kembali melakukan aksi unjuk rasa, dengan masa yang lebih banyak.
“Bila tidak ada kelanjutan, kita akan lakukan aksi susulan dengan menggerakan mahasiswa Bali Utara dan mahasiswa lain yang merasa jengah,” ucapnya.
Sementara, Anggota DPRD Buleleng Nyoman Gede Wandira Adi mengaku akan segera sampaikan ke pimpinan DPRD Buleleng. Oleh pimpinan DPRD pun, dipastikan tuntutan tersebut akan disampaikan secepatnya ke DPR RI. “Mungkin sore, kita akan sampaikan point tuntutan ke pimpinan. Mudah-mudahan pimpinan selambat-lambatnya malam ini menyampaikan ke lembaga DPR RI,” kata dia.
Menurut Wandira, kisruh yang terjadi saat ini, diakibatkan pengesahan peraturan yang ditetapkan oleh MK ditetapkan detik-detik menjelang pelaksanaan Pilkada. Kedepannya dia berharap harus ada evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah. Sehingga pengesahan peraturan yang mengikat tersebut bisa disahkan jauh-jauh hari, untuk menghindari konflik di masyarakat.
“Sehingga ada wadah kesempatan untuk benar-benar nanti masyarakat, partai politik, oknum berkepentingan yang bertarung untuk ikut mengevaluasi dan lain sebagainya. Kalau detik-detik seperti ini, kita ga bisa menilai mana yang benar, mana yang salah. Kami tidak bisa menilai keputusan itu. Karena sudah terlalu mendesak,” katanya.
Selain itu, menurut Wandira, segala produk dari keputusan tersebut memang lahir dari kebijakan politik. Sehingga putusan tersebut akan memiliki dua versi. Putusan itu baik bagi orang yang diuntungkan, dan tidak baik bagi orang yang merasa dirugikan.
“Keputusan apapun yang lahir kita harus siap. Karena putusan, itu diputuskan di dekat-dekat (Pilkada 2024). Yang merasa dirugikan pasti bilang tidak adil. Yang diuntungkan bilang adil. Hal itu sudah lumrah,” ucapnya. (*)