Singaraja, koranbuleleng.com | Pemerintah Kabupaten Buleleng diminta bertindak tegas menyikapi persoalan serius di dunia pendidikan, ratusan siswa tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) belum bisa membaca. Situasi ini memantik kritik tajam dari sejumlah tokoh, mengingat Buleleng dikenal dengan julukan Kota Pendidikan.
Tokoh politik asal Bungkulan, Dewa Nyoman Sukrawan, menyebut fenomena ini sangat memalukan. Ia mengingatkan, daerah yang menjadi pusat lahirnya para pendidik, tidak pantas mengalami krisis literasi seperti ini.

“Pemimpin daerah harus tegas mengambil langkah, ini memalukan. Kita mencetak guru seluruh Bali dari Undiksha setiap tahun PGSD ada semua ada disini. Kok kita sumber dari melahirkan guru kok seperti ini sangat memalukan, saya sebagai orang Buleleng malu,” katanya saat ditemui pada Rabu, 16 April 2025.
Sukrawan, yang juga pernah menjabat Ketua DPRD Buleleng 2009–2014, menilai ada unsur pembiaran di balik fenomena ini. Ia menyebut, meskipun siswa belum bisa membaca, mereka tetap dinaikkan kelas tanpa ada upaya korektif.
“Kalau menurut saya wajibkan anak-anak SD untuk menulis, berikan tugas untuk wajib menulis jangan mengetik. Kedua, kalau memang harus tidak lulus dan tidak naik kelas, lakukan itu. Pembelajaran kembali agar mereka pintar dari dasar baca tulis adalah pendidikan dasar, baca tulis aja belum, nanti diberikan pendidikan lain akan menjadi beban bagi anak itu,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah daerah harus menyoroti peran guru secara lebih serius. Dengan tunjangan memadai yang telah diberikan negara, sudah semestinya kualitas pengajaran ditingkatkan. Selain pengawasan ketat, guru berprestasi pun perlu diapresiasi agar muncul motivasi berkelanjutan dalam menjalankan tugas pendidikan dasar.

Lebih lanjut, Sukrawan menyebut Bupati dan Wakil Bupati Buleleng, dr. I Nyoman Sutjidra dan Gede Supriatna, wajib membuat langkah konkret sesuai dengan visi-misi mereka yang mengedepankan sektor pendidikan.
“Beliau pemimpin sudah hampir 10 tahun, bupati pernah jadi wakil bupati 10 tahun, pak wakil 10 tahun jadi ketua DPRD. Ini sebenarnya dari awal mereka harus mengetahui ada sesuatu yang ganjil di dunia pendidikan. Kepada Disdikpora termasuk turunnya harus orang betul-betul yang bisa keluar dari hal-hal seperti ini, jangan hanya sekadar orang dekat ikut berjuang mendapat fasilitas, mendapat kesempatan. Jangan, berikan sesuai kewenangan dan skill yang mereka miliki,” tegasnya.
Temuan mengejutkan disampaikan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng. Tercatat ada 363 siswa SMP kelas VII hingga IX yang mengalami kesulitan membaca. Dari jumlah tersebut, 155 siswa dikategorikan Tidak Bisa Membaca (TMB), sedangkan 208 lainnya masuk dalam kelompok Tidak Lancar Membaca (TLM). Kondisi ini menjadi sinyal bahaya bagi kualitas pendidikan dasar di Buleleng dan menantang jargon “Kota Pendidikan” yang selama ini digaungkan.
Menanggapi situasi ini, Gubernur Bali, Wayan Koster, turut bersuara. Ia telah meminta Bupati Buleleng untuk menyelidiki lebih lanjut. Menurutnya, aneh apabila siswa yang telah lulus dari tingkat Sekolah Dasar (SD) belum bisa membaca.
“Saya sudah ngomong sama bupati supaya lebih ditelusuri lagi, agak aneh juga, karena kan sudah melewati SD harusnya (sudah bisa membaca). Berarti pendidikan harus diperkuat,” ujar Koster saat melakukan kunjungan kerja ke Buleleng.
Ia juga berencana meminta seluruh kabupaten di Bali untuk melakukan pendataan serupa, guna memastikan tidak ada kasus serupa yang luput dari perhatian. (*)
Pewarta: Kadek Yoga Sariada