Singaraja, koranbuleleng.com | Kadek Febri Darmayanti merupakan anak ketiga dari pasangan Made Rediasa (43), dan Putu Sumini (43) tergolek lemah karena alami gizi buruk. Balita asal Banjar Dinas Suksuk, Desa Bondalem, Kecamatan Tejakula itu terhambat tumbuh kembangnya padahal balita ini sudah genap berusia 21 bulan. Pertumbuhannya tak seperti anak-anak seusianya.
Sesekali terdengar tangisan keras. Balita ini harus dipangku sepanjang waktu oleh ibunya. Tubuhnya kurus kering. Namun bagian perutnya terlihat kembung.
Pasangan ini sebelumnya sudah memiliki dua orang anak, yakni Ketut Suka Nama Dewi, 14, yang kini duduk sebagai siswa kelas satu SMP, serta Luh Putu Evan Cahyani yang baru berusia enam bulan.
Dari cerita Sumini, pemenuhan kebutuhan sehari-hari hanya mengandalkan penghasilan Made Rediasa yang bekerja sebagai buruh harian serabutan. Terkadang ia bekerja sebagai tukang kebun, buruh bangunan, atau pekerjaan lainnya.
Proses kelahiran anaknya melalui operasi di salah satu rumah sakit swasta yang ada di Singaraja, dan lahir dengan berat badan 2,35 kilogram.
Seiring berjalannya waktu, saat itu Sumini sadar ada yang tidak beres dengan anaknya. “Biasanya anak-anak setelah tiga bulanan itu kan lehernya tegak. Tapi anak saya yang terakhir ini tidak. Padahal rutin ke Posyandu sesuai jadwal, setiap bulan pak,” ujar Sumini.
Sadar ada yang tidak beres, Sumini lantas mengadu ke bidan desa. Usai diperiksa, anaknya divonis menderita gizi kurang. Ia pun langsung diberikan makanan tambahan, hingga susu dengan kelas premium. Imunisasi pun diberikan secara rutin. Namun tak kunjung menunjukkan hasil berarti.
Beberapa bulan setelah melakukan konsultasi ke Posyandu, ia lantas kembali bertanya ke Puskesmas Tejakula II. Saat itu anaknya divonis menderita gizi buruk. Kini beratnya hanya berkisar antara 5,8 kilogram hingga 6,1 kilogram. Padahal anak-anak seusianya sudah memiliki berat belasan kilogram.
Akibat gizi buruk itu, tumbuh kembangnya terhambat. Balita Kadek Febri tak bisa leluasa seperti anak-anak seusinya. Lantaran gizi buruk itu pula, setiap malam ia tak bisa tidur nyenyak. Karena sang anak selalu rewel tiap malam. Bahkan sering kali panas dingin.
“Saya bingung harus bagaimana. Makananan tambahan sudah dikasih dari puskesmas, susu juga sudah. Padahal susu mahal, tapi kalau dikasih susu muntah. Akhirnya hanya air putih saja,” tutur Sumini.
Kelian Banjar Dinas Suksuk, Nyoman Widiada menuturkan, keluarga ini memang tergolong sebagai keluarga yang miskin. Keluarga ini sudah mengantongi Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), namun entah mengapa anak bungsunya tak bisa menerima Kartu Indonesia Sehat (KIS). Padahal Widiada sudah memfasilitasi pembuatan dokumen kependudukan, namun tetap saja KIS untuk Kadek Febri Darmayanti tak bisa keluar.
“Saya juga nggak paham masalahnya apa. Padahal kebutuhan utama keluarga ini ya KIS itu. Makanan tambahan, susu, segala macam itu sudah dapat. Maunya KIS itu kanuntuk perawatan anak ini, biar bisa bagus pertumbuhannya. Di Bondalem ini ada 32 anak yang kena gizi kurang, yang kena gizi buruk ada satu anak. Ini saja yang ada di wilayah saya,” ujar Widiada.
Sementara Koordinator Kecamatan Program Keluarga Harapan (PKH) Tejakula, Putu Wiwid Setiadi yang didampingi rekannya, Ngurah Angga Narendra mengungkapkan, keluarga ini memang salah satu keluarga yang memiliki kesulitan.
“Status keluarga ini sebagai calon penerima PKH. Kami akan usulkan, mudah-mudahan bisa terakomodir tahun depan,” ujar Wiwid.|NH|