Singaraja,koranbuleleng.com | Tim peneliti Balai Besar (Balar) Arkeologi Denpasar mulai melakukan penelitian awal terhadap penemuan goa di kawasan Pura Lebah, Banjar Dinas Sabi, Desa Suwug, Kecamatan Sawan, Buleleng.
Tim peneliti yang diterjunkan Balar Denpasar berjumlah empat orang, mereka dipimpin oleh Drs. I Wayan Suantika peneliti senior ahli Klasik, selain itu ada I Dewa Kompyang Gede yang merupakan pakar pra sejarah, serta I Putu Yuda Haribuana ST, yang diketahui sebagai ahli geologi, serta dibantu oleh Wayan Arbi. Penelitian secara mendetail dengan melakukan penggalian menurut rencana akan dilakukan hingga Rabu, 30 Nopember 2016.
Seperti diberitakan sebelumnya, warga di Desa Suwug sempat dihebohkan dengan temuan dua buah goa di kawasan Pura Lebah, Banjar Dinas Sabi, Desa Suwug, Kecamatan Sawan. Goa pertama dengan ukuran tinggi 180 cm dan lebar 170 cm, ditemukan pada 27 Oktober. Sementara goa kedua ditemukan pada 31 Oktober di kawasan yang sama.
Berdasarkan pantauan koranbuleleng.com di lokasi, Tim Balar Denpasar langsung melakukan pemetaan awal dengan melakukan pengukuran dan penelitian tentang kondisi tanah hingga struktur batuan di sekitar goa. Dimulai dari mulut goa yang berada dekat dengan jalur pemedal di Pura Lebah. Diduga kuat tanah yang banyak terdapat di dalam goa, adalah hasil sedimentasi air, sisa banjir yang kemungkinan sempat terjadi puluhan tahun silam. Peneliti mengukur jarak antara goa yang satu dengan goa yang lain. Maklum saja di areal Pura Lebah terdapat tiga buah goa. Satu goa diantaranya ada di dalam pura, dan dua lainnya berada di luar areal pura.
Koordinator Tim Peneliti Balai Arkeologi Denpasar, Wayan Suantika mengatakan, goa tersebut dalam kondisi terurug tanah dan diperkirakan jaraknya cukup dalam. Pihak peneliti pun belum bisa memastikan, apakah ketiga goa yang ditemukan di kawasan itu, saling terkait satu dengan yang lainnya. Kemungkinan dibuat pada zaman klasik yang berfungsi sebagai lokasi pemujaan atau meditasi. Namun bisa juga goa itu berasal dari zaman revolusi yang berfungsi sebagai lokasi persembunyian.
“Untuk memastikan hal tersebut, peneliti harus “menguras” habis isi tanah di dalam goa, untuk menemukan keaslian dalam diding goa. Apakah nanti ada gambar, relief, atau sama sekali tidak ada. Kalau ada gambar atau relief, kemungkinan itu dari zaman klasik. Kalau tidak ada sama sekali, kemungkinan dari zaman revolusi. Itu belum bisa kami pastikan,” terang Suantika.
Di sisi lain, pakar Geologi I Putu Yuda Haribuana ST menerangkan, dari pengamatannya batuan yang ada di kawasan Pura Lebah berupa batu tupa yang biasa disebut masyarakat batu padas digunakan sebagai bahan candi. Bahan dari gua sendiri dari batuan breksi yang terbentuk akibat pelapukan. Untuk memastikan hasil pengamatan awal ini, dirinya akan melakukan korelasi dengan peta geologi terbaru.
“Breksi jenis batuan sedimen, namun yang disini jenis breksi vulkanik. Nantinya akan dikorelasikan dengan peta geologi yang sudah terbit. Belum final, namun dari ciri pengamatan langsung, batuan di sekitar kawasan pura lebah ini terbuat dari batu tupa serta dibagian gua itu breksi,” pungkasnya.
Rencananya proses penelitian akan dilanjutkan pada Selasa, 29 Nopember 2016. Penelitian akan melibatkan masyarakat setempat, yang membantu proses penggalian. Karena tim arkeolog hanya beranggotakan empat orang saja, dan membutuhkan tenaga bantuan lebih banyak. (NH)