Singaraja, koranbuleleng.com | Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Buleleng akan menggelar simulasi bencana secara simultan di sejumlah instansi pendidikan dan pemerintahan. Diantaranya, SMPN 3 Singaraja, RSAD Singaraja, BKPSDM Kabupaten Buleleng.
Untuk ahap awal, BPBD Kabupaten Buleleng akan menggelar simulasi kebencanaan di SMPN 3 Singaraja, Selasa 4 April 2018. Persiapan simulasi sudah dilkaukan selama beberapa tahap, mulai dari pemetaaan lokasi dan penunjuk arah evakuasi, sosialisasi dan terakhir simulasi. Tahapan sosialisasi dan simulasi melibatkan Basarnas, PMI Buleleng, Dinas Pemadam Kebakaran, serta dari BPBD Buleleng.
Kepala Pelaksana Harian BPBD Buleleng, Made Subur mengatakan simulasi kebencanaan ini dimaksudkan agar semua pihak sadar akan bencana. Secara umum, Indonesia termasuk di Buleleng adalah daerah yang rawan bencana dan pasti akan terjadi sesuai siklusnya.
“Maka itu, kita jangan takut bencana tetapi harus minimalisir resikonya. Kita harus paham bencana, sadar apa yang harus dilakukan ketika tahu ada bencana,” ujar Subur usai memberikan sosialisasi kebencanaan di SMPN 3 Singaraja, Selasa 3 April 2018.
SMPN 3 Singaraja dipilih sebagai lokasi simulasi, karena dari aspek fisik gedung yang dimanfaatkan untuk pendidikan ini sudah berumur cukup tua serta pemetaan antar bangunan yang kurang baik. Sehingga diperlukan jalur-jalur evakuasi yang memadai ketika terjadi bencana. SMPN 3 Singaraja juga berada dekat dengan kawasan pantai yang rawan terjadi bencana tsunami.
Subur berharap sosisalisasi dan simulasi kebencanaan ini juga dilakukan diberbagai institusi pemerintah dan swasta. Nantinya, BNPB akan mengeluarkan sertifikasi penanggulangan bencana bagi seluruh institusi baik swasta maupun pemerintah yang telah memenuhi syarat dalam upaya penanggulangan bencana.
Subur menjelaskan pihaknya berusaha untuk terus melakukan sosialisasi kebencanaan bagi seluruh elemen masyarakat di Buleleng. Buleleng adalah salah satu daerah yang rawan terjadi bencana, beberapa kali telah terbukti.
Jauh sebelum tahun 1976, wilayah Buleleng barat pernah terjadi bencana besar berupa gempa dan tsunami. Sisa-sisa bencana itu masih berbekas di wilayah Pulaki dengan tekstur tanah yang berpasir dan bebatuan. Lalu pada tahun 1976, Seririt juga dilanda gempa besar dan menewaskan banyak warga.
“Satu bulan sebelum status Gunung Agung naik ke level waspada, di Tejakula terjadi gempa dengan skala 2,7 SR dan paling tinggi sekitar 3,5 SR. Itu terjadi secara beruntun. Di Tejakula itu terdapat patahan yang terus bergerak. Ada cincin api (ring fire). Maka itu kita harus tetap waspada dan harus paham untuk menyelamatkan diri,” ujar Subur. |NP|