Singaraja, koranbuleleng.com| Banjar Paketan, Kelruahan Paket Agung ernah punya seniman karawitan Handal. Seniman itu bernama Almarhum Gede Mendra dari Banjar Paketan Kelurahan Paket Agung Kecamatan Buleleng.
Tapi nama Gede Mendra memang tidak sepopuler seperti Almarhum Gde Manik dari Jagaraga Kecamatan Sawan, ataupun Putu Sumiasa dari Desa Kedis Kecamatan Busungbiu.
Mendra merupakan seorang seniman karawitan (Gong Kebyar, red) dari Banjar Paketan. Dari informasi yang berhasil dihimpun menyebutkan, Gede Mendra (Alm) merupakan pesaing dari Gde Manik dan juga Ketut Mredana. Kenapa begitu?
Dulu, aroma persaingan diantara Sekaa Sebunan (Kelompok Sekaa Gong di Banjar atau Desa, red) memang sangat kental. Namun persaingan itu berlangsung secara sprotif dengan adu ketangkasan dalam hal menabuh Gong Kebyar.
Diantara dua nama yang popular itu, Gede Mendra disebutkan menjadi salah seorang pesaing dari Maestro Gde Manik terutama dalam hal menabuh kendang setiap kali pementasan. Tak ayal, penampilan keduanya ketika bertemu saat mebarung, menjadi tontonan yang paling ditunggu.
Salah satu warga Banjar Paketan Kelurahan Paket Agung Kecamatan Buleleng, Nyoman Mendra menjadi salah seorang saksi hidup bagaimana ketatnya persaingan keduanya (Gede Mendra dan Gde Manik). Dulu, Sekaa Gong Banjar Paketan dan Desa Jagaraga memang paling sering tampil untuk mebarung. Bahkan setiap Kali Gede Mendra tampil untuk pentas, Ia tidak pernah sekalipun absen. Walaupun saat itu usianya masih enam tahun, Ia masih bisa mengingat bagaimana kepiawaian seorang Gede Mendra memainkan kendang.
“Di Banjar Paketan yang seumuran dengan Tiang, siapa sih yang tidak kenal dengan Pak De Mendra. Semuanya pasti tahu. Dan saya sendiri tidak pernah absen menontonnya saat mebarung. Memang paling sering dengan Jagaraga dulu mebarung,” Ujarnya.
Menurutnya, salah satu aksi yang paling memukau dilakukan oleh Gede Mendra (Alm) adalah saat memainkan kendangnya sembari menari. Tidak hanya itu, Aksi yang juga memukau penonton lainnya adalah ketika Gede Mendra menggigit kendang sambil berdiri sembari menabuh kendangnya.
“Yang paling saya ingat itu beliau saat nangal (menggigit tali) kendang. Kemudian berdiri sambil menari dan bermain kendang. Itu pukulan kendangnya masih bagus,” tuturnya dengan semangat.
Hal senada juga diungkapkan Made Wirtana, yang juga penabuh gamelan. Mantan Klian Adat Banjar Pekraman Banjar Paketan ini mengaku menjadi salah satu pengagum Gede Mendra (Alm). Menurutnya, Gede Mendra adalah sorang seniman yang semasa hidupnya sangat menekuni kesenian karawitan atau gong kebyar.
Karena ketika Ia melatih gong kebyar Eka Wakya Banjar Paketan, Ia beberapa kali menyaksikan secara langsung. Dan latihannya tidak hanya di Balai Banjar saja, melainkan juga di halaman rumah warga. Karena memang jumlah tungguh gong saat itu masih sedikit.
“Beliau sangat disegani oleh anggota sekaa, termasuk juga oleh masyarakat. Saya pada saat itu masih kecil, namun sering diajak menonton sekaa mauruk (latihan, red), karena orang tua saya dulu juga anggota sekaa sebagai pemukul reong,” Tuturnya.
Selain melihat langsung, sosok Gede Mendra juga Ia ketahui langsung dari orang tuanya, dan penggemar seni lain. Sebagai penabuh kendang, Gede Mendra biasanya berduet dengan Putu Kaler (Alm) yang juga dari Banjar Paketan. Sekitar tahun 1940-an, Gong Kebyar Eka Wakya Banjar Paketan sedang berada di puncak karir kejayaan. Karena saat itu, sering diadakan Gong Mepadu (mebarung, red) antar sekaa gong di Buleleng.
“Ketika saya menonton latihan gong, biasanya Pak Gede Mendra melatih Tabuh untuk mengiringi Tari Legong Kembar dan Teruna Jaya, yang ditarikan oleh dua gadis cantik, Ni Nyoman Tirta dari Banjar Paketan, dan Ni Ketut Ayu dari Banjar Bale Agung,” Jelasnya.
Dari cerita terdahulu, banyak orang yang menyebutkan bahwa kesenian Karawitan Buleleng seolah terbagi dalam tiga bagian yakni Dauh Enjung (Buleleng Barat), Buleleng Tengah, dan Dangin Enjung ( Buleleng Timur). Perwakilan sekaa ketiga Bagian itulah yang sering mebarung secara bergiliran.
Sekaa Gong Eka Wakya Banjar Paketan di Bawah Pelatih Gede Mendra (Alm) bahkan beberapa kali tampil mebarung dengan Gong Kebyar Jagaraga (Dangin Enjung) dibawah Pelatih Gde Manik (Alm). Sementara dari Dauh Enjung yang terkenal saat itu adalah Gong Kebyar Desa Kedis, Umejero, dan Desa Bubunan. Dalam kesempatan mebarung, Eka Wakya Banjar Paketan pernah meraih juara satu dan memperoleh sebuah hadiah panggul emas. Dengan raihan itu, Gede Mendra semakin menjadi idola.
Sementara itu, untuk kehidupan pribadinya, Almarhum Gede Mendra memang tidak pernah memiliki keturunan. Ia diketahui pernah menikah dengan seorang wanita yang juga dari Banjar Paketan bernama Luh Candra. Dikeluarga besarnya saat ini, kisah kehidupan Putra pertama pasangan Suami Istri Nengah Inggas dan Wayan Darti ini, tidak banyak yang mengetahui.
Putu Mahendra, salah seorang ahli waris Gede Mendra (Alm) mengakui tidak pernah melihat langsung kehebatan Pamannya dalam bidang kesenian karawitan (gong kebyar, red). Ia hanya mendengar cerita dari orang tuanya tentang keterampilan Gede Mendra. Maklum saja, saat masa kejayaannya, Putu Mahendara masih berusia Balita.
Menurut cerita yang pernah Ia dengar, Gede Mendra meninggal sekitar tahun 1967 karena sakit keras. Ia meninggal di Rumah Sakit. Setelah itu, Istrinya Luh Candra menikah lagi.
“Bibi saya yang menikah di Banjar Jawa pernah bercerita kalau Pak De (Gede Mendra, red) meninggal sakit. Perutnya sampai biru, Dokter dulu juga tidak tahu sakit apa yang diderita,” ungkapnya.
Walaupun tidak memiliki keturunan, namun darah seni nyatanya tetap mengalir pada garis keluarganya. Nyatanya, Putu Mahendra juga piawai dalam seni karawitan. Ia juga tergabung dalam Sekaa Gong Eka Wakya Banjar Paketan dan beberapa kali mengikuti pementasan.
“Kemudian ada sesuatu dan lain hal yang mengharuskan saya berhenti mesekaa. Padahal saya sangat mencintai kesenian karawitan,” tuturnya.
Disisi lain, Banjar Paketan Kelurahan Paket Agung secara khusus memberikan penghargaan kepada Gede Mendra (Alm) atas pengabdiannya dalam membangkitkan kesenian karawitan di Banjar Paketan. Sebuah Patung Orang mekendang telah dibangun di Pintu masuk sebelah Utara, tepatnya disebelah SD 1 dan 2 Paket Agung dan gedung DPRD Buleleng.
Patung itu sesungguhnya didedikasikan untuk para pendahulu Sekaa Gong Banjar Paketan yang memiliki keahlian dalam memukul instrument gamelan. Mereka adalah Almarhum Wayan Dangin (Jerang), Nyoman Gatra, Nyoman Tjawi, Wayan Wenten, dan Ketut Putra yang ahli memainkan reong. Kemudian ada nama Putu Sarka sebagai Tukang Ugal, Putu Kaler sebagai pemukul kendang Lanang, dan Gede Mendra sebagai pemukul kendang Wadon.
Namun diantara nama-nama tersebut, hanya Gede Mendra yang menonjol sebagai maestro pemukul kendang. Sehingga, patung mekendang yang dibangun itupun disimbolkan sebagai dirinya. (Rika Mahardika)