Singaraja, koranbuleleng.com| Tari Terunajaya yang terlahir di Kabupaten Buleleng, telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Kini, Kemendikbud pun akan mengusulkan Kesenian tersebut ke UNESCO untuk mendapatkan penetapan yang sama di tingkat Dunia. Jika itu diamini, maka Terunajaya akan menyusul Kesenian Wayang Wong dari Tejakula yang sudah mendapat pengakuan Dunia.
Tari Terunajaya yang merupakan tarian tunggal ini, hingga kini masih sangat eksis. Tarian ini bisa dikatakan sudah menjadi ikon dari Seni Tari Buleleng. Tari Tarunajaya memang merupakan karya tari unggul yang masih mempesona, dan sering dipentaskan hingga hari ini.
Ekspresi yang disajikan dan gelora yang dibawakan oleh seorang penari ketika menarikannya diatas panggung masih menggugah. Tari yang lazim dibawakan oleh penari wanita itu hingga kini masih konsisten menunjukkan energinya di tengah banyaknya bermunculan Tari Kreasi baru yang diciptakan oleh seniman di Bali.
Jika melihat dari sejarah lahirnya Tarian ini, cikal bakal munculnya tari Tarunajaya didahului oleh hadirnya tari Kebyar Legong oleh seorang seniman dari Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan, Wayan Paraupan atau yang lebih di kenal dengan Pan Wandres.
Pada tahun 1915, seniman tabuh dan tari itu menciptakan sebuah tarian yang dibawakan oleh dua orang penari. Sejumlah gerakan yang dijadikan konstruksi dengan durasi yang panjang untuk tarian itu, kemungkinan menjadi penyebab bahwa tarian ini disebut Kebyar Legong. Hanya saja, sejak diciptakan Pan Wandres, Tarian ini sudah diiringi dengan Kekebyaran yang menjadi Khas Bali Utara.
Hingga kemudian, pada tahun 1925, Seniman dari Desa Jagaraga Gde Manik menyempurnakan Tari Kebyar Legong ini, dengan durasi yang lebih pendek namun tetap menunjukkan karakteristik tari yang dinamis. Setelah berhasil di sempurnakan, Seniman yang namanya kini menjadi Nama Gedung Kesenian di Buleleng ini kemudian menampilkannya di hadapan Tamu Negara termasuk Presiden Pertama Indonesia Ir. Soekarno di Istana Tampak Siring. Hanya saja, dulu, tarian ini belum memiliki nama. Putra Sang Fajarlah konon yang memberikan Nama Terunajaya terhadap tarian ini.
Jika melihat sejarah dan eksistensinya hingga kini yag sudah dikenal hingga ke manca Negara, maka tidak berlebihan jika Tari Teruna Jaya diusulkan dan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kemendikbud RI.
Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Kabupaten Buleleng Gede Komang menjelaskan, tari Teruna Jaya untuk diusulkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda bukan tanpa alasan. Itu karena Tarian tunggal ini merupakan hasil karya yang sangat fundamental. Tarian yang menceritakan gerak-gerik dan semangat juang jiwa muda itu, tetap eksis dan bisa menjadi ikon seni tari di Buleleng yang sudah berumur lebih dari 50 tahun lamanya.
Terlebih lagi Tari Teruna Jaya pernah dipentaskan secara masal pada Buleleng Festival 2013 lalu. dengan konsep pementasan tari tunggal secara masal, dirasakan mampu menarik perhatian Pemerintah pusat saat itu dan menyarankan untuk diusulkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda.
“Ini untuk menjaga kemungkinan jangan sampai ciptaaan orang Buleleng diakui oleh Negara Lain. Ini pertimbangannya kenapa harus diusulkan menjadi Waisan Budaya tak Benda. Kedepan, kita akan gali lagi kesenian, tradisi dan budaya untuk kita usulkan kembali, untuk mendapat pengakuan,” Jelasnya.
Menurut mantan Kepala Dinas Sosial ini, dengan enetapan sebagai Warisan Budaya Tak Benda baik melalui Kemendikbud maupun UNESCO, aka nada banyak keuntungan yang didapatkan, sebagai upaya untuk pelestarian dan keberlangsungan dari Tari terunajaya ini.
“Kalau sudah pengakuan, tinggal pembiayaan. Artinya kalau sudah sebagai warisan Budaya Tak Benda, dampaknya mereka akan membiayai apakah sarana dan prasarana termasuk pelestarian. Artinya, nanti ini akan dibiayai oleh Pemerintah Pusat maupun Dunia,” tegasnya.
Penetapan tari Terunajaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda mendapat apresiasi dari para seniman Asli Buleleng. Salah satunya oleh I Made Pasca Wirsutha. Pria lulusan ISI Denpasar ini mengaku bangga dengan penetapan tersebut.
Pun demikian, Ia berharap agar Pemerintah melalui Dinas Kebudayaan Buleleng bisa mengusulkan tarian lain yang berasal dari Buleleng untuk mendapat penetapan yang sama. Seperti Tari Wiranjaya, Tari Nelayan, termasuk Tari Palawakya Dangin dan Dauh Enjung, dan beberapa Tari lainnya.
“ini tentu saja bagus, karena setidaknya banyak kesenian kita asli Buleleng yang sudah mendapat pengakuan baik di tingkat Nasional maupun Internasional. Saya sebagai seniman dan juga teman-teman seniman lainnya pasti akan bangga juga dengan penetapan ini,” Ujarnya.
Disisi lain, selain Tari Teruna Jaya, sebuah Tradisi unik di Kabupaten Buleleng berupa tradisi Nyakan Diwang (memasak di luar rumah, red) juga mendapatkan penetapan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh kemendikbud dan akan segera ditindak lanjuti untuk diusulkan ke UNESCO.
Tradisi ini merupakan tradisi turun temurun yang dilaksanakan warga Kecamatan Banjar, khususnya beberapa Desa yang ada di wilayah Catur Desa, meliputi Muduk, Umajero, Gobleg dan Gesing. Tradisi yang dilakukan pada pergantian antara Sipeng dan Ngembak Geni itu pun masih bertahan hingga kini sebagai wujud ucapan syukur. |Rika Mahardika|