Singaraja, koranbuleleng.com| Puluhan Krama Desa Pakraman Yeh Sanih di Kecamatan Kubutambahan mendatangi Kantor Bupati Buleleng Selasa, 4 Desember 2018. Maksud kedatangannya meminta agar Pemerintah Kabupaten Buleleng membantu keinginan warga adat untuk mengajukan permohonan sebidang lahan berstatus tanah Negara agar bisa menjadi hak milik desa pakraman.
Puluhan krama ini awalnya sudah tiba di lobi Kantor Bupati sejak pukul 10.00 Wita. Didampingi Perbekel Desa Bukti Gede Wardana dan Camat Kubutambahan Gede Suyasa, warga kemudian diarahkan untuk menuju Ruang Pertemuan Bappeda Litbang. Hingga kemudian sekitar pukul 11.00 wita, warga kemudian kembali menuju lobi kantor Bupati dan diterima jangsung oleh Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana. Pertemuan itupun berlangsung tertutup.
Dari data yang diperlihatkan oleh prajuru desa, krama Desa Pakraman Yeh Sanih berencana mengajukan permohonan atas tanah tersebut, sesuai Kepmen Agraria dan Tata Ruang BPN No. 276/Kep-19.2/X/2017 tentang : Penunjukan Desa Pakraman di Propinsi Bali sebagai subyek Hak Kepemilikan Bersama (Komunal atas tanah), untuk keperluan sembahyang dan melasti.
Hanya saja, hingga kini ternyata lahan yang berlokasi di sebelah timur obyek wisata kolam renang alam Yeh Sanih seluas 62,5 are ini masih dalam sengketa.
Informasinya, sengketa tanah itu sudah bermula pada tahun 1975 silam. Di atas tanah tersebut dibangun akomodasi wisata oleh almarhum Gede Gintaran Saputra yang diberi nama Ginza. Kemudian, tahun 1985, tanah negara itu berpindah tangan tangan ke almarhum Surya Mataram yang tak lain adik Hartawan Mataram (mantan Bupati Buleleng) dengan sertifikat HGB selama 20 Tahun.
Sertifikat HGB itu terbit sebanyak 3 nomor yang semua dipegang anak dari Surya Mataram. Masing-masing Ari Sudarma dengan HGB No. 3 Desa Bukti dengan luasan 19 are, Ngurah Agus Aryana dengan HGB No. 2 dengan luas lahan 18,8 are dan terakhir HGB No. 1 dengan luas lahan 18 are. Pemberian HGB itu selama 20 tahun dan berakhir pada 6 Juni 2005.
Setelah HGB berakhir, ketiga obyek tanah tersebut terlantar. Dari kondisi itu, kemudian ditahun 2013 Desa Pakraman Yeh Sanih mengajukan permohonan kepada BPN dengan surat No. 01/XI/DPYS/2013 tanggal 9 Nopember 2013. Kemudian tahun 2015, oleh Assisten Deputi Kementerian ATR/BPN Pusat, menyarankan Desa Pakraman Sanih untuk membentuk Yayasan dan memohon ke BPN. Kini, Desa Pakraman kembali berencana untuk mengajukan permohonan atas lahan itu.
Hanya saja, pada pertengahan tahun 2018, Ari Sudarma yang juga menjadi kuasa dari Ngurah Agus Aryana sempat mengurus perpanjangan HGB ke Kantor BPN. Namun karena data di BPN Buleleng tercatat bahwa ada dari Desa Pakraman Sanih yang telah mengajukan permohonan kepada BPN dengan surat nomor 01/XI/DPYS/2013 tanggal 9 Nopember 2013, maka BPN menyarankan untuk melakukan proses mediasi.
Juru bicara Desa Pakraman Yeh Sanih Jro Ancangan Made Sumarsa menyebut jika kedatangannya bersama krama meminta agar Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana memfasilitasi permohonan atas obyek sengketa tanah seluas 62,5 are tersebut.
Rencananya, lahan itu akan dikembalikan sebagai tempat melasti, termasuk Penirtaan Sudhamala itu akan difungsikan kembali. Disamping itu, Adat Yeh Sanih akan membangun Wantilan sebagai tempat peristirahatan bagi krama yang melaksanakan Melasti.
“Kami hanya ingin mengembalikan tanah hak desa adat kami yang dahulu yang sudah banyak dipermainkan oleh Pemerintah dan pihak-pihak tertentu. Karena tanah itu merupakan tanah yang disucikan, apalagi di lokasi itu ada bangunan Pelinggih Ratu Ayu Mas Melanting dan Pura Petirtaan Tirta Sudamala,” jelasnya.
Sementara Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana tidak banyak memberikan komentar. Menurutnya, berdasarkan regulasi yang ada, yang berwewenang memberikan hak pengelolaan itu adalah BPN. Sehingga Ia pun menyarankan pihak Desa Pakraman Yeh Sanih mengajukan permohonan ke BPN.
“Regulasinya BPN yang berwewenang memberikan hak pengelolaan. Saya hanya mengikuti regulasi yang ada. Intinya saya minta jaga situasi kondisif di Buleleng,” Ujarnya. |RM|