Singaraja, koranbuleleng.com | Perbekel Dencarik, Kecamatan Banjar, Putu Budiasa punya upaya baru untuk menangani sampah organic, yakni dengan membudidayakan Maggot BSF. Apa itu Maggot Maggot adalah belatung dari spesies black soldier hermatia illucens. Mahkluk ini termasuk dalam jenis lalat.
Magot cukup ampuh untuk menangani sampah organik serta bagus untuk pakan ternak unggas karena memiliki protein tinggi.
Perbekel Dencarik, Putu Budiasa, mengungkapkan pembudidayaan maggot ini sebagai upaya jangka panjang untuk menangani sampah organik di Desa Dencarik. Komponen pembudidayaannya masih sangat sedikt dan baru tahap ujicoba. Untuk membudidayakan maggot dalam skala besar butuh biofon (Rumah budidaya) yang besar sehingga proses pembudidayaan maggot lebih mudah dilakukan.
Budiasa mengaku budidaya maggot ini terpikiri karena ingin menangani sampah yang telah menjadi permasalahan mendasar dalam lingkungan. “Orang tidak mengatur sampah rumah tangga dengan baik, berbau dan lain sebagainya. Maggot ini bagus untuk mengurai sampah sehingga tidak berba. Sampah harus dikelola dengan baik dari rumah tangga,” kata Budiasa.
Budiasa mengaku membeli Maggot masih dalam bentuk telur, dia juga membeli pre-pupa seharga Rp75.000 perkilogram. Harga telur Maggot pergram mencapai Rp.10.000, itu sudah berisi ratusan hingga seribuan telur. Maggot dalam bentuk telur ini dibiarkan saja menetas sendiri di dalam sampah organik dalam kurun waktu 5 sampai 8 hari.
Nanti, telur-telur yang sudah menetas menjadi larva atau belatung itu akan dengan sendirinya mengurai sampah organik, seperti sayuran, buah-buahan dan sampah basah lainnya, termasuk mengurai bangkai hewan sekalipun. Sampah yang telah terurai, bisa dijadikan pupuk untuk tanaman.
“Sampah jadi tidak berbau, karena lalat maggot ini mminumn sari-sari dari yang organik sehingga tidak mengeluarkan bau. Yang sudah diurai itu bisa dijadikan pupuk dan kualitasnya pupuk bagus,” tambah Budiasa.
Belatung itu sering disebut pre-pupa yang mengurai sampah. Jika sudah tak perlu makanan, pre –pupa itu akan berubah menjadi pupa yang bisa berkembang biak menjadi lalat. Lalat lalat inilah yang kembali kawin dan menghasilkan telur maggot tersebet. “Umur lalat ini sangat pendek, lalat jantan akan mati setelah kawin dan lalat betina juga akan mati setelah menetaskan telurnya,” terang Budiasa.
Maggot ini juga bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak unggas. Tak perlu lama menunggu sebagai pakan, ketika masih menjadi larva atau pre-pupa, sudah bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak untuk unggas maupun ikan air tawar.
Budiasa mengatakan, saat ini dirinya masih membudidayakan di lahan milik pribadinya. Dan jumlahnya masih sangat kecil. Kedepan, jika budidaya ini berhasil maka akan dimanfaatkan dalam skala besar untuk menanggulangi sampah di Desa Dencarik.
“Saya bercita-cita membuat biofon dengan memanfaatkan tempat pembuangan sampah terpadu di desa. Sehingga lebih mudah membudidayakan sekaligus menangani sampah ini. Tinggal pemilahan saja dulu mana sampah organik dan non organik,” terang Budiasa.
Baginya, penanganan sampah dengan maggot BSF ini akan jau lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan cara-cara lain. Maggot ini tidak menimbulkan penyakit karena sifatnya hanya meminum sari makanan, bukan encari makanan seperti lalat jenis lain.
Kata Budiasa, di Bali, beberapa daerah memang sudah membudidayakan dalam skala besar, dan ini patut dijadikan referensi untuk menangani permasalahan sampah di masing-masing wilayah.
Disisi lain, Sekretaris Kecamatan Banjar, Cok Aditya WP mengapresiasi terobosan dari Perbekel Dencarik dalam upayanya menangani permasalahan sampah di masyarakat.
“Terobosan ini sangat bagus, nanti kita upayakan agar ada diskusi di seluruh desa di Banjar untuk memanfaatkan maggot ini sebagai cara penanganan sampah,” terang Cok. |NP|