Singaraja, koranbuleleng.com| Hutan Lindung Bukit Sengayang yang lokasinya berada di Desa Gesing, Kecamatan Banjar dan Kabupaten Tabanan dibabat untuk sebuah pembangunan. Warga Gesing pun khawatir jika kondisi itu bisa menimbulkan bencana alam.
Dari informasi yang dihumpun menyebutkan, pembabatan hutan lindung tersebut pertama kali diketahui oleh warga Desa Gesing, Kecamatan Banjar. Saat itu, warga curiga karena ada sejumlah orang yang memikul bahan bangunan dari lereng bukit menuju ke dalam hutan. Padahal selama ini, Hutan lindung itu sangat disucikan oleh Krama Catur Desa yakni Desa Gobleg, Gesing, Munduk di Kecamatan Banjar serta Desa Uma Jero di Kecamatan Busungbiu. Hal itupun langsung disampaikan kepada pengurus Catur Desa Adat Dalem Tamblingan.
Atas informasi itu, pecalang kemudian melakukan penelusuran dan melakukan pengecekan. Kemudian diketahui jika di dalam hutan lindung itu sedang dilaksanakan proses pembangunan Pura. Tidak diketahui pati siapa yang melakukan pembangunan Pura itu. Namun disebut-sebut pembangunan dilakukan oleh seorang Sri Bhagawan.
“Pecalang yang sempat naik kesana menemukan tenda serta ada orang yang lagi bekerja. Pohon-pohon juga sudah di tebang, mereka berjalan ke lokasi hampir 6 jam. Hanya bisa jalan kaki karena akses kendaaran tidak bisa” jelas Pengrajeg Catur Desa Adat Dalem Tamblingan I Gusti Ngurah Agung Pradnyan.
Setelah mendapatkan fakta tersebut, Pengurus Catur Desa Adat Dalem Tamblingan selanjutnya melakukan koordinasi dengan Instansi di Pemkab Buleleng, yang langsung memfasilitasi untuk bertemu dengan Gubernur Bali Wayan Koster 15 September 2019 lalu. Dari pertemuan itu, pihak Catur Desa menyampaikan upaya yang dilakukan untuk menjaga dan memuliakan kesucian dari Hutan Lindung tersebut.
Dari pertemuan dengan Gubernur Bali itu, Pengrajeg Catur Desa Adat Dalem Tamblingan akan menunggu hasil kajian dari Pemerintah Provinsi Bali untuk kelanjutan dari pembangunan pura tersebut. Agung Pradnyan berharap ada keputusannya yang terbaik dan tidak akan merugikan masyarakat.
“Kami saat itu datang dalam posisi bukan menolak dan bukan juga mengiyakan. Kami hanya menyampaikan kekhawatiran krama di Desa Gesing. Tapi yang pasti, Gubernur lebih mengerti sebagai pemegang wewenang,”kata Agung Pradnyan.
Sementara itu, salah seorang warga Desa Gesing, Putu Sosiawan mengatakan, yang menjadi ketakutan warga sekitar dengan adanya penebangan pohon adalah dampak bencana yang kemungkinan terjadi.
“Kalau terjadi longsor, keluarga saya yang jadi korban pertama, karena pembangunan itu tepat di atas rumah saya. Aapalagi kalau habis musim kemarau terus musim hujan, pasti airnya langsung kebawah,” kata ujarnya.
Ketakutan lainnya kata Sosiawan menyangkut tentang kesucian kawasan tersebut. Karena jika nantinya pura di tengah hutan lindung itu dibuka untuk umum otomatis pencemaran akan bertambah.
“Sampah-sampah pasti ada, nanti bisa saja di bangun kamar mandi, sedangkan selama ini Catur Desa Adat Dalem Tamblingan menyucikan daerah bukit tersebut,” ketusnya. |ET|