Made Sueta kembangkan jeruk hasil okulasi jeruk Bondalem dan jeruk Siam Kintamani. |FOTO : EDI TORO|
Singaraja, koranbuleleng.com | Made Sueta, pensiunan PNS dari Dinas Kehutanan Kabupaten Buleleng banting “stir” jadi petani. Kini, kerja kerasnya sebagai petani membuahkan hasil menggembirakan untuk mengisi masa pensiunnya.
Ceritanya begini, sejak empat tahun lalu, Sueta mnegmbangkan varietas jeruk baru hasil okulasi tanaman jeruk keprok Bondalem dan jeruk Siam Kintamani. Dan berhasil. Namun dia belum berani memberi nama, hanya diberi nama Jeruk Dencarik, karena jeruk hasil persilangannya ditanam di Dusun Bingin, Desa Dencarik.
Sueta menanam jeruk Dencarik dengan metode organik, tanpa ada tambahan zat-zat kimia lain. Walaupun begitu, hasil jeruknya sangat bagus, dan sudah panen beberapa kali setiap tujuh bulan sekali. Sekali panen dalam masa tujuh bulan itu, Sueta bisa mendapat 4 ton jeruk dari luas lahan 20 are.
Menurut Sueta, menanam jeruk dengan metode organik banyak keutungannya. Buahnya sehat dan bersih atau higienis. Sueta mengklaim dari sisi rasa dan bentuk hampir sama dengan tanaman jeruk Bondalem yang ini sudah sulit didapat bibitnya.
Petani yang sudah berusia 67 tahun ini juga menyatakan mengeluarkan murah biaya produksi lebih rendah ketika melkaukan perawatan dengan pola organik karena tidak harus mengeluarkan uang untuk belanja pupuk kimia.
“Kedua varietas jeruk keprok ini coba saya okulasi, jadi indukkannya bibit jeruk keprok Bondalem, tetapi batang pohonya saya potong dengan memasukkan batang pohon jeruk siam Kintamani. Hasilnya seperti ini, saya namakan dulu jeruk Dencarik.” tutur Sueta, Selasa 1 Juni 2020.
Sueta menceritakan tidak mudah menanam jeruk keprok dengan metode pertanian organik. Butuh waktu bertahun-bertahun untuk menghasilkan buah jeruk yang dapat diterima di pasar-pasar lokal di Bali. Apalagi banyaknya persaingan buah jeruk keprok dari petani yang ada di Kintamani Bali.
“Saya sudah 4 tahun mencoba bertani jeruk keprok dengan perlakuan organik, jeruk ini mampu menghasilkan 4 ton buah jeruk dalam sekali panen setiap 7 bulan, dengan pemasarannya buah jeruk ke daerah Denpasar,” ungkap Sueta saat panen jeruk dilahan miliknya.
Dalam kegiatan panen di kebunnya, Sueta menuturkan secara sekilas bahwa awal mula bertani banyak gagal. Diatas lahan 20 are miliknya telah beberapa kali mencoba mengembangkan pertanian dengan berbagai jenis tanaman. Mulai dari tanaman jenis gingseng, klengkeng hingga tumbuhan obat-obatan. Namun tak pernah berhasil, selain sulit pasar dan terbentur modal juga.
Karena sudah sempat pasrah, akhirnya dirinya memulai menanam jeruk empat tahun yang lalu. Kala itu, dirinya berkunjung di Desa Temukus. Salah seorang petani di desa itu menanam jeruk keprok Desa Bondalem.
Ia pun mencoba menanam di lahan milikn temannya, kemudian menjadikannya bibit. Disaat itu pula Made Sueta juga mengembangkan pembibitan dengan menggambungkan jeruk siam khas kintamani dengan jeruk keprok Bondalem. “Akhirnya saya cba melakukan okluasi dari dua varietas ini, dan ternyata tumbuh baik dengan pola organik ini,” ujarnya.
Sueta pun berharap kepada Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng bisa melakukan kajian dan pengujian terhadap jeruk hasil persilangan jeruk bobdalem dan jeruk siam Kintamani ini.
“Kalau ini memang dinyatakan varietas baru agar jeruk ini dan dapat memberikan nama hak paten, tentunya dengan pola tanam organik,” pungkasnya |ET|