Prses pembuatan Eco Enzyme |FOTO : Rika Mahardika|
Singaraja, koranbuleleng.com| Eco enzyme belum terlalu familiar ditelinga masyarakat. Selama ini, pengelolaan sampah organik hanya disosialisasikan untuk dijadikan pupuk kompos. Maka tidak jarang, sejumlah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang ada di Buleleng, memiliki alat pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos. Hingga kemudian, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng memiliki alternatif lain untuk mengolah sampah organik untuk menjadi eco enzyme.
Sejak beberapa bulan terakhir, DLH gencar mensosialisasikan eco enzyme ini. Sasarannya adalah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Lingkup Pemkab Buleleng, Sekolah, dan juga Desa. Hingga saat ini sudah ada 15 Desa yang mendapatkan pelatihan dari DLH untuk pembuatan eco enzyme.
Salah satu Desa yang sudah mendapatkan pelatihan adalah Desa Kerobokan, Kecamatan Sawan. Hasil pelatihan itu kemudian diaplikasikan dengan membuat eco enzyme dalam skala besar yang dilaksanakan di TPST Desa setempat pada Selasa, 21 Juli 2020.
Pihak Pemerintah Desa telah menyiapkan dua buah tong berukuran besar. Kemudian untuk bahannya, menggunakan air, sampah organik jenis sayur dan buah-buahan, serta molase. Untuk satu tong tersebut, diperlukan 170 liter air, 51 kilogram dan 17 kilogram molase. Sehingga dari proses pembuatan eco enzyme itu, sudah mampu mengolah 102 kilogram sampah organic khusus jenis sayur dan buah-buahan.
Semua bahan itu kemudian dicampurkan menjadi satu dalam tong tersebut. Diaduk hingga rata, kemudian ditutup dengan rapat. Prosesnya selesai.
Kini, pihak Desa tinggal menunggu proses fermentasi dari semua bahan tersebut selama tiga bulan, untuk nantinya dipanen.
Perbekel Desa Kerobokan Putu Wisnu Wardana menyebut jika eco enzyme ini adalah hal yang baru diketahui melalui DLH Kabupaten Buleleng. Dan ternyata, hasil fermentasi dari sampah sayuran dan buah ini memiliki banyak kegunaan. Bisa dijadikan pembersih pembantu detergen, membersihkan lantai, dan masih banyak lagi. Namun yang paling penting baginya adalah, cairan ini nantinya bisa dijadikan sebagai pupuk cair.
Ini pun sejalan dengan program dari Pemerintahan Desa Kerobokan untuk ketahanan pangan di tengah musim pandemi COVID 19. Saat ini, Desa telah memiliki demplot tanaman hortikultura sekitar dua are yang berlokasi di sebelah utara kantor Desa.
“Kita sudah melakukan pembibitan, dan rencananya hasil panen eco enzyme ini akan kita jadikan pupuk cair untuk tanaman pada demplot yang kita buat,” jelasnya.
Saat ini, Pemerintah Desa masih ingin fokus untuk memantapkan pembuatan eco enzyme dengan memberdayakan tenaga yang bertugas di TPST setempat. Namun targetnya, pengolahan sampah organic menjadi eco enzyme ini akan dimasyarakatkan. Terlebih lagi di tahun 2021 mendatang, Desa akan kembali membuat demplot di tiga subak, yakni Subak Lanyahan, SUbak Babakan, dan Subak Kloncing.
“Kedepan kita akan edukasi masyarakat, agar dari rumah tangga sampah itu bisa diproduksi menjadi eco enzyme. Sehingga volume sampah yang masuk ke TPST semakin berkurang,” ujar Wisnu Wardana.
Sementara, Kepala DLH Buleleng Putu Ariadi Pribadi mengatakan, sesuai dengan Kebijakan dan Strategi Daerah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Jakstrada), Buleleng memiliki target mengurangi sampah sebesar 30 persen dari timbulan sampah di Kabupaten Buleleng.
Selama ini, upaya yang telah dilakukan adalah dengan memberdayakan TPST untuk mengolah sampah organic menjadi pupuk kompos. Kemudian, ada satu alternatif lain untuk mewujudkan program tersebut yakni dengan eco enzyme. “Kenapa eco enzyme? Karena yang lain kan sudah bisa jalan. Dan ini sedang kita maksimalkan karena caranya mudah, kemudian manfaatnya juga banyak,” ujarnya.
Sampai dengan saat ini, penyuluhan dan pelatihan terkait dengan pembuatan eco enzyme sudah dilaksanakan pada 15 Desa. Namun yang sudah melaksanakan produksi dalam skala besar hanya lima Desa yakni Desa Kerobokan, Desa Dencarik, Kayu Putih, Tampekan, dan Desa Bengkel. Kedepan, Ia menargetkan jika eco enzyme ini bisa dilaksanakan oleh semua Desa.
“Kita juga akan koordinasi dengan Dinas PMD, karena diperlukan pembiayaan untuk pengadaan molase. Jadi agar bisa pengadaannya dianggarkan dari dana APBDes,” kata Ariadi Pribadi.
Pengolahan sampah organik khususnya sampah sayur dan buah untuk menjadi eco enzyme ini diyakini bisa menjadi salah satu alternatif dalam mengurangi volume timbulan sampah di Kabupaten Buleleng. Apalagi setelah dilakukan evaluasi, nyatanya dari program eco enzyme ini, sampah yang masuk ke TPA Bengkala berkurang hingga dua persen setiap harinya.
“Eco Enzyme ini adalah harus dimaksimalkan, dan bisa menjadi solusi untuk mengatasi persoalan sampah di Buleleng,” pungkas Mantan Camat Gerokgak ini.
Pewarta : Rika Mahardika
Editor : Putu Nova A.Putra