Area utama mandala Pura Beji |FOTO : Gede Supartama|
Singaraja,koranbuleleng.com | Pura Beji di Dusun Beji, Desa Sangsit, salah satu warisan budaya yang sangat Indah dimiliki Kabupaten Buleleng. Corak ukiran khas Buleleng masih kentara, tak ada yang berubah. Posisi masing-masing pelinggih di dalam pura juga sangat megah.
Jika menuju Pelabuhan Paben Sangsit, maka pura ini terlewati. Lokasinya, di sebelah utara dari Pasar Tradisional Desa Pakraman Sangsit. Jalur ini salah satu jalur bersejarah dari masa lalu.
Pabean Sangsit merupakan salah satu pelabuhan tersibuk di masa lalu, setelah pelabuhan Buleleng. Sampai kini, Pabean Sangsit masih dimanfaatkan untuk pelabuhan barang antar pulau.
Biasanya, para pedagang dari wilayah Pulau Sapeken dan sekitarnya di Provinsi Jawa Timur akan melakukan transaksi ekonomi ke Buleleng. Jaraknya, lebih dekat daripada harus ke Banyuwangi.
Pura Beji, merupakan pura subak sebagai sthana dari Dewi Sri. Dalam keyakinan Hindu, Dewi Sri merupakan dewi kesuburan, yang telah memberikan kesejahteraan dan kesuburan bagi lahan-lahan pertanian yang diolah para petani. .
Pura ini terdiri dari tiga bagian (Tri Mandala). Luas area Nista Mandala 2,42 are, Madya Mandala 8,17 are, Utama Mandala 17,79 are.
Di bagian Nista Mandala terdapat sebuah bangunan Bale Kulkul dengan ketinggian 10 meter. Bale kulkul ini posisinya sebelah pojok kiri dari pintu masuk.
Di bagian Madya Mandala, pada bagian selatan terdapat Bale Sekaulu dan Bale Sekapat. Dibagian utara terdapat Bale Roras dan Bale Paebatan.
Di Utama Mandala, terdapatlah banyak pelinggih dengan penempatan yang sangat unik dan megah. Gaya Arsitekturnya tidak ada yang menyamai dengan pura lainnya.
Sebagai tempat yang dipercaya sebagai stana Dewi Sri, di utama mandala inilah terdapat sebuah gedong simpan Dewi Sri. Gedong simpan yang biasa disebut Gedong Agung ini berjejer dengan sejumlah pelinggih lain sebanyak 15 pelinggih. 15 pelinggih tersebut merupakan Pelinggih Pengayatan Ida Betara – Betari sajebag jagat Bali.
Pura diempon oleh krama Subak Beji juga masyarakat Desa Sangsit pada umumnya, serta masyarakat yang terkait erat dengan sejarah Pura Beji.
Menurut penuturan Pemangku Pura Beji, Jro Mangku Nyoman Bakti, pura Beji berdiri di abad ke 15. Secara turun temurun, subak ini melaksanakan tradisi piodalan untuk mensyukuri berkah kesejahteraan yang diberikan Hyang Dewi Sri.
Salah satu keunikan Pura Beji memiliki tiga kali tegak (hari) piodalan diantara, Aci-aci, Ngusaba dan Pengebekan ( Pujawali ).
Aci – aci atau meaci-aci (Meaci – aci) diselenggarakan di Purnama Kedasa, Ngusaba diselenggarakan di Purnama Jiesta, serta Pengebekan ( Pujawali ) diselenggarakan tepat di rahina Purnama Kapat.
Piodalan ini sebagai ungkapan syukur setelah Panen raya kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, dengan manifestasi sebagai Dewi Sri, sebagai Dewi Kemakmuran.
“Sampai saat ini, semua tradisi masih berjalan dengan baik dijalankan oleh para pengempon Pura,” ucap Jro Mangku Nyoman Bakti.
Subak Beji memiliki sekitar 110 penyakap atau penggarap lahan. Mereka tersebar di empat tempekan diantaranya yakni tempek sema, tempek lima satu, tempek abian dan tempek dauh pangkung.
Salah satu krama Subak Beji, Ketut Nesa Masdika menjelaskan ada tradisi Kepangluh Destar Poleng juga masih dijalankan sampai kini. Tradisi itu sebagai pertanda kesejahteraan yang diberikan Dewi Sri kepada para umatnya.
Patung Orang Cina Bawa Rebab dan Gitar
Dari sisi relief, ada keunikan di pura Beji ini. Di area Utama Mandala di depan Paduraksan Pura, terdapat relief Naga dan dua patung orang asing. Menurt masyarakat, dua patung itu merupakan patung orang cina. Satu patung memegang gitar dan yang satu memegang rebab.
Menurut Ketut Nesa Masdika, patung unik itu tidak serta merta ada bersamaan dengan Pura Beji saat awal dibangun. Namun patung ada setelah Cina datang ke Indonesia khususnya Bali. Bali banyak mendapatkan akulturasi budaya dari Cina. Layaknya sarana upacara yang sampai kini digunakan seperti uang kepeng atau pis bolong yang bertuliskan aksara Cina. Orang-orang Cina dulu dipercaya sering berlabuh di Pelabuhan Pabean Sangsit untuk berdagang.
“Hormatilah warisan budaya dari leluhur kita, karena keunikan dari hal yang ada didalamnya terkadang mengandung makna yang bisa kita jadikan konsep Mulat Sarira maupun Rasa Syukur kehadapan Hyang Kuasa,” ujarnya Nesa.
Tempat yang penuh dengan nuansa kemegahan ini, kini menjadi salah satu daya tarik wisata di Buleleng. Kemegahan arsitektur menjadi magnet bagi wisatawan untuk berkunjung. Selain itu, tentu asset dan prosesi budaya yang ada di pura ini.
Selain itu, Pura ini juga sering dimanfaatkan sebagai spot foto untuk foto-foto pernikahan.
Salah satu staf di pusat informasi pariwisata, Pura Beji, Nyoman Mustika mengatakan sebelum Pandemi COVID 19 banyak wistawan asing yang datang ke sini. Apalagi jika high season, wistawan yang datang bisa mencapai di angka 300 orang setiap harinya. Mereka datang silih berganti untuk mengabadikan kemegahan arsitektur pura.
“Di sebelah barat, kita juga sudah sediakan parkir untuk kendaraan. Bus bisa masuk, jadi memang nyaman ketika banyak bus berkunjung ke sini,” ujar Mustika.
Pewarta : Gede Supartama
Editor : Putu Nova A.Putra