Tiga Pelinggih di Utama Mandala Pura Indra Prasta |FOTO : I Putu Nova A.Putra|
Solo, koranbuleleng.com | Letaknya menepi di ujung gang Tribusono, Kampung Mutihan, Kelurahan Sondakan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Tepat di sisi tepi Sungai Jenes, Pura Indra Prasta berdiri megah.
Pura ini seakan menjadi perlambang kerukunan, karena lingkungan sekitar pura banyak penduduk beragama Islam. Bahkan, penjaga Pura Indra Prasta yang setiap hari disana, Suharto, adalah seorang Muslim. Jarak rumahnya dari pura hanya sekitar 25 langkah kaki saja.
“Saya setiap hari membersihkan pura ini, sudah sejak dua puluh tahun melanjutkan itikad baik dari almarhum bapak saya, Wirosariman,” kata Suharto memulai cerita.
Suharto menuturkan Tokoh Hindu Surakarta, (alm) RW Harjanta Prajaprangarsa di tahun 1968 yang menjadi pelopor pembangunan pura ini. Harjanta Prajaprangarsa ini merupakan salah satu keluarga keraton.
Uniknya, proses pembangunan pura juga dibantu oleh warga sekitar yang mayoritas Islam. Salah satu warga yang ikut membangun pura ini adalah orang tua Suharto.
“Dulu itu, Raden Harjanta yang meminta agar warga disini ikut membantu. Ada rapat warga Hindu dan Islam. Beliau orang disegani. Kerukunan diantara kami sangat baik sampai sekarang. Berdirinya pura ini juga didukung oleh warga sekitar,” ujarnya.
Proses pembangunan ini berjalan secara perlahan. Di tahun 1968 masih sangat sederhana. Akhirnya, pada tahun 2011 seluruh proses pembangunan selesai. Kala itu, Presiden RI Joko Widodo masih menjabat sebagai Wali Kota Solo yang meresmikan langsung pura ini.
Pura ini juga memiliki pasraman bagi untuk melatih dan mendidik tentang agama dan seni budaya. Pasraman Indra Prasta ini diresmikan langsung oleh Dirjen Bimas Hindu, IBG Yudha Triguna.
Pura yang berdiri diatas lahan sekitar 20 are terdiri dari utama mandala dan madya mandala. Di utama mandala terdapat tiga buah pelinggih, dua unit wantilan. Di Madya Mandala terdapat Bale Kulkul dan Bale gong.
Seluruh ornamen ukiran Pura termasuk Candi Bentar dan Kori Agung dibuat langsung oleh undagi dari Bali. “Kala itu ada empat orang Bali yang mengerjakan ukiran ini. Tiga pelinggih dibuat di Bali,” tutur Suharo.
Suharto menjelaskan di Solo ada tiga pura besar yang berada di tiga wilayah yakni Solo bagian timur, Solo Bagian tengah dan Solo bagian timur. Orang-orang Bali yang bermukim lama di Solo membentuk tiga banjar tersebut.
Biasanya selain saat Purnama, pada hari minggu pagi juga sering dipadati oleh warga hindu yang melkaukan persembahyangan. Namun, di kala pandemic COVID-19, persembahyangan dibatasi untuk menerapkan protokol kesehatan. |NP|