Surat Kepada Bupati, Perihal : Hari gini ada Sekolah roboh

Atap bangunan sekolah SD Negeri 1 Batungsel yang baru selesai diperbaiki, ambruk sebelum di-plaspas yang sedianya dilakukan bertepatan dengan purnama, Sabtu 19 Desember 2021 besok.  Kap baja ringan rupanya tak sanggup bertahan dalam hitungan bulan, menahan beban genteng yang lembab, sejak sekolah tertua di Kecamatan Pupuan ini, selesai diganti kap dan atapnya.

SD ini berdiri pada 1943. Tanah di lokasi berdiri sekolah ini adalah sumbangsih seorang warga desa yang berdedikasi tinggi untuk pendidikan bagi tidak hanya anak-anak Batungsel tetapi anak-anak di Kecamatan Pupuan.

- Advertisement -

Dahulu, ketika tanah telah siap di lokasinya yang sekarang, esok hari warga desa ngayah mengumpulkan bahan-bahan bangunan sekolah, seperti bambu dan kayu kebun yang juga diambil tanpa bayaran dari milik warga setempat. Setelah gedung berdiri, warga desa juga membangun rumah tinggal para guru yang ketika itu semua berasal dari luar desa Batungsel, seperti dari desa-desa di Kecamatan Penebel. Rumah-rumah guru yang sederhana dibangun di kompleks sekolah. Pada malam hari, siswa belajar di rumah guru-guru. Siang hari sepulang sekolah anak-anak ke kebun kopi atau sawah membantu orang tua mereka bekerja. Para guru juga sering ikut serta ke sawah atau kebun kopi bersama murid-murid mereka.

Karena tidak ada listrik, anak-anak secara berkelompok membawa lampu petromaks atau strongking yang telah menyala ke rumah para guru, penerangan dalam belajar. Menjadi guru pada masa awal di SD Negeri 1 Batungsel, tidak kenal jam kerja seperti saat ini. Anak-anak juga membantu guru mencari air minum, menyapu rumah guru, dan membawa aneka sayur-mayur atau hasil kebun untuk guru-guru mereka. Ketika masa liburan sekolah tiba, guru-guru yang akan kembali ke desa asal mereka dengan naik bus Manis milik warga keturunan China di Banjar Pempatan, diantar dan ditunggui oleh para siswa, sebagai cerita perpisahan sementara. Selama liburan itu, rumah para guru dijaga oleh warga desa dan siswa secara bergilir menyapu halamannya.

Peristiwa bangunan sekolah ambruk di era Revolusi 4.0 adalah peristiwa yang jauh dari bayangan dan mungkin sedikit memalukan. Tapi ambruknya  kap baja SD Negeri 1 Batungsel sebuah kenyataan yang menjadi ironi dan mengundang berbagai dugaan yang tidak sedap.

Salah satu kehebatan Presiden Soeharto adalah program SD Inpres. Semua desa di Indonesia memiliki SD. Kelak, cerita SD Inpres yang dulunya sedemikian harum itu berubah jadi cerita yang memilukan. Banyak gedung SD yang terbengkalai. Ya, seperti kisah dalam Laskar Pelangi. Inilah potret buram pendidikan dasar negeri menjelang jatuhnya Presiden Soeharto.  Majalah Tempo (28 Maret 2005) menurunkan satu laporan panjang soal ini, “Robohnya Sekolah Kami” yang diilhami oleh Robohnya Surau Kami (A.A. Navis).

- Advertisement -

Pada masa Reformasi gedung-gedung sekolah dasar di seluruh negeri dibangun kembali. Sejak itu, tidak ada lagi cerita sekolah-sekolah yang rubuh atau terbengkalai, membuat miris, seperti SD Muhamdyah dalam  novel dan film Laskar Pelangi. Pemerintah telah menjawab dengan nyata laporan-laporan media cetak ketika itu yang dengan sangat gencar memberitakan sekolah-sekolah yang terbengkalai. Media cetak sangat berpihak kepada praktik pendidikan dan menyuarakan di dalam halaman-halaman utamanya bahwa pendidikan tidak bisa dinomorduakan.

SD Negeri 1 Batungsel yang dulunya adalah sekolah rakyat (SR) berdiri di atas tanah persembahan warga desa setempat, dibangun dari bahan-bahan lokal secara swadaya, didirikan tiang-tiang bangunan dengan semangat ngayah yang tulus dari masyarakat desa; lantas diambil alih dalam proyek SD Inpres oleh pemerintah dengan bangunan dari beton, dan ambruk ketika Gempa Seriirit (1976).

Dalam sejarahnya yang panjang itu, SD ini ternyata tidak luput dari cerita “Robohnya Sekolah Kami”. Ketika itu, pagi hari Ibu Ni Wayan Pastini (Kepala Sekolah) menangis menyaksikan atap sekolah ambruk. Dengan naik kendaraan umum ia melapor ke Bupati Tabanan ketika itu. Syukurlah sangat cepat ditanggapi dan segera diperbaiki sehingga tidak mengganggu kegiatan belajar. Ketika itu siapa saja mafhum mendengar berita ambruknya sebuah sekolah, termasuk yang ditangisi oleh Ibu Pastini.

Tetapi hari gini peristiwa atap sekolah ambruk, apalagi baru saja selesai dikerjakan, belum genap dua puluh hari, dan belum pula diupacarai (ngambe) tentu mengundang berbagai justifikasi yang negatif. Syukurnya, seperti yang pernah disampaikan oleh Ibu Santun (kepala SDN 1 Batungsel saat ini) ketika mengajukan surat izin meminjam ruang belajar di Komunitas Desa Belajar Bali, yang menggunakan rumah pribadi I Wayan Artika (penulis), karena sekolahnya direhab, sehingga tidak cukup tersedia ruang ketika dilaksanakan PTM terbatas semasa pandemic. Bahwa pihak sekolah SD Negeri 1 Batungsel hanya menerima beres. Artinya proses pembangunannya tidak melibatkan pihak sekolah. Pihak SD Negeri 1 Batungsel (guru, komite) bebas dari berbagai justifikasi negatif. Yang dirugikan adalah siswa karena semester genap tahun ajaran 2022 tentu mereka tidak bisa belajar nyaman.

Ketika pengerjaan kap, atap, dan bagian-bagian bangunan lainnya, telah selesai dan siap digunakan, lewat pesan WA kepada I Wayan Artika dari Komunitas Desa Belajar Bali yang juga berlokasi di Desa Batungsel, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan, tertanggal 1 Desember 2021 Ibu Santun tentunya sangat lega karena akan memberi rasa aman kepada anak-anak desa dalam belajar sehari-hari di sekolah tercinta milik Desa Batungsel, sebagaimana pesan berikut:

Santun Arini
“Om Swastyastu Pak Yan, tyang ngaturang suksme ping banget atas kerelaan Bapak sampun memberikan tempat belajar bagi anak anak, ngawit mangkin anak anak sampun belajar kembali ring sekolah, tyang mohon maaf apabila wenten kesalahan tyang, guru tyang taler anak anak belajar ring rumah Bapak Wayan, apabila nanti wenten kepentingan tyang ten surut surut mohon bimbingan dan bantuan saking Bapak Wayan, suksme.Om Santih, Santih, Santih Om”

Tapi, belum genap 20 hari setelah pesan itu ditulis dan dikirim, sekolahnya ambruk. Mungkin sejarah akan berulang, soal ketulusan atau dedikasi tinggi terhadap pendidikan, kembali warga Batungsel mempersembahkan apa yang dimiliki untuk pendidikan.

Sikap yang mencerminkan bahwa pendidikan juga merupakan tanggung jawab warga setempat, dimana sebuah sekolah beroperasi. Maka, ketika dulu kakek nenek ngayah membangun gedung SR ketika penjajahan Jepang dan memelihanya pada tahun-tahuan Revolusi Indonesia, yang sebelumnya karena sumbangsih tanah dari warga setempat juga; maka di era Revolusi 4.0 ini, seorang warga mempersembahkan rumahnya bagi siswa SD Negeri 1 Batungsel karena kap baja dan atap sekolah mereka ambruk, sehingga tetap bisa mengikuti PTM terbatas di tengah pandemi dunia. (*)

Penulis :  Dr. I Wayan Artika, S.Pd., M.Hum. (Dosen Undiksha, Pegiat Gerakan Literasi Akar Rumput pada Komunitas Desa Belajar Bali)

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts