Singaraja, koranbuleleng.com │ Sebanyak 335 orang warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Singaraja Singaraja telah menjalani program Asimilasi rumah. Program yang sudah berjalan selama 2 tahun ini diharapkan bisa mengurangi kapasitas lapas yang sudahi over kapasitas.
Kebijakan asimilasi tertuang dalam surat keputusan Kemenkumham No.M.HH -73.PK .O5.09/2022 dan no 43 tahun 2021 tentang perubahan kedua Peraturan Kemenkumham no.32 tahun 2020 tentang syarat dan pemberian asimilasi
Kepala Lapas Kelas II B Singaraja, I Wayan Putu Sutresna mengatakan, upaya pengurangan tingkat hunian lapas adalah dengan penerapan pola asimilasi rumah. Selain itu, program ini juga untuk mencegah adanya penularan covid19 di dalam lapas.
Saat ini, Lapas Singaraja saat ini sudah melebihi kapasitas dari semestinya. Tempat membina para pelaku kriminal itu terdapat 225 orang dari daya tampung yang hanya 100 orang. Penghuni terbanyak merupakan warga binaan yang terlibat kasus narkotika dan bahan berbahaya (Narkoba).
“Kasus narkoba hampir setengah kapasitas di Lapas, bahkan lebih” kata Sutresna
Upaya asimilasi rumah ini diakui masih belum maksimal untuk mengurangi jumlah kapasitas. Hal ini disebabkan setiap kasus narkoba dengan barang bukti kecil dan hanya pemakai tetap diproses dan dijebloskan ke lapas. Pihaknya pun berharap Ketika ada kasus dengan barang bukti sedikit agar dilakukan rehabilitasi.
“Setiap kita berikan asimilasi kapasitas 5 orang napi narkoba, ada yang masuk 10 orang. Jadi ini kan beban juga. Jadi kami harap yang hanya pakai dan barang bukti sedikit di rehab aja. Beda kalau bandar. “ harapnya.
Hingga saat ini, dari total yang menjalani asimilasi rumah, ada 2 warga binaan gagal karena mereka kembali berurusan hukum pada saat menjalani asimilasi rumah. Mereka kembali harus menjalani sisa masa penahanan, di samping menjalani hukuman dari putusan yang baru.
Sisi lain, seiring dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, syarat remisi bagi narapidana kasus tertentu seperti narkotika dan korupsi juga dilonggarkan.
Dalam aturan sebelumnya, narapidana kedua kasus tersebut tak cukup sekadar berkelakuan baik dan menjalani hukuman lebih dari enam bulan penjara. Mereka harus memenuhi syarat tambahan yakni bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang pernah dilakukan.
Mereka bisa mengusulkan remisi. Mereka akan dinilai perilaku mereka lewat sistem. Istilahnya Sistem Penilaian Perilaku Narapidana. Kalau nilainya baik, sudah bisa diusulkan remisi. Tapi kalau nilainya hanya cukup, masih belum bisa diusulkan.
“Pemberlakuan UU baru tersebut bukan tidak mendukung program pemberantasan narkotika dan korupsi. UU itu menjadi dasar hukum untuk memberikan hak narapidana” katanya.
Selain itu, Narapidana kasus narkotika dan korupsi juga berhak mengajukan cuti bersyarat. Terkecuali dalam putusan pengadilan selama menjalani pidana hak-hak nya yang bersangkutan dicabut, maka itu tidak bisa diberikan. │ET│