Singaraja, koranbuleleng.com │ Eksekusi lahan kembali dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Singaraja di desa Tangguwisia Kecamatan Seririt, Buleleng, Rabu 12 Oktober 2022.
Eksekusi kali ini tanpa perlawanan. Lahan yang dieksekusi ini sebelumnya milik Ketut Jengiskan dengan luas 8 are. Sebelumnya lokasi ini berfungsi sebagai toko bangunan.
Dari pantauan, setelah dibacakan berita acara eksekusi, beberapa orang warga mengeluarkan barang-barang dari bangunan tersebut untuk dikosongkan dan diangkut ke mobil bak terbuka.
Tampak juga beberapa anggota kepolisian berjaga untuk antisipasi adanya kerusuhan. Untuk diketahui, lahan itu sebelumnya sempat gagal untuk di eksekusi.
Panitera Pengadilan Negeri Singaraja Anak Agung Nyoman Diksa mengatakan, berdasarkan kutipan risalah lelang dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL), lahan dan bangunan tersebut telah dimiliki oleh pemenang lelang yaitu Komang Budi Artana.
Sebelumnya dari PN Singaraja sempat melakukan teguran kepada termohon Ketut Jengiskan agar melakukan pengosongan. Namun termohon sempat melakukan bantahan. Sehingga proses eksekusi sempat ditunda.
“Prosesi eksekusi ini melaksanakan pemerintah ketua PN Singaraja. Dimana obyek ini sudah dimenangkan oleh pemohon yaitu Komang Budi Artana. Selain itu eksekusi ini sudah mempunyai hukum tetap” katanya
Pada saat eksekusi ini termohon tidak datang. Namun sesuai dengan putusan PN Singaraja eksekusi tetap berjalan.
“Eksekusi tetap jalan dan sah. Kalua kita menunggu termohon hadir eksekusi tidak akan berjalan. Jadi ini istilahnya eksekusi paksa pengosongan” tutupnya
Ditempat yang sama, Kuasa Hukum pemohon I Nyoman Sunarta mengatakan, klineya telah membeli lahan tersebut melalui proses lelang terbuka di Kantor Perbendaharaan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Singaraja pada juni 2021 dan kemudian sudah dibalik nama di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Buleleng.
Kemudian pihaknya juga sudah sempat melakukan upaya pendekatan dengan pihak termohon untuk mencari jalan keluar. Termasuk memberikan waktu untuk melakukan pengosongan dengan cara sukarela.
Namun dari waktu yang sudah berjalan, tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak sehingga permohonan pengosongan paksa akhirnya dilakukan.
“Sejak awal kita sudah lakukan pembicaraan dari pemilik asal (termohon). Termasuk dengan beberapa tokohh politik, tokoh masyarakat dan yang lainya. Namun kesepakatan tidak ada. Sehingga proses hukum ini kami terpaksa lakukan” katannya
Sementara itu, pihak termohon Ketut Jengiskan pada saat eksekusi lahan berhalangan hadir dikarenakan sedang mengikuti upacara pawintenan dilanjutkan dengan ngenteg linggih sebagaimana surat keterangan yang ditandatangani oleh kelian desa adat Galiran. │ET│