Singaraja, koranbuleleng.com| Festival Lovina telah berlalu, Pemerintah Kabupaten Buleleng berencana kembali menggelar di tahun berikutnya. Festival yang dipusatkan di Pantai Binaria, Desa Kalibukbuk itu diisi dengan beberapa atraksi seni dan permainan tradisional, workshop, unjuk aksi band lokal, yoga dari sejumlah anggota komunitas yoga di Buleleng dan warna-warni sejumlah penjualan produk dari UMKM di beberapa gerai yang sudah disediakan oleh panitia.
Tapi ada yang dilupakan di tengah riuh festival minggu lalu, yakni cikal bakal dari wujud Lovina saat ini. Nama Lovina saat ini, dipopulerkan oleh Raja Buleleng terakhir, Anak Agung Panji Tisna. Dia seorang sastrawan besar, era Pujangga Baru. Lovina pernah menjadi bagian dari peta sastra di Indonesia melalui ketenaran karya-karya Sastra sang raja.
Ombak yang tenang, angin sepoi dan suasana yang sepi menjadi ciri khas Lovina di masa lalu. Ketenangan ini menjadikan inspirasi bagi Panji Tisna di masa lalu melahirkan karya. Namun, kegiatan Sastra tidak masuk dalam agenda seting Festival Lovina yang lalu.
Lovina yang dipopulerkan oleh Panji Tisna, dulunya ada di Desa Kaliasem, Kecamatan Banjar, berdekatan dengan Pantai Binaria, patung dolphin saat ini. Di pinggiran pantai ini, suasana memang sepi dan ombak yang landai.
Untuk menandai Lovina sebagai obyek wisata yang asri, Panji Tisna juga menanam sejumlah pohon di depan hotel Tasik Madu itu. Sampai kini, pohon itu sudah besar dan beberapa masih hidup.
Pohon-pohon itu persis kini berada di jalan Singaraja-Seririt, di Depan Hotel Puri Manggala yang bersebelahan dengan Tasik Madu. Salah satu pohon itu, ada yang diselimuti dengan kain poleng (putih hitam). Itu sudah ditanam puluhan tahun silam. Pohon itu menjadi penanda raja terakhir Buleleng tersebut. Sementara Hotel Puri Manggala itu telah didirikan sebuah museum yang dinamakan The Little Museum Panji Tisna, untuk mengenang Anak Agung Pandji Tisna dan Lovina dimasa lalu.
Ahli Sastra The Little Museum Panji Tisna, Wayan Artika mengatakan museum tersebut pertama di didirikan oleh Agung Brawida cucu dari Panji Tisna. Museum tersebut didirikan, karena kecintaannya terhadap sastra. Selain itu, inspirasi tersebut muncul karena Brawida, sering melihat museum sastra di Eropa.
Museum didirikan di tempat tersebut, karena tempat tersebut merupakan sejarah awal digagasnya nama Lovina. Seperti diketahui, nama Lovina diambil dari singkatan Bahasa Inggris (Love) yang artinya “Cinta” dan Bahasa Bali (Ina) yang artinya “Ibu” yang diartikan dengan Cinta Ibu Pertiwi. Sejarah Lovina tersebut, juga bukan dari di tempat berdirinya ikon patung lumba-lumba,melainkan di sebelah barat dari patung tersebut, kurang lebih sekitar 300 meter.
Artika menyebut, sejarah Lovina berawal dari Panji Tisna yang berkebun jeruk di daerah tersebut pada tahun 1954 silam. Kemudian, Panji Tisna membangun tempat wisata hotel dan restaurant yang dibangun di dekat Tukad Cebol, saat ini bernama Desa Kaliasem, Kecamatan Banjar, yang bisa memberikan untung bagi warga setempat. Hingga kawasan wisata yang dibangun Panji Tisna pun, berkembang pesat hingga saat ini.
“Lama kelamaan Tukad Cebol di Desa Kaliasem, dikenal sebagai Lovina. Lama kelamaan industri pariwisata menggunakan merek dagang. Setiap hotel yang dibangun dari penimbangan ke barat sampai seririt diberi nama Kawasan Lovina,” ujarnya Artika belum lama ini.
Kata Artika, saat Agung Brawida meninggal museum yang dibangun untuk mengenang jasa Panji Tisna tersebut terbengkalai. Museum pun sempat tidak menerima kunjungan.
Artika yang juga merupakan dosen di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Ganesha Singaraja dan peneliti sastra ini, pun mencoba untuk kembali membangkitkan museum tersebut. Namun usahanya tersebut, sempat terhalang dari keluarga ahli waris Brawida. Museum tersebut, akhirnya bisa kembali dibangkitkan dengan putra Brawida, yang bernama A.A Ngurah Teguh Kosala.
“Saat ini dia (A.A Ngurah Teguh Kosala) yang jadi kepala museum. Sejak saat itu kita bangun meseum dengan data koleksi, publikasi, kenalkan ke masyarakat, kooperatif menerima jaringan. Itu akan dijadikan pusat pengembangan sastra Panji Tisna,” katanya.
Artika menambahkan, saat ini museum tersebut masih mirib perpustakaan. Dimana belum banyak koleksi yang berkaitan dengan Panji Tisna. Saat ini, di museum tersebut ada beberapa koleksi foto dari Panji Tisna, silsilah, salinan karya, dan mesin ketik kuno.
“Museum ini yang terpenting bukan pada koleksi, namun nama besar Panji Tisna. Seorang tokoh sastrawan terkenal Indonesia. Tempat itu akan dijadikan untuk kegiatan-kegiatan sastra. Kami juga sedang cari koleksinya,” ucapnya. (*)
Pewarta : Kadek Yoga Sariada
Editor : I Putu Nova Anita Putra