Singaraja, koranbuleleng.com | Desa Adat Busungbiu, Kecamatan Busungbiu, menggelar upacara melasti tanpa mengusung Pratima Ida Bhatara, dan hanya melibatkan puluhan orang saja. Hal ini jauh berbeda dengan pelaksanaan upacara Melasti tahun-tahun sebelumnya, dimana krama mengusung Pratima, serta diikuti oleh ribuan orang. Sesuai tradisi, upacara Melasti yang digelar Senin 24 Maret 2020 dilaksanakan di Pura Segara Alit atau yang dikenal dengan Pakiisan.
Kelian Desa Adat Busungbiu I Nyoman Dekter menjelaskan, upacara Melasti yang dilaksanakan serangkaian hari raya Nyepi tahun ini memang digelar sangat sederhana. Hal ini mengikuti edaran dari PHDI, Gubernur Bali, dan Bupati Buleleng, dimana untuk upacara melasti tahun ini agar dilaksanakan dengan jumlah orang yang terbatas. Himbauan tersebut berkaitan dengan pencegahan penyebaran virus Corona. Namun demikian, Dekter meyakinkan bahwa kesederhanaan upacara melasti kali ini tidak mengurangi makna pelaksanaannya.
Diikatakan Dekter, pelaksanaan melasti kali ini hanya melibatkan Pemangku, Panitia Hari Raya Nyepi, Prajuru Adat, dan perwakilan masing-masing dadya. Selain itu, Pratima Ida Bhatara dari Pura Kahyangan Tiga dan Pura Penawing juga tidak diusung ke Pura Segara Alit.
Kondisi ini jelas sangat berbeda dengan pelaksaan Melasti tahun-tahun sebelumnya, dimana ribuan Krama Desa tumpah ruah mengiringi Pratima Ida Bhatara, yang diusung dari Pura Puseh Desa menuju Pura Segara Alit yang berjarak sekitar 2 Km.
“Pelaksanaan melasti kali ini dilaksanakan dengan sederhana, tetapi tidak mengurangi makna upacara. Hal ini untuk memenuhi himbauan dari PHDI, Gubernur, dan Bupati Buleleng, yang menegaskan pelaksanaan upacara Melasti saat ini agar dilaksanakan secara sederhana,” katanya.
Pada upacara Melasti kali ini, Tirta Sanjiwani dan Kamandalu yang dimohon dan diambil dari segara alit selanjutnya dibagikan kepada masing-masing pemangku dadya, untuk selanjutnya dibagikan kepada krama masing-masing.
Selain melaksanakan rangkaian upacara Melasti, pada hari itu juga dilaksanakan Pakelem ayam hitam di segara alit. Hal ini, kata Dekter, sebagai simbol permohonan kepada Ida Bhatara agar krama desa Busungbiu dihindarkan dari bahaya penyakit mematikan.
Hal senada disampaikan oleh Perbekel Busungbiu Ketut Suartama, menurutnya, Melasti dengan jumlah orang yang terbatas ini untuk melaksanakan himbauan pemerintah dalam rangka mencegah penularan virus Corona. Pelaksanaan Melasti yang digelar secara sederhana inipun sudah mendapat kesepakatan antara Kelian Adat, Perbekel, Pemangku, serta Panitia upacara lainnya.
“Ini (pembatasan peserta) untuk mengantisipasi penyebaran virus Corona. Kami di Desa Dinas sudah sepakat dengan manggala Desa Adat, yang mana pelaksanaan melasti tahun ini kami laksanakan dengan personil yang benar-benar sedikit, bila dibandingkan dengan melasti tahun-tahun sebelumnya,” terang Suartama.
Selain melasti, Desa Adat Busungbiu juga mengikuti edaran Pemerintah Daerah terkait dengan pawai ogoh-ogoh. Pada hari Minggu 22 Maret 2020 kemarin, sebanyak 20 unit ogoh-ogoh yang berasal dari 3 banjar adat sudah dibakar mendahului di setra setempat.
Pembakaran ini sudah disepakati oleh para koordinator pembuat ogoh-ogoh bersama dengan Kelian Desa Adat, Perbekel, dan kelian Banjar Adat masing-masing. Sehingga, pada hari pengerepukan nanti tidak ada pawai ogoh-ogoh di Desa Adat Busungbiu. Kebijakan Pemda inipun tidak mendapat penolakan dari teruna-teruna maupun unsur masyarakat lainnya. |R/NP|