Singaraja, koranbuleleng.com | Tanaman kelor dikenal kaya akan manfaat dan kandungan vitamin. Dari beberapa riset diketahui bahwa tanaman kelor mengandung nutrisi seperti kalsium dan mineral. Biasanya daun kelor hanya dimanfaatkan oleh masyarakat menjadi olahan sayuran lauk makan nasi akan tetapi ditangan Made Sri Agastya, tanaman yang satu ini bisa dijadikan olahan yang berbeda yakni menjadi menjadi krupuk daun kelor.
Tak sulit mencari kediaman Sri Agastya, tinggal datang ke Banjar Kelod Kauh, Jalan Rajawali Gang Kutilang nomor 1 Desa Panji. Akan terlihat papan nama kecil yang dipasang pada tembok rumahnya bertuliskan Sentra UKM “Kerupuk Rambak Kedelai Daun Kelor/Kacang”.
Ketika itu Sri Agastya sedang menjalankan rutinitasnya membuat kerupuk daun kelor dalam ruangan yang cukup kecil. Blendernya berbunyi keras ketika menghaluskan kacang kedelai. Sementara daun kelornya dia rendam dalam air karena sehabis direbus.
Menurutnya ketika membuat kerupuk daun kelornya harus dalam kondisi dingin supaya tidak hancur waktu diolah. Banyak bahan yang diolah olehnya mulai dari kacang kedelai sampai dengan ketumbar. Sehabis itu dirinya lantas mencampurkan semua bahan tadi dengan tepung terigu dan tepung kanji serta tidak lupa ia menambahkan secukupnya air bersih. Kemudian diaduk merata sampai adonannya kalis dan tidak menggumpal.
“Setelah selesai diolah sampai halus baru dikukus menggunakan cetakan, setelah itu dijemur dulu selama sehari penuh. Saat kering dipotong-potong menggunakan alat potong” ujarnya.
Berawal dari coba-coba dirinya akhirnya berhasil membuat usaha kerupuk kelornya dikenal oleh masyarakat. Ia bercerita bahwa saat ini ia telah memiliki langganan di sekitar lima banjar dari total delapan banjar yang ada di Desa Panji dan dua pasar tradisional yakni di Pasar Anturan dan Pasar Kalibukbuk.
Ia menggeluti usaha kerupuk sudah dari tahun 2006. Tidak ada yang mengajarinya membuat olahan kelor itu, melainkan belajar sendiri secara mandiri melalui youtube.
Saat ini ia bisa memproduksi kerupuk daun kelor sebanyak 12 kilogram dalam waktu tiga hari. Kerupuk yang ia produksi ada yang langsung dijual dalam bentuk mentah dan digoreng. Produk kerupuk mentah dijualnya seharga Rp30.000 per kilogramnya. Sedangkan untuk yang digoreng dihargai seharga Rp10.000 per dua belas biji.
“Saya belajarnya sendiri cuma lewat youtube saja, itu sekitar tiga tahun yang lalu mulainya buat olahan kerupuk kelor, tapi saya sudah jalani usaha kerupuk sejak tahun 2006” Jelasnya.
Ia bercerita bahwa adanya pandemi sangat berpengaruh terhadap penjualannya. Yang dulunya ketika situasi normal ia bisa menjual kerupuk setiap harinya tetapi saat ini dua sampai tiga hari baru ada orderan lagi.
Ia sangat mengharapkan sorotan dari pemerintah untuk lebih memperhatikan lagi usaha-usaha UMKM yang ada di Buleleng khususnya di Desa Panji. Terutama dari fasilitasnya ia berharap agar diberikan bantuan berupa fasilitas oven kerupuk supaya disaat musim hujan dirinya tidak kesusahan untuk mengeringkan adonan kerupuknya.
Sementara itu Kepala Desa Panji, Made Ariawan SST. Par.MBA mengungkapkan bahwa Desa Panji sekarang menjadi desa sentra UKM. Pemerintah desa sesuai dengan undang-undang nomor 6 tahun 2014 yakni desa sebagai regulator yang memiliki tanggung jawab untuk menetapkan desa sesuai dengan RPJM desa dimana pihak desa berkomitmen memajukan pertanian dan pariwisata. Tentunya ketika pertanian maju produk turunnya adalah produk UKM. Jadinya pertanian ini merupakan leading sektor. Selain itu hal lain yang dilakukan yakni dengan meninggikan nama desa melaui jargon panji sejarah buleleng.
“Kenapa panji sejarah buleleng karena panji merupakan sejarahnya dari buleleng, dan ketika market fanatik dengan produk desa panji dan masyarakat kami mau membeli produk desanya sendiri niscaya para penggiat ukm ini akan maju” pungkasnya. |WK|