Singaraja, koranbuleleng.com | Sekitar 25 orang anak-anak desa Pedawa, di Kecamatan Banjar, tampak sangat khusuk berkumpul dan memainkan beragam permainan tradisional guna memeriahkan Bulan Bung Karno, Juni 2023 ini.
Di Bulan Bung Karno ini, mereka sedang memainkan hasil-hasil revitalisasi permainan dan lagu khas Desa Pedawa dari masa lalu.
Dalam permainan-permainan itu, tampak pula berupa lagu-lagu khas Desa Pedawa yang juga banyak dimainkan di masa lalu.
Anak-anak Desa Pedawa ini bagian dari kelompok Pondok Literasi Sabih Pedawa, yang dirintis oleh putra desa Pedawa, Wayan Sadnyana.
Sad, nama kecilnya. Dia adalah salah satu akademisi di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha). Dosen Pendidikan Bahasa Jepang ini sangat getol menggali budaya Desa Pedawa yang sudah tertinggalkan jaman dan dikembalikan kepermukaan agar dicintai lagi oleh masyarakat setempat. Sebagai dosen Pendidikan Bahasa Jepang, Sad juga punya jejaring di Negeri Sakura sehingga seringkali dia mendatangkan mahasiswa dari Jepang untuk mengenali adat, tradisi dan budaya Desa Pedawa.
Melalui Pondok Literasi Sabih, Sad lebih bebas berekspresi mengeluarkan seluruh ide untuk membangun desa dari sisi budaya, salah satu dengan gerakan revitalisasi permainan dan lagu tradisional khas Desa Pedawa.
Sad menuturkan beberapa permainan tradisional yang umum dimainkan di masa lalu oleh anak-anak desa Pedawa, sudah hampir mengalami kepunahan. Potensi kepunahan itu terjadi karena mengalirnya budaya baru dalam bingkai kecanggihan teknologi. Seperti permainan berbasis internet yang bisadimainkan secara online. Situasi ini mengakibatkan perubahan orientasi sehingga permainan tradisional yang dulu dimainkan oleh generasi kakek-neneknya hampir terlupakan oleh generasi kekinian.
Fatalnya, kata Sad, Permainan anak modern dengan media gadget, cenderung membuat anak-anak untuk bermain secara individual, dalam ruangan, dan cederuang bersifat pasif dalam gerak. “Hal ini berbeda dengan permainan tradisional yang cenderung dilakukan dengan tim, diluar ruangan dan membuat anak-anak aktif bergerak.” kata Sad.
Atas dasar itu Pondok Literasi mencoba untuk mengenalkan kembali berbagai jenis permainan anak yang pernah dimainkan di Pedawa pada lalu.
Sebenarnya, konsep-konsep permainan tradisional anak di Pedawa memuat konsep-konsep dasar olahraga modern. Seperti permainan micet dan mesembiar menggunakan buah kemiri memuat konsep-konsep golf dan biliar.
Beberapa permainan yang direvitalisasi oleh Pondok Literasi Sabih diantaranya, megebug tingkih, micet,metembing tingih, mesimbar, metembing karet, metembing pipis bolong, dan permainan lompat berbasis kombinasi dengan lagu tradisional.
Pondok Literasi Sabih Pedawa mempunyai tim untuk menggerakkan langkah revitalisasi tersebut. Beberapa halyang dilakukan selama proses revitalisasi yakni, melakukan penggalian permainan tradisional anak kepada orang-orang tua, melakukan pencatatan dan rekonstruksi, mengenalkan kepada anak-anak Pondok Literasi yang selanjutnyan mereka akan mengenalkan kepada teman-teman sekelasnya.
“Rencana ke depan berkolaborasi dengan sekolah-sekolah dasar dan TK yang ada di Pedawa untuk memperkenalkan permainan tradisional Pedawa ini,” ungkap Sad.
Pondok Literasi Sabih Ajarkan Bahasa Asing untuk Anak Desa
Eksistensi Pondok Literasi Sabih di Desa Pedawa secara tidak langsung mengantarkan desa mampu mempertahankan sisi tradisionalnamun pula mampu menjemput masa depannya,
Komunitas ini sehari-hari bermarkas Wayan Sadnyana di Lingkungan Sabih, banjar Dinas Asah Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Kabupetan Buleleng, Bali.
Pondok Literasi Sabih atau disebut PLS Desa Pedawa adalah sebuah komunitas belajar bagi anak-anak yang dibentuk pada tanggal 18 Agustus 2018.
Walaupun getol dalam mempertahankan sisi tradisonal desa, namun komunitas ini justru mengawali eksistensinya dari kegiatan belajar bahasa Inggris untuk anak-anak Desa Pedawa, sekitaran tempat komunitas berada.
Lama kelamaan makin banyak anak-anak yang datang untuk belajar sehingga disepakai untuk menjadikannya sebuah komunitas belajar yang tidak hanya untuk bahasa Inggris semata tetapi juga memberikan pelajaran bahasa Jepang, bahasa Bali, kebudayaan Pedawa, serta mesatua Bali.
Nama Sabih diambil dari nama teritorial, tempat keberadaan komunitas ini berada. Selanjutnya, nama “SABIH’ ini dikembangkan menjadi akronim dari “Sarining Aksara Budhi Indrya Hayu” yang diartikan sebagai secara bebas menjadi “mewujudkan kehalusan budi dan indrya melalui inti sari aksara”. Hal ini didasari oleh pertimbangan bahwa pengembangan budaya literasi harus bermuara pada satu kepentingan untuk ikut menyumbang “pembudayaan” makna baik disetiap anak-anak. Anak-anak dengan budaya literasi yang baik adalah “tunas” muda yang akan tumbuh subur mewarnai kehidupan nantinya.
Sadnyana menegaskan visi PLS adalah menjadi wadah kegiatan belajar luar sekolah bagi anak-anak di Desa Pedawa. Visi ini diterjemahkan dalam berbagai misi yaitu: Memberikan pembelajaran tambahan bahasa Asing (inggris dan Jepang), Penguatan nilai-nilai melalui puisi dan sastra lisan bahasa bali (dialek Pedawa), Pemertahanan kepedawaan.
Konsep “pembelajaran” dalam PLS adalah terinspirasi dari tembang klasik dalam geguritan Tamtam “paksi sesapine luih, mengulayang ngyumbara desa, nanging genahnyane pasti, ring aungane lintang tis” (terjemahan bebasnya: “Burung Walet adalah burung yang bagus, dia terbang melintas batas, tetapi tidak lupa tempatnya kembali, diterowongan yang sangat sejuk”).
“Konsep ini kami sederhanakan dengan memberikan anak-anak kesadaran akan tantangan hidup kedepan dan sekaligus membuat mereka bangga akan Bali dan Pedawa, sebagai tempat tinggal mereka.” terang Sadnyana.
Dari situ, Pondok Literasi Sabih ini memberikan pelajaran tentang Bahasa Inggris dan Bahasa Jepang sebagai peletak dasar tuntutan “berfikir global” dan memahami kebudayaan lain, serta memberikan pelajaran mesatua bahasa Bali dan Pedawa, Puisi-puisi berbahasa Pedawa, dan menanamkan pengetahuan tentang ke-Pedawa-an.
Kepedawaan atau hal-hal tentang Pedawa, dipilih sebagai cara untuk turut menyumbang kepada pemertahanan nilai-nilai budaya dan keunikan Pedawa sebagai sebuah desa Tua di Bali (desa Bali Aga). Kegiatan belajar dilaksanakan pada hari Sabtu atau Minggu atau menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.
Keanggotaan dalam komunitas Pondok Literasi Sabih juga sangat terbuka dengan memberikan kesempatan kepada anak-anak desa Pedawa untuk bergabung dan belajar bersama di pondok literasi.
Saat ini, ada 4 orang voluntir untuk ikut mengajar anak-anak Desa Pedawa dan masing-masing membidangi satu kompetensi tertentu. Voluntir juga ada yang berasal dari Jepang. Dan saat ini, jumlah keanggotaan mencapai 30 orang.
“Saya berharap anak-anak desa pedawa memiliki kebanggaan akan desa pedawa dengan keunikan budayanya. Oleh karena itu, sering dilakukan kegiatan belajar dilapangan. Seperti tambak dalam gambar di bawah, anak-anak PLS mengikuti pembelajaran tentang peninggalan prasejarah (sarkofagus) yang ditemukan di desa Pedawa.” terangnya.
Disitu, anak-anak diajak ke lapangan melihat langsung sarkofagus dan menerima penjelasan tentang peninggalan tersebut. Hal ini untuk menunjukkan bahwa desa Pedawa adalah citra desa dengan kebudayaan kuno dan telah dihuni oleh orang-orang prasejarah. Dengan cara ini, diharapkan anak-anak Desa Pedawa mengenali potensi desanya dan akan membuat mereka bangga.
PLS banyak melakukan kolaborasi dengan berbagai komunitas dan lembaga baik pemerintah dan non pemerintah. Tahun 2022 PLS bekerjasama dengan Balai Bahasa Provinsi Bali melakukan revitalisasi sastra lisan desa Pedawa. Kegiatan ini untuk membangkitkan kembali sastra lisan I Jaum yang sudah hampir punah.
“Sebagai sebuah komunitas informal di sebuah desa tua desa Pedawa, PLS berusaha untuk minimal membangkitkan semangat anak-anak dalam mengambangkan literasi mereka” kata Sad lagi.
Bagi Sadnyana, kegiatan literasi adalah kegiatan yang kompleks yang perlu didekati dengan banyak hal dan banyak cara. PLS hanya salah satu cara yang sangat kecil, hanya setitik tinta dalam keadaban luas literasi. “Tapi sesuai dengan cita-cita kami, ingin menjadi “kedis sesapi” yang suatu saat bisa terbang melintas batas dan tak lupa tempatnya kembali ke Pedawa.” ujar Sadnyana. (*)
Pewarta : I Putu Nova Anita Putra