Singaraja, koranbuleleng.com| Selama ini, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar bagi penyandang disabilitas belum adil. Salah satu contoh kecil, seringkali gedung-gedung institusi pemerintahan maupun swasta serta fasilitas publik yang dibangun belum menyediakan jalur aksesbilitas yang lebih mudah bagi kaum difabel. Begitupun hal lainnya, misalnya pemasangan yellow line di trotoar, atau pemasangan ramp di fasilitas publik.
Untuk itu, Dinas Sosial Kabupaten Buleleng kini tengah mempersiapkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kabupaten Buleleng tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Dalam Ranperda ini, diatur segala yang menjadi hak dasar penyandang disabilitas mulai dari Pendidikan, Kesehatan, Tenaga kerja hingga aksesibilitas.
Menjelang pembahasan dan penetapan Ranperda tersebut bersama dengan DPRD Kabupaten Buleleng, Dinas Sosial melaksanakan Desiminasi Naskah Akademik dan Draf Ranperda yang berlangsung di ruang Unit IV Kantor Bupati Buleleng Rabu, 9 Mei 2018. Kegiatan itu dihadiri oleh beberapa OPD terkait mulai dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, Dinas Kesehatan, dan Dinas Tenaga Kerja, termasuk menghadirkan Yayasan Puspadi Bali.
Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kabupaten Buleleng tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas akan menjadi sebuah payung hukum untuk kaum penyandang disabilitas di Buleleng, terutama menyangkut hak-hak mereka, baik itu mengenai Pendidikan, Kesehatan, dan Pekerjaan.
Selain tiga aspek tersebut, salah satu yang menjadi hak dasar penyandang disabilitas yang sering menjadi sorotan dan terlupakan di Buleleng adalah soal Aksesibilitas pada gedung Lembaga pemerintahan dan Swasta serta fasilitas umum. Kenyataannya, di Kabupaten Buleleng baik gedung pemerintahan, atau swasta termasuk tempat-tempat umum yang dibangun selama ini, belum menyediakan aksesibilitas bagi kaum difabel ini.
Setidaknya hal itu diakui oleh Pusat Pemberdayaan Penyandang Disabilitas Indonesia (Puspadi) Bali. Menurut Direktur Puspadi Bali I Nengah Latra, selama ini masih ada gedung-gedung ataupun fasilitas umum yang tidak menyiapkan akses bagi Kaum Disabilitas. Padahal hal itu sangat diperlukan. Ia mencontohkan seperti pemasangan yellow line di trotoar, atau pemasangan ramp di fasilitas-fasilitas publik.
Namun demikian, Ia mengakui bahkan menyiapkan akses bagi Disabilitas menjadi sebuah ketakutan bagi Pemegang Kebijakan di Daerah. Mengingat, dibutuhkan banyak waktu dan juga anggaran untuk memenuhi hal itu. Terlebih lagi, bangunan-bangunan atau fasilitas umum sudah terlanjur dibuat tanpa mengkonsep sebuah aksesibilitas bagi Penyandang Disabilitas.
“Ini yang ditakutkan pengambil kebijakan atau pemerintah. Padahal, ini bisa dilakukan secara bertahap dan bisa diberikan rentang waktu setiap bangunan baru untuk menyiapkan akses bagi penyandang disabilitas. Yang jelas setiap pembangunan gedung baru itu harus ada akses untuk disabilitas,” Tegasnya.
Pun demikian, Nengah Latra mengapresiasi langkah Pemkab Buleleng untuk menyusun Ranperda tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Dengan adanya perda disabilitas, maka pemerintah wajib hadir memenuhi hak-hak disabilitas. Seluruh lembaga pemerintahan pun bisa menangani pemenuhan hak para difabel, bukan ditangani Dinas Sosial semata.
“Sebelumnya semua permasalahan dibawa ke Dinas social, sehingga Ia seperti keranjang sampah. Jalurnya sekarang kan jelas, semua OPD terkait bisa bertindak, apakah untuk pendidikan, kesehatan dan tenaga kerja. Dengan perda ini sudah good wile bagi Pemda melakukan kebijakan. Dan tidak ada alasan lagi Pemerintah tidak hadir,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Buleleng Gede Komang mengatakan, pemerintah harus mampu memenuhi hak-hak para penyandang disabilitas. Selama ini para difabel kesulitan mendapatkan hak-haknya, karena belum ada payung hukum yang jelas mengaturnya. Menurutnya, perda itu akan mengatur sejumlah hak penyandang disabilitas yang wajib dipenuhi. Mulai dari hak mendapat pendidikan, kesehatan, aksesbilitas, hingga pekerjaan.
Khusus soal pekerjaan, Pemerintah Daerah maupun BUMD, wajib mempekerjakan dua persen penyandang disabilitas dari total pegawai. Sementara perusahaan swasta mempekerjakan satu persen disabilitas dari keseluruhan pegawai. Hal itu secara tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
“Hak-hak dasar mereka mengenai pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan diatur dalam Perda, semua diatur termasuk aksesibilitas tempat umum dan lebaga pemerintahan. Selama ini mereka kan tidak mendapatkan akses, dan perlu diatur dalam Perda ini. Target tahun ini harus ketuk palu,” ujarnya. |RM|