Tarakan, koranbuleleng.com| Bekantan, salah satu hewan khas di Kota Tarakan, Kalimantan utara. Wajahnya unik, berhidung panjang mempunyai rambut coklat kemerahan dan termasuk dalam genus monyet.
Hidung yang besar dan mancung sebagai ciri khasnya membuat hewan ini disebut sebagai Monyet Belanda oleh warga lokal. Dalam istilah latin Bekantan disebut Nasalis Larvatus.
Bekantan hidu endemic di hutan bakau atau hutan mangrove, hutan rawa maupun hutan pantai. Mereka biasanya hidup berkelompok hingga sepuluh atau dua puluh individu.
Saat ini, Pemkot Tarakan, kini sedang giatnya melakukan pelestarian Bekantan. Maklum, mahluk ini semakin terancam perkembangbiakannya seiring dengan pertumbuhan pemukiman, perluasan pertambangan dan lainnnya. Bekantan,
Pemerintah setempat kini tengah melakukan konservasi terhadap hewan pemakan pucuk daun bakau ini, dengan membuat Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB). Ditempat itu, Bekantan juga dikembangbiakan untuk menjaga populasinya.
Selain pengembangbiakan, petugas juga memberikan semacam edukasi untuk Bekantan agar terbiasa makan pisang. Karena kondisinya saat ini, keberadaan pohon mangrove juga semakin berkurang. Sehingga setiap pagi sekitar pukul 08.00 wita, petugas memberikan makanan tambahan berupa pisang sanggar.
KKMB awalnya luasannya hanya tiga hektar, namun kini sudah bertambah sampai 22 hektar. Jumlah Bekantan yang berhasil diselamatkan sampai saat ini mencapai 30 individu Bekantan. Pengelolaan KKMB ini berada di bawah koordinasi Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kota Tarakan.
Menurut Koodinator KKMB, Syamsul Aris kegiatan konservasi untuk Bbekantan dan bakau sudah mulai dilakukan sejak tahun 2001, namun baru diresmikan pada 5 Juni 2003.
Selain hidup secara alamiah, banyak juga Bekantan hasil pemberian dari masyarakat yang secara tidak sengaja menangkapnya di wilayah permukiman.
Pembangunan pesat di Kota Tarakan membuat habitat Bekantan terganggu, sehingga tidak jarang warga menemukan bekantan berkeliran di perkampungan.
Dulu, saat awal memulai konservasi, beberapa Bekantan ini sering meninggalkan KKMB. Beruntung, hewan itu berhasil diselamatkan warga dan diserahkan kembali ke pengelola.
“Secara umum populasi Bekantan memang semakin langka, sudah sulit untuk ditemui di pesisir pantai Kalimantan. Karena habitatnya yang berkurang, apalagi tambang mulai masuk di daerah pesisir, sehingga habitatnya akan semakin habis,” Jelasnya.
Syamsudin Aris mengatakan, proses pengembangbiakan Bekantan melalui proses konservasi menunjukkan hasil yang baik, karena jumlah Bekantan semakin tahun bertambah. Namun Ia khawatir jika nantinya, habitat yang sekarang ada justru tidak akan mencukupi untuk menampung jumlah Bekantan yang akan terus bertambah.
“Kawasan ini perkembangbiakannya bagus, kedepannya pasti terkendala areal bermainnya semakin sempit. Perluasan juga tidak mungkin dilakukan karena kawasan kita sudah dikelilingi pemukiman, sudah semakin sempit,” Ujarnya.
Bekantan dilindungi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 pasal 21 ayat 2 yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 21 ayat 2 tersebut dapat dipidana dengan ancaman kurungan paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.
Rombongan Orientasi kehumasan dari Bagian Humas dan Protokol Setda Kabupaten Buleleng bersama sejumlah awak media di Buleleng menyempatkan diri untuk berkunjung ke Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan di Kota Tarakan. Wilayah ini sangat sejuh dengan pertumbuhan mangrove yang terus meluas.
Upaya konservasi ini bisa menjadi salah satu referensi bagi Buleleng untuk mengembangkan mangrove di wilayah-wilayah pantai utara Buleleng dan mengembangkannya atau melestarikannya bersama hewan khas yang hidup di dalamnya. |Rika Mahardika|