Singaraja, koranbuleleng.com| Operasi tangkap tangan Prajuru Adat Desa Pakraman di Bali menyita perhatian publik. Tindakan hukum Polda Bali melalui Tim Saber Pungli juga memicu pro dan kontra di masyarakat. Bahkan, kondisi ini juga sempat menimbulkan kekhawatiran para Pengurus yang duduk sebagai Prajuru di Desa Pakraman.
Desa Adat Pakraman Buleleng salah satunya yang mengaku khawatir jika pungutan yang selama ini dilakukan terhadap krama (Warga, red) untuk kepentingan Desa Pakraman dianggap sebagai Pungutan Liar (pungli).
Klian Desa Adat Pakraman Buleleng Jro Nyman Sutrisna menyebutkan jika selama ini pihaknya melaksanakan pungutan sudah sesuai dengan awig-awig dan Perarem. Namun dengan mencuatnya penangkapan Prajuru Adat, pihaknya mengaku telah melakukan konsultasi dan kooordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Buleleng, untuk memastikan bahwa pungtan yang selama ini dilakukan tidak melanggar aturan.
“Sudah kami konsultasikan ke Asisten I Setda Buleleng. Karena memang awig-awig kami itu terdaftar di Pemkab Buleleng. Dan beliau menyebutkan jika sepanjang ada awig atau penyacah awig ataupun perarem, pungutan model tersebut legal,” terangnya.
Tidak hanya itu, Sutrisna yang juga Kepala Dinas Pariwisata Buleleng mengaku akan menggelar paruman bersama dengan Prajuru Desa yang membidangi awig-awig. Paruman akan kita gelar untuk membahas persoalan pungutan di Desa Adat Pakraman Buleleng. Hal ini dilakukan untuk menyamakan persepsi, sehingga kedepan, hal ini tidak menimbulkan persoalan dan juga melanggar aturan yang ada.
“Kita akan segera paruman, yang akan kita bahas jelas permasalahan ini. Apakah itu mengenai keterangan dari Kapolda Bali, termasuk keresahan dari Desa Pakraman lain di Buleleng,” Imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Kabupaten Buleleng Nyoman Westha meminta seluruh Prajuru Desa Pakraman di Buleleng untuk selalu berpedoman pada perarem (hasil keputusan rapat, Red) dalam melakukan pungutan.
Baginya, Desa Pakraman sejatinya sudah memiliki hak otonomi dari dulu, yang memiliki hak untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dimana kesemuanya itu diatur dalam perarem, atau keputusan yang diambil dalam rapat bersama.
“Dalam Perarem itu diputuskan tentang kepentingan-kepentingan desa pakraman termasuk pungutan. Dan itu adalah sah, menurut adat,” ujarnya.
Walaupun demikian, Westha meminta agar prajuru adat bersama aparat penegak hukum dan Pemerintah untuk duduk bersama. Menurutnya, pungutan yang dilakukan Desa Pakraman yang berdasar pada Perarem dan juga Awig-Awig tidak bisa dipandang pada sudut hukum nasional. Tetapi wajib melihat dari kacamata hukum adat yang sudah ada sejak lama.
“Aparat juga mestinya menghormati hak-hak adat yang telah dipelihara sejak lama. Jadi saya tegaskan bila memakai perarem dan berjalan sesuai proses, maka Desa Pakraman tidak tersentuh oleh saber pungli,” tegasnya. |RM|