Singaraja, koranbuleleng.com | Tradisi Ngusaba Bukakak yang digelar setiap dua tahun sekali di Desa Pakraman Sangsit Dangin Yeh, Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan masih dilestarikan hingga kini. Inilah salah satu tradisi agraris yang ada di Buleleng. Ngusaba Bukakak digelar sebagai wujud syukur atas limpahan anugerah berupa hasil-hasil pertanian yang digarap oleh masyarakat.
Tradisi Ngusaba Bukakak biasanya digelar bertepatan dengan Purwani Sasih Kadasa. Kali ini, Sarad Agung yang berwujud burung garuda atau paksi berjalan menuju atau melancaran ke Pura Desa, Desa Pakraman Buleleng, Kamis 21 Maret 2019. Jarak dari Desa Giri Emas menuju Pura Desa, Desa Pakraman Buleleng kurang lebih sekitar 15 kilometer.
Ribuan krama adat dari Desa Pakraman Sangsit Dangin Yeh mengiringi keberangkatan Sarad Agung dari Pura Puseh , Desa Pakraman Sangsit Dangin Yeh menuju Pura Desa Desa Pakraman Buleleng. Sarad Agung yang diyakini sebagai perlambang linggih Dewa Wisnu diusung bersama sarad oleh krama adat Sangsit Dangin
Yang unik dari tradisi ini adalah Sarad Agung. Sarad agung ini dibuat dari rangkaian puluhan bambu dan dihias dengan daun enau. Di dalam Sarad Agung itu berisi sejumlah sarana upacara diantaranya babi hitam bertariang yang telah dipanggang. Tubuh babi yang dipanggang harus matang pada bagian punggung, dan bagian bawah dibiarkan mentah. Sarad Agung ini yang sangat disakralkan oleh krama desa adat.
Sarad agung ini diusung oleh krama adat sepanjang perjalanan menuju tujuan. Setelah melakukan persembahyangan di Pura Puseh, Pemuda dan pemudi desa setempat memoles wajah dengan beragam warna, Sarad Agung inipun diusung keluar Pura Puseh. Tujuan pertama adalah Pura Gunung Sekar yang berjarak sekitar 300 meter dari Pura Subak.
Dari Pura Gunung Sekar ini, Sarad agung mulai diarak menuju Pura Desa Pakraman Buleleng. Rute jalan yang dilewati adalah Jalan Surapati, Jalan Hasanudin, Jalan Gajah Mada, Jalan Mayor Metra lalu menuju Pura Desa Pakraman Buleleng. Sangat diyakini, keberangkatan Sarad Agung menuju lokasi yang dituju penuh dengan suasana sakral. Sesampainya di Pura Desa Pakraman Buleleng, Sarad Agung ini terpaksa dimasukkan dengan cara melompati tembok penyengker Pura Desa.
Kelian Subak Dangin Yeh Ketut Sukrana mengatakan penentuan perjalanan atau melancaran sesuai dengan petunjuk yang diberikan secara niskala. Beberapa hari sebelum Sarad Agung melancaran, prajuru desa adat menggelar ritual Ida Batara Mutering Jagat Sesuhunan di Pura Gunung Sekar. Dari ritual itulah didapatkan petunjuk tujuan melancaran saat puncak Ngusaba Bukakak.
“Sesuai dengan petunjuk, Proses Ngusaba Bukakak tahun ini menuju Pura Desa Pakraman Buleleng. Di Bale Agung, Singaraja.” ujar Sukrana.
Menurut Sukrana, Ngusaba Bukakak ini diawali dengan tradisi lain seperti Ngusaba Uma, Ngusaba Nini, Ngusaba Jaja, Ngusaba Dangsil, Ngusaba Desa dan Ngusaba Tipat. Prosesi itu dilaksanakan sejak enam hari sebelumnya sebagai perwujudan kemakuran yang diberikan oleh Dewi Sri atas limpahan hasil-hasil pertanian.
“Tradisi Bukakak ini sebagai bentuk rasa syukur atas hasil-hasil pertanian yang berlimpah diterima oleh warga,” ujar Sukrana. |NP|