Singaraja, koranbuleleng.com| Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Buleleng menerbitkan sertifikat dengan obyek fasilitas umum berupa jembatan, bahu jalan dan sungai di Desa Kalibukbuk. Fasilitas umum tersebut selama ini menjadi akses keluar masuk salah satu hotel di kawasan Lovina , yakni Banyualit Spa and resort.
Terbitnya sertifikat itupun diprotes oleh pemilik Banyualit Spa and Resort, Wira Sanjaya, yang juga berprofesi sebagai Pengacara. Wira Sanjaya bahkan melayangkan keberatan ke BPN Buleleng sebanyak dua kali. Itu dilakukan karena keberatan yang pertama tidak dibalas oleh BPN Buleleng, hingga akhirnya melayangkan kembali secara surat keberatan yang kedua dengan tembusan ke Ombudsman RI di Bali.
Wira Sanjaya menjelaskan persoalan berawal di bulan Oktober tahun 2018 lalu, dimana Desa Adat Banyualit telah mengajukan program PTSL atas tanah yang kosong dan belum memiliki peta bidang.
Dalam permohonan tersebut, lahan itu dijelaskan sebagai lahan Plaba Pura Segara Desa Adat Banyualit. BPN Buleleng pun ternyata memproses permohonan tersebut.
Ternyata, lahan yang disebutkan berstatus sebagai Plaba Pura Segara yang dibuatkan sertifikat itu merupakan jembatan yang selama ini dimanfaatkan sebagai akses keluar masuk menuju Banyualit Spa&Resort di desa Kalibukbuk. Selain itu, ada pula Sungai dan juga bahu jalan.
Dari kondisi itu, Wira Sanjaya melakukan koordinasi kepada BPN Buleleng. Nyatanya, bahwa sertifikat lahan seluas 1,65 are yang merupakan akses masuk usahanya itu telah diterbitkan oleh BPN Buleleng. Pria yang juga sebagai seorang pengacara ini pun langsung melayangkan surat keberatan kepada BPN Buleleng tertanggal 5 Desember 2018.
Namun, surat tersebut tidak kunjung mendapat respon dari BPN, hingga kemudian untuk kedua kalinya, Wira Sanjaya kembali melayangkan surat yang sama tertanggal 15 Maret 2019. Hanya saja surat keberatan kedua itu ditembuskan kepada Ombudsman RI di Denpasar.
Hingga akhirnya BPN Buleleng merespon dan melakukan pengecekan ke lapangan. Surat keberatan dilayangkan karena selama ini jembatan tersebut dimanfaatkannya sebagai akses menuju tempat usahanya. Terlebih lagi jembatan itu telah mengantongi ijin sesuai dengan Surat Ijin Bupati Buleleng no. 622 tahun 1998
“Saat dilakukan pengukuran ulang tanggal 20 oleh Ketua Ajudikasi PTSL, fakta dilapangan ditemukan adanya permohonan tanah melalui PTSL, yang dimohon itu adalah jembatan, bahu jalan dan sungai dijadikan sertifikat,” ujar Wira Sanjaya Jumat, 29 Maret 2019.
Tidak hanya mengajukan surat keberatan ke BPN Buleleng, Wira Sanjaya yang juga akrab disapa Cong San ini juga telah menempuh jalur hukum dengan melakukan pengaduan ke Polres Buleleng 26 Maret 2019.
“Awalnya kami ingin laporkan secara pidana, namun disarankan membuat pengaduan. Karena menurut kami, pemanggilan terhadap yang berkaitan dalam laporan bisa dilakukan pemanggilan secara pro justitia yang wajib dipenuhi demi keadilan. Kalau pengaduan sifatnya hanya permintaan,” Jelasnya.
Sementara itu, dikonfirmasi terpisah, Kepala BPN Buleleng I Gusti Ngurah Pariatna Jaya mengaku pihaknya telah melakukan penelitian awal dengan mendatangi lokasi tanah tersebut. Dan hasilnya memang diketahui jika tanah yang dimohonkan untuk disertifikat adalah jembatan dan sungai.
Selama prosesnya berlangsung, pihak BPN diakuinya memang tidak terjun langsung ke lapangan, dengan dalih banyaknya permohonan, sementara jumlah personilnya terbatas.
“Memang tidak ada yang menyebutkan jembatan, yang dibilang tanah. Ya sudah pada waktu tanda tangan berkas oleh Perbekel dan Desa Adat ya lanjut proses sertifikatnya,” ucapnya.
I Gusti Ngurah Pariatna Jaya mengakui jika terjadi kesalahan dan kekeliruan dalam proses pensertifikatan tersebut. Maka dari itu, BPN Buleleng akan membentuk Tim untuk mengkaji secara lengkap termasuk melakukan komunikasi dengan beberapa pihak termasuk Desa Adat Banyualit.
Pengkajian ini pun harus dilakukan secara resmi sesuai dengan peraturan perundang-undangan hingga nantinya mendapatkan sebuah hasil yang akan dituangkan dalam berita acara penelitian. Tidak hanya itu, pihaknya pun akan melakukan koordinasi dengan kantor Wilayah BPN Provinsi Bali
Ngurah Pariatna pun tidak memungkiri jika sertifikat yang telah diterbitkan oleh BPN Buleleng akan dibatalkan, sesuai dengan hasil penelitian dari lapangan belum lama ini.
“Ya jelas ada kemungkinan, kalau harus dibatalkan, ya akan kita batalkan ada aturannya juga. Karena kelihatannya itu kan jembatan. Kalau yang bersangkutan memberikan keterangan tidak sesuai dengan kenyataan, kan kesalahan ada di pihak yang memohon,” tegasnya. |RM|