Singaraja | Siang itu di beberapa minggu lalu, Wayan Redit, tampak begitu serius memahat sebuah kayu dihalaman rumahnya di Desa Gesing, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali. Kayu yang dipahat itu adalah kayu Juuk atau Jeruk. Redit mengaku sangat sulit mencari kayu juuk ini. Dia dapatkan dari salah satu desa di wilayah kecamatan Gerokgak. Dia memahat kayu itu untuk dijadikan sebuah Gangsing dan akan dipermainkan pada akhir-akhir masa panen.
Di bulan September, biasanya bulan-bulan akhir masa panen raya Cengkeh ataupun Kopi di desanya termasuk desa-desa tetangganya seperti Desa Banyuatis, Desa Umejero, Desa Bengkel, Desa Munduk, Desa Kayuputih, dan Desa Gobleg serta desa lainnya.
Masa akhir panen raya di desa-desa wilayah pegunungan di Buleleng ini digunakan warga untuk perlombaan Gangsing, baik antar warga dan kadang antar desa. Namun tidak ada judi disini. Mereka memainkan Gangsing dengan penuh kelihaian dan keterampilan serta mencari ketenangan dan hiburan.
Desa-desa yang tadi disebutkan diatas, adalah desa-desa penghasil cengkeh, kopi serta rempah-rempah lainnya. Warga didaerah ini sangat rajin bekerja dibidang pertanian dan perkebunan. Sehingga ketika mereka usai panen, mereka butuh hiburan salah satunya dengan permainan Gangsing ini.
Redit adalah salah satu warga pembuat gangsing di Desa Gesing. Gangsing yang dibuatnya sering kali menang. “Namun soal menang dan kalah biasanya tergantung nasib saja pak,” ujarnya saat ditemui di rumahnya .
Tidak sembarang orang bisa memainkan karena Gangsingnya cukup jumbo. Diameternya bisa hingga dua puluh lima centimeter hingga tiga puluh sentimeter. Sementara tali pelecutnya juga panjang dan besar. ”Untuk memainkan ini, tangan memang harus kuat. Ada cara-cara tertentu dan harus berpengalaman untuk memutar Gangsing ini,” kata Redit.
Permainan Gangsing ini adalah permainan kuno atau tradisional, ada sejak ratusan tahun silam. Di Buleleng, permainan Gangsing ini lestari di wilayah desa catur desa dan sekitarnya. Catur Desa itu, Desa Munduk, Desa Gobleg, Desa Umejero dan Desa Gesing di Kecamataan Banjar. Diluar Catur Desa, ada juga beberapa desa yang melestarikannya seperti Desa Bengkel, Desa Banyuatis, serta beberapa desa lainnya di wilayah tersebut.
Gangsing tidak bisa dilepaskan dari budaya dan kebiasaan warga di daerah perkebunan cengkeh dan kopi. Seusai mereka panen, sejak dulu Gangsing ini selalu dimainkan.
Kini, Gangsing juga mulai dipermainkan di agenda-agenda festival sebagai salah sau cara mempromosikan aset budaya Kabupaten Buleleng. Beberapa waktu lalu misalnya, pernah dipermainkan dalam ajang Festival Danau Buyan dan Tamblingan, ataau Festival Lovina. Desa-desa di Catur Desa dan sekitarnya tidak pernah absen untuk mengikuti permainan Gangsing ini.
Cara bermainnya, ada dua kubu kelompok Gangsing yang akan bermain. Satu kubu pemelek dan satunya kubu pengebug. Kubu pemelek yang lebih awal memainkan atau memutar Gangsing ditas tanah, setelah itu kubu pengebug langsung mengebug atau mematikan Gangsing milik kubu pemelek.
Jika salah satu Gangsing milik salah satu kubu tidak berputar, maka Dia dianggap tidak mendapat nilai, danlawan yang menang yang mendapatkan poin. Begitulah, hingga anggota kelompok lainnya terus bermain dan mengumpulkan poin sebesar-besarnya.
“Apalagi misalnya kalau ada gangsing lawan yang sampai pecah, itu kepuasan kita bermain,” ujar made Budiana salah satu pemain Gangsing dari Desa Gobleg.
Permainan ini tidak membedakan umur, siapapun yang bisa, dipersilahkan bermain asalkan sudah lihai dan tahu seluk-beluk Gangsingnya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng, Gede Suyasa mengutarakan permainan Gangsing ini merupakan aset budaya khas Kabupaten Buleleng. Ciri khas budaya ini akan terus dijaga dan pemerintah punya peran untuk ikut melestarikan dengan berbagai cara dan strategi.
Salah satunya, dengan cara menetapkan Desa-desa wisata yang mempunyai atraksi khas desa setempat sebagai salah stu persyaratannya. Permainan Gangsing ini adalah salah satu atraksi khas Desa di wilayah Catur Desa.
“Ya ini kan atraksi budaya, salah satu komponen dalam penetapan Desa Wisata juga. Desa yang diteapkan sebagai desa wisata harus mempunyai atraksi khas desanya, salah satunya ini Permainan gangsing di Desa Munduk. Bukan hanya itu, atraksi-atraksi khas desa ini dalam setiap even selalu diupayakan diikutsertakan untuk promosi dan pelestarian budaya kita,” ujar Suyasa beberapa waktu lalu.
Saat ini, kata Suyasa Pemerintah Kabupaten Buleleng sedang gencar untuk melakukan pendataan danpelestarian asset budaya Khas Buleleng, Bali utara. |NP|