Singaraja | Ratusan warga Kota Singaraja tampak sangat khusuk menjalankan Tradisi Ci Suak, sebuah tradisi yang diyakini sebagai penolak bala atau membuang kesialan. Tradisi ini digelar di Tempat Peribadatan Tri Dharma, Ling Gwan Kiong, Pelabuhan Buleleng, Singaraja, Senin (23/2). Ini rutin digelar setiap tahun menjelang Cap Go Meh.
Sejumlah rohaniawan yang berjubah kuning secara khusus mendampingi mereka yang mengikuti ritual Ci Suak. Rohaniawan yang memimpin persembahyangan, diyakini memiliki kelebihan supranatural untuk membersihkan serta menangkal energi negatif.
Saat prosesi upacara, di dalam Klenteng, nama-nama mereka serta shionya dibacakan satu persatu, lalu Rohaniwan membacakan mantra-mantra berbahasa Tionghoa.
Mantra-mantra tersebut tentu berkaitan erat dengan tradisi untuk membuang Sial. Mereka memohon kepada Dewa-dewi yang berkuasa supaya perjalanan hidup selama satu tahun ini berujung baik. Setelah persembahyangan, mereka lalu diperciki dengan tirta atau air suci di depan Klenteng.
Setelahnya, masing-masing memotong sehelai rambutnya yang disimpan dalam sebuah amplop angpao, barulah setelah itu masing-masing ada yang membuang atau melempar kacang ke belakang sambil berjalan, namun ada pula yang melepaskan burung-burung ke angkasa.
Melepas burung semacam refleksi memohon pengampunan dosa. Dengan melepas bebas makhluk hidup, umat merasa bisa memberikan pertolongan pada ciptaan Tuhan.
Ketua Majelis Umat Tri Dharma (Matrisia) Buleleng pipit Budiman Teja mengatakan bahwa masyarakat Tionghoa sangat percaya dengan yang mempengaruhi perjalanan hidup manusia. Shio ini berhubungan erat dengan peruntungan dan kesialan.
Tahun ini, disebut sebagai tahun Monyet, da nada beebrapa shio yang bertentangan atau Ciong dengan shio monyet. Shio yang mengalami Ciong besar itu seperti Harimau , smentra ciong kecil adalah shio ular, Babi dan Monyet. “Untuk menghindari kesialan ini, yang bisa mempengaruhi baik dan buruk pad atahun monyet, maka setiap tahun digelar sembahyang Ci Suak ini. Untuk menolak Bala. Kami warga Tionghoa mempercayai hal itu,’ kata Pipit Budiman Teja saat ditemui di Klenteng Ling Gwan Kiong, kemarin.
Kata Pipit, Simbol-simbol membuang sial itu, seperti melepas burung, atau memotong rambut yang bisa diartikan memotong kesialan. “Misalnya mereka sebelumnya sial, potong rambut itu semacam simbolis membersihkan kesialan setahun belakangan, dan agar terhindar dari kesialan kedepannya,” katanya Pipit.|NP|