Singaraja | Kadek Suka Mariasa, anak dusun dari Dusun Yeh Selem, Desa Pangkung Paruk, Kecamatan Seririt, pagi-pagi buta pada pukul 05.00 wita bergegas berangkat ke sekolahnya di SDN 3 Pangkungparuk, yang terletak di Dusun Laba Amertha, Desa Pangkung Paruk, Sabtu (14/5). Sabtu pagi itu, Dia berangkat ke sekolah hanya dengan sandal jepit dan berseragam olahraga.
Dia hanya mempunyai sepasang sepatu, satu pasang seragam merah putih serta satu pasang seragam pramuka. Sabtu ini, mestinya Dia menggunakan seragam Pramuka. Namun seragam pramukanya basah karena satu hari sebelumnya Dia sempat dihantam luapan air sungai yang sedang meninggi ketika berangkat ke sekolahnya. Sekujur tubuhnya pun basah bersama seragamnya. Hari kemarinnya itu, Dia memilih untuk kembali pulang ke rumahnya dan tidak bersekolah.
Sabtu pagi ini, Dia kembali bersekolah. Jarak dari rumahnya menuju SDN 3 Pangkungparuk kurang lebih empat kilometer. Dari rumahnya, Dia harus menuruni perbukitan dulu, baru menyeberang sungai.
Selama perjalanan ke sekolah, Dia harus menyeberangi sungai sebanyak dua kali. “Kalau air sungai besar terpaksa tidak sekolah. Memang harus menyeberang sungai, tidak ada jalan setapak lainnya kecuali lewat sungai ini. Biasanya kalau musim hujan deras, sungainya pasti seperti kemarin,” kata Suka Mariasa dibawah perbukitan di Dusun Yeh Selem, Pangkung Paruk, dekat rumahnya.
Rumah Suka Mariasa sangatlah tidak layak huni. Hanya berdinding anyaman bambu atau bedeg. Dia tinggal bersama kedua orang tuanya, serta empat orang saudaranya dan satu kakak iparnya.
Ada dua blok gubuk di areal rumahnya. Satu blok gubuk untuk tempat tinggal, dan satunya lagi blok untuk dapur yang juga berdinding anyaman bambu. Di gubuk tempatnya tinggal, ada dua kamar tidur. Satu bilik kamar tidur digunakan oleh Suka Mariasa bersama kedua orang tuanya dan dua orang adiknya. Sementara satu bilik lagi, digunakan oleh kakaknya yang sudah berkeluarga dengan satu orang anak.
Sementara atap rumah sudah banyak yang berlubang, dan bocor ketika hujan deras menghempas rumahnya. Tak banyak yang bisa mereka lakukan ketika itu terjadi, kecuali berpasrah diri.
Suka Mariasa adalah anak keempat dari tujuh bersaudara. Ada dua adiknya yang masih kecil-kecil. Sementara dua kakanya yakni kakak pertama dan kedua sudah berkeluarga. Sementara kakaknya yang ketiga saat ini berada atau tinggal di sebuah yayasan sosial di Singaraja dan masih melanjutkan sekolah.
Orang tua Suka Mariasa, Gede Widia dan Ketut Warining hanyalah pasangan suami istri yang bekerja sebagai buruh tani. Beruntung saja, Keluarga ini mendapatkan bantuan dari Progam Keluarga Harapan atau PKH, sehingga Suka Mariasa bisa terus bersekolah.
Saat ditemui, Ayahnya Gede Widia sedang bekerja. Ibunya, Ketut Warining datang dari tempat bekerjanya ketika Suka Mariasa pulang sekolah. Warining selalu menyempatkan diri, menghampiri anaknya Suka Mariasa ketika anaknya datang pada jam pulang sekolah.
Warining sangatlah mencintai anaknya ini, Keteguhannya bersekolah, walaupun jaraknya yang sangat jauh. Karena itulah, Warining sebisa mungkin pulang ke rumah disela-sela pekerjannya ketika Suka datang dari sekolah.
“Setidaknya ketika anak saya datang dari sekolah, saya bisa menyapanya. Menyiapkan makanan. Tetapi kalaupun tidak bisa, Anak saya juga mengerti kalau orang tuanya sedang bekerja,” ujar Warining saat ditemui di rumahnya.
Ketut Warining menceritakan, hidup mereka mengandalkan dari pekerjaan sebagai buruh. Tempattinggalnya dulu dibeli sangat murah.
Tak ada tempat lain lagi selain gubuk yang mereka tempati saat ini. Listriknya pun menempel dari tetangga-tetangganya. Kebanyakan warga diperbukitan Dusun Yeh Selem ini menempel listrik dari satu rumah ke rumah lain.
Tentang pendidikan Suka, Warining mengakui kendala jarak yang sangat jauh kadang mereka sering putus asa untuk menyekolahkan anak-anakanya. Dua anaknya, sudah putus sekolah karena jarak yang cukup jauh, sementara satu orang kini tinggal di sebuah yayasan sosial di Singaraja dan masih melanjutkan sekolah.
“Kakaknya Suka ada yang sudah putus sekolah. Dulu baru sekolah seminggu sudah selesai, katanya capek untuk jalan menuju skeolah. Ada juga yang baru kelas 5 SD sudah putus sekolah. Anak tyang niki, kalau merasa capek, Dia memilih tidak sekolah. saya juga tidak mau memaksakan, kasihan juga.” papar Warining.
Warining mengaku penghasilannya setiap hari hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Dia bersama suami dan anak yang sudah berkeluarga bekerja sebagai buruh tani dan buruh serabutan. “Yang penting bisa untuk makan saja dulu Pak. Bantuan yang kami dapatkan dari PKH untuk seragam sekolah anak-anak, sisanya untuk makan sehari-hari,” terang Warining.
Keluarga ini memang sudah mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan. Program ini memberikan bantuan tunai bagi warga-warga sangat miskin untuk kepentingan kebutuhan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan keluarga.
Namun keluarga yang mendapatkan bantuan PKH seperti Warining diawasi cukup ketat oleh staff pendamping dari program ini. Mereka selalu dikunjungi ke rumah-rumah serta mengawasi absensi pendidikan dan Posyandu bagi balita.
Salah satu staff pendamping PKH, Ni Putu Yaniek Aprintya Dewi saat mengunjungi rumah keluarga Suka Mariasa mengatakan, setiap saat staff pendamping PKH ini mengawasi dan mengecek kehadiran dari absensi di masing-masing sekolah.
“Apakah absensinya diatas atau dibawah 85 persen. Kami berupaya memotivasi supaya absenis mereka tetap diatas 85 persen karena ini untuk keberlangsungan pendidikan anak-anak yang kurang mampu. Mereka berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Kami juga dorong supaya pihak sekolah bisa memberi atau mencarikan beasasiwa bagi anak-anak sepertu Suka ini,” ujar Yaniek
Menurut Yaniek, Program PKH ini cukup efektif menekan angka putus sekolah. “Walaupun jauh seperti yang dialami Suka ini, absensinya cukup bagus di sekolah. Dia terus didorong untuk bersekolah. KAlau secara berkala absensinya dibawah 85 persen maka nilai bantuannya juga dikurangi. Kecuali jika abesinsya karena sakit masih bisa ditolerans,” urai Yaniek.
Anak-anak dusun seperti Suka Mariasa patut mendapatkan bantuan, supaya anak-anak lain yang tinggal di pedusunan seperti ini tetap bisa mengenyam hak-haknya sebagai warga Negara. Pemerintah punya tanggungjawab besar untuk tetap memberikan pendidikan bagi mereka dengan membangun sarana penunjang lainnya. |NP|